Salah satu pembaca buku tingkat akut adalah Sigit Raharjo. Ia juga pembaca buku puisi Seseloki Seloka di Pinggir Selokan.
Ia menuliskan ulasan singkat di akun Instagramnya dengan nama @om.sig. Buat saya ulasannya berharga. Apa katanya setelah mendapatkan dan membaca buku tersebut?
Langsung saja kita simak testimoninya.
*
Pagi ini saya terima sebuah buku tipis. Judulnya Seseloki Seloka di Pinggir Selokan karya seorang teman. @riza_almanfaluthi namanya. Lebih riuh dikenal sebagai Dedaunan di Ranting Cemara.
Saya awalnya tidak terkesan dengan judulnya yang agak memaksa. Namun, setelah membaca helai demi helai sajaknya ada yang meleleh dalam hati. Kata demi kata yang dianggit dan dirangkai begitu indah.
Saya merasakan Goenawan Mohamad di Dusseldorf Tak Pernah Tidur, Aan Mansyur di Apa yang Tertinggal di Kios Penatu dan Akhir Bulan, Sapardi yang lembut di Menjadi Cermin, dan sajak-sajak jenaka ala Jokpin salah satunya di sajak Pinjaman Online dan Di Pesta Pernikahanmu.
Riza sangat jeli memilih 52 puisi terbaiknya, dengan banyak rasa dan jujur melebihi ekspektasi saya. Dan saya cukup tercengang ketika menemui sebuah sajak yang diperuntukkan untuk Sylvia Plath. Sebuah bukti bahwa Riza adalah penulis yang rajin membaca. Apalagi kalau Anda terbiasa membaca tulisan feature-nya di blog pribadinya.
Sebuah buku sajak yang segar di awal tahun yang layak Anda baca.
**
Terima kasih banyak, Git.
Sepertinya tidak ada yang perlu ditulis lagi. Buat pembaca yang ingin memiliki buku ini silakan mengunjungi tautan berikut https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi. Buku ini sudah memasuki cetakan kedua dan sampai testimoni ini diposkan di blog saya, cetakan kedua ini tinggal belasan saja.
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
26 Februari 2022