Muhammad Ady Sucipto Rachmat meneteskan air matanya saat menceritakan pengalaman memasuki garis finis usai berlari sejauh 264 km dalam Jogja Ultra Charity 264K di Yogyakarta kepada Intax. “Senang campur sedih. Pengen nangis,” kata lelaki yang akrab disapa Acip, “tetapi tidak bisa karena pada saat itu suasananya ramai sekali.”
Istri, satu anaknya, dan Sakiyakerti—sesama anggota DJP Runners yang untuk acara ini menjadi panitia—menyambut Acip di garis finis. Acip mampu menyelesaikan ratusan kilometer jarak itu dalam waktu lima hari yang terbagi 26 putaran mulai 28 Oktober sampai 1 November 2020. Setiap putaran berjarak lebih dari 10 km mengelilingi bagian kota. “Perlu strategi khusus untuk menyelesaikannya,” ujar Acip.
Menurut penyelenggara acara Jogja Ultra Charity 264K, acara ini didedikasikan untuk Yogyakarta yang sedang merayakan hari jadinya yang ke-264. Untuk mengikuti ajang itu, para peserta lari menggalang donasi untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak yang tinggal di panti-panti asuhan di Kota Yogyakarta.
“Alhamdulillah, donasi yang saya kumpulkan dari teman-teman meraih posisi terbesar ketiga. Jumlahnya mencapai sekitar 13,9 juta rupiah,” tambah pegawai Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II ini.
Tidak semua orang bisa mengikuti acara Jogja Ultra Charity 264K. Dari 64 pendaftar hanya 49 orang yang lulus kualifikasi. Kemudian diseleksi lagi menjadi hanya 25 peserta. Ditambah enam peserta undangan, hanya 31 pelari yang diperbolehkan berada di garis start, tepatnya di Hotel Grand Inna Malioboro.
Acip tidak memiliki persiapan khusus untuk mengikuti lomba ini. Selain mengikuti lomba-lomba lari secara virtual dan tantangan squat dan push up, Acip hanya mengandalkan latihan lari yang sudah terbentuk dan dijalaninya sejak 2013. “Hari Rabu atau Jumat saya punya jadwal lari sejauh lima atau sepuluh kilometer,” kata Acip.
Makan Soto
Lari di ajang Jogja Ultra Charity 264K membutuhkan daya tahan tubuh yang prima. Oleh karenanya butuh strategi khusus. Manajemen waktu dan istirahat memegang peranan penting. Target utama Acip dan semua peserta lainnya adalah bisa tiba di garis finis dengan sehat tanpa cedera. Tak peduli ada di urutan berapa. “Saya tidak mengandalkan pace,” kata Acip. Pace adalah waktu yang dibutuhkan pelari dalam menyelesaikan jarak satu kilometer.
Di hari pertama, lomba dimulai pada pukul 15.00. Target Acip hanya tiga putaran saja. Ternyata sampai pukul 21.00, Acip mampu menyelesaikan empat putaran. Ini berarti Acip sudah merampungkan jarak sekitar 40-an km. Masih tersisa 220-an km.
Berbeda dengan hari pertama, lomba di hari kedua dimulai pada pukul lima pagi. Kali ini Acip memiliki target finis sebanyak tujuh putaran dan Acip mampu menyelesaikannya dengan baik. Karena lomba ini tidak mengandalkan pace, Acip akan berhenti lari dan mencari warung di pinggir jalan kalau merasa lapar di tengah jalan, “Saya makan soto,” kenangnya. Ini menjadi asupan energi buat Acip. Selain tentunya sambutan masyarakat Yogyakarta terhadap acara ini yang luar biasa semarak dan membuatnya bersemangat.
Untuk soal istirahat, Acip juga tidak main-main. Biasanya kalau sampai di garis finis, Acip tidak memegang dan mengecek telepon genggam lagi. Ia langsung tidur agar besok paginya Acip kembali bugar.
Di hari ketiga yang bertepatan dengan hari Jumat, lomba dimulai sama dengan hari sebelumnya. Lelaki kelahiran Jayapura berdarah Makassar 34 tahun lalu ini memiliki target lari sebanyak tujuh putaran. Meski hujan deras mengguyur Yogyakarta di sore hari, Acip masih terus berlari.
Halusinasi juga mendera Acip. Ia melalui salah satu jalan yang panjang dan merasa tidak kunjung sampai di ujungnya. Untuk mengatasinya, Acip menjadikan baliho besar yang berada di kejauhan sebagai patokan. “Saya berzikir juga,” lanjutnya. Acip juga menderita rasa bosan yang tidak terperikan karena harus melalui rute yang sama selama lomba.
Sampai batas waktu yang ditentukan panitia, Acip hanya mampu menyelesaikan enam putaran di hari itu. Namun, kalau ditotal dari hari pertama Acip sudah berlari sejauh lebih dari 170 km. Tersisa 94 km lagi.
Ujung Perjuangan
Di hari keempat, Acip memiliki target tujuh putaran. Mengulang hari pertama, Acip berhasil mencapai target dan melampauinya. Ia berhasil berlari sejauh delapan putaran. Satu putaran lebih sebagai kompensasi di hari sebelumnya yang kurang satu putaran dari target. “Ini juga supaya besoknya bisa lebih santai,” ujar Acip.
Sampai hari itu, Acip sudah berlari sejauh lebih dari 250 km. Dari akumulasi jarak yang ada, panitia menghitung sisa kilometer yang ditempuh Acip pada hari terakhir besok, tinggal satu putaran saja.
Memiliki sisa kurang lebih 14 km lagi itu, Acip tetap mulai berlari sesuai jadwal yang ditentukan oleh panitia pada pukul lima pagi. Di hari Ahad ini, Acip lebih santai. Buat Acip, jarak tersisa tidak bisa dibandingkan dengan ratusan kilometer sebelumnya yang ditempuh dengan penuh perjuangan, siang dan malam, di tengah terik matahari dan hujan deras.
Pada akhirnya Acip sampai di garis finis. Endorfin mengalir di sekujur tubuhnya. Acip merasa plong. Apalagi ia finis tanpa cedera dan masih dalam kondisi fit. “Gak ada blister juga,” tambah Acip. Blister itu luka melepuh yang berisi cairan yang disebabkan gesekan kulit dengan sepatu. Dari 31 peserta hanya 29 pelari yang menjadi penamat.
Mengkhatamkan lari sejauh 264 km dalam waktu lima hari bukan pencapaian terakhir Acip. Ia masih memiliki mimpi lainnya. “Saya punya rencana untuk ikut Binloop Ultra,” kata Acip. Binloop Ultra adalah salah satu lomba lari di daerah Bintaro, Tangerang Selatan dengan jarak lebih dari 100 km.
“Sebenarnya fokus lari saya bukan di ultra, saya senang lari trail,” tutur Acip. “Lari nge-trail itu lebih saya suka dibandingkan lari nge-road. Melihat pemandangan dan menjelajahi alam bebas itu yang luar biasa. Juga lebih menantang karena ada elevasinya,” jelas Acip.
Buat para pelari yang ingin mengikuti jejak Acip menjadi peserta Jogja Ultra Charity tahun depan, Acip memberikan kiatnya. Ia menyarankan ada menu latihan penguatan otot dan sanggup menyelesaikan target lari sejauh 100 km dalam sepekan. Termasuk di dalamnya latihan lari jauh dengan jarak 20-30 km pada Sabtu dan Minggu.
“Jangan pernah takut mencoba. Lawannya itu bukan siapa-siapa, tetapi diri sendiri. Sembilan puluh persen ini soal mental, sisanya fisik,” katanya.
Acip bolehlah berbangga dengan pencapaian ini karena tidak semua orang mampu menyamainya. Namun, dari semua itu, tubuh sehat dan fit yang menunjang keseharian dalam bekerja adalah tujuan utama Acip berlari selama ini. Bravo, Acip!
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Artikel ini telah terbit di majalah elektronik internal Direktorat Jenderal Pajak INTAX Edisi V Tahun 2020.