Tahukah Anda kalau religiositas kantor ini diukur dari beratnya kantong sampah?
Dari laporan Statista Global Consumer Survey yang saya kutip dari Detikcom, Indonesia masuk ke dalam negara dengan tingkat religiositas 80 s.d. 99 persen.
Ini kelompok peringkat teratas. Di level terendah ada negara dengan tingkat religiositas 20 s.d. 39 persen.
Survei dilaksanakan pada 2021 yang melibatkan 2 ribu s.d. 42 ribu responden berusia 18-64 tahun dari tiap negara.
Laporan ini tidak merujuk pada suatu agama dan dibuat berdasarkan jumlah responden yang menyatakan taat pada agamanya.
Di kategori A, kategori teratas itu, Indonesia menduduki peringkat 17. Dalam kategori itu Indonesia satu kelompok bersama Peru, Mesir, Nigeria, dan lain sebagainya.
Masuknya Indonesia di level A itu sejalan dengan survei lain yang mengukur kedermawanan masyarakatnya. Indonesia menduduki peringkat pertama di tahun 2021 berdasarkan World Giving Index yang dilaporkan oleh Charities Aid Foundation. Tahniah!
Tak perlu mengukur jauh-jauh sebenarnya. Namun, di lingkungan terdekat, di Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat ini, ukuran religiositas didapat bukan dari survei, melainkan dari kantong sampah yang diambil setiap harinya oleh teman-teman Cleaning Service (CS). Ada Mas Seno, Mas, Jamal, dan Mas Aris.
Saat berbincang-bincang santai, mengobrol ngalor ngidul di area penanggah (pantry) sambil menunggu air di titik 100 derajat celsius untuk menyeduh sedihmu kahwa, Mas Jamal mengemukakan hal yang menarik.
Setiap siang, mereka punya jadwal mengambil sampah dari tong sampah di masing-masing kubikel. Sampah itu dikumpulkan menjadi satu dalam kantong sampah warna hitam berukuran besar. Mas Jamal merasakan kantong besarnya itu beratnya berbeda di hari-hari tertentu. “Biasanya beratnya ringan kalau di hari Senin atau Kamis,” katanya. “Banyak yang berpuasa,” kata Mas Jamal lagi.
“Pas lagi pada WFH kali,” sanggah saya.
“Enggak, kok,” timpal Mas Jamal. Ia meyakinkan saya dengan sungguh-sungguh.
Wah, hebat tuh. Banyak orang yang berpuasa di direktorat ini sampai-sampai Mas Jamal bisa mencirikannya dari kantong sampah. Kalau puasa, jelas shoimin/shoimat-nya tidak makan siang, tidak ada bungkus sampahnya, dan Mas Jamal c.s. bisa membuang sampah tak seberat di hari-hari lain. Keberkahan orang berpuasa jatuh pada teman-teman CS.
Dan saya yakin tidak hanya itu, kemudahan-kemudahan yang didapatkan dalam bekerja di direktorat ini barangkali karena keberkahan orang-orang berpuasa ini yang lakunya hanya diketahui oleh Tuhannya dan dirinya sendiri. Inilah ukuran kecil dari religiositas di sini. Terima kasih, Mas Jamal.
Di kantormu bagaimana?
*
Riza Almanfaluthi
Di atas KRL Jakarta Kota-Bogor
21 Juni 2022
baru ngeh kalo penulisan reliogisitas, selama ini tak pikir reliugisitas.
LikeLiked by 1 person
Betul sekali mas. Hehehe
LikeLike