Di ronde kesepuluh, tepatnya di menit 1:34, Phil Edwards, wasit pertandingan, menghentikan duel tinju setelah beberapa pukulan Anthony Joshua menghunjam telak wajah petinju asal Prancis Carlos Takam.
Delapan puluh ribu penonton di Principality Stadium, Cardiff, Wales menjadi saksi ketangguhan Anthony Joshua mempertahankan tiga gelar juara tinju kelas beratnya versi WBA, IBF, dan IBO.
Kemenangan TKO Anthony Joshua malam itu melengkapi 20 catatan tinju profesionalnya tanpa kalah sama sekali. Ini belum selesai. Akhir Maret 2018 nanti akan ada pertandingan unifikasi.
Kehebatan Anthony Joshua hendak diuji untuk menghadapi juara versi WBO, pemegang rekor 24 pertandingan tanpa kalah, Joseph Parker di tempat yang sama saat Anthony Joshua mengalahkan Carlos Takam.
Salah satu penyunting andal di Pajakgoid mengirimkan dua tautan artikel yang dimuat di situs web itu kepada saya. Satu dari dua tautan artikel itu ditengarai melakukan penjiplakan.
Kabar yang disampaikan Mas Yos ini, walaupun tidaklah setelak hantaman tinju Anthony Joshua di muka Carlos Takam, tentunya tetap mengejutkan.
Setelah kami cek, artikel baru itu memang hanya sekadar mengganti nama tempat dan menambah fakta-fakta baru terkaitnya.
Artikel itu dengan terpaksa kami turunkan. Kebijakan kami dalam pemuatan artikel tentu mengutamakan orisinalitas sebagaimana dilakukan oleh situs web pengelola berita mana pun.
Kebijakan orisinalitas itu yang kemudian diterapkan secara ketat pada 2018 ini bahwa setiap karya yang dimuat di media lain tidak bisa lagi dimuat di situs web Pajakgoid.
Di tahun-tahun sebelumnya jika memang ada artikel dari penulis Direktorat Jenderal Pajak yang dimuat di koran atau media lain, kemudian masih bisa kita terima untuk dimuat ulang di situs web Pajakgoid sebagai bentuk penghargaan kami.
Atas hal plagiarisme itu kami sangat menyayangkannya. Anda tahu plagiarisme itu apa? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi V plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta. Ada lagi menyebut seperti ini: “Mengambil karya orang lain dan mengakuinya sebagai karya sendiri.”
Dan itu sungguh tak elok nian. Pertama, karena plagiarisme merupakan hal yang merusak kreativitas. Kedua, merusak integritas juga.
Ketiga, merusak nama baik keluarga, membuat malu orang tua dan keturunan. Keempat, membuat malu institusi atau organisasi yang membesarkannya.
Kelima, menipu masyarakat seolah-olah karya itu milik pribadi. Keenam, tidak ksatria. Ksatria tidak akan mengaku hasil jerih payah orang lain sebagai jerih payahnya.
Ketujuh, ke depan, ada kemungkinan ini akan membuat orang ragu untuk memublikasikan karyanya, karena sudah dicap sebagai plagiator.
Kedelapan, pada akhirnya bukan hanya merugikan orang lain, tetapi yang terbesar adalah merugikan diri sendiri.
Sebagai penulis pemula, memang seringkali kita membutuhkan penulis senior atau hebat lainnya untuk dijadikan patok duga. Tetapi cukup untuk ditiru cara bagaimana ia menulis. Tidak serta merta plek menjiplak semuanya.
Itu berlaku untuk semua jenis tulisan. Tidak seperti yang dikatakan profesor yang mengatakan kalau bukan karya ilmiah yang ditiru berarti bukan plagiarisme.
Kalau kami bisa memberi sedikit kiat, sila meniru struktur tulisan tersebut dan untuk kontennya silakan berkreativitas semaksimal mungkin.
Jikalau saya membaca buku Strategi Hindari Plagiarisme yang ditulis Etty Indriati, maka ada beberapa penyebab plagiarisme itu terjadi.
Mengutip Adiningrum dan Kutieleh (2011), Etty menulis penyebabnya yaitu ketidaktahuan, dianggap tidak penting, tidak diperkenalkan di perguruan tinggi di Indonesia (kecuali oleh dosen lulusan luar negeri), dan ada kemungkinan karena sifat kolektif budaya kita yang cenderung senang melakukan suatu hal secara bersama-sama.
Sedangkan menurut pendapat Soetanto dan Suharto (2013), Etty menulis lagi, hal ini terjadi karena memang tidak ada kemampuan menulis yang baik, ketidaktahuan mengenai konsep plagiarisme, ringannya sanksi terhadap plagiarisme, sifat budaya instan, dan mudahnya mengambil materi dari internet.
Kami berprasangka baik bahwa kontributor artikel tersebut memang tidak mengetahui definisi atau bentuk dari plagiarisme itu.
Di Pajakgoid, kami masih memberikan kesempatan kepadanya untuk terus berkontribusi melalui situs web ini. Sayang sekali kalau kemampuan menulisnya dipotong begitu saja karena masa depan kepenulisannya masihlah panjang.
Semoga bukan dalam rangka menyuburkan budaya plagiarisme karena ketiadaan sanksi, melainkan kami melulu percaya satu hal berikut ini: “Mitos Bakat menganggap oranglah yang membuat organisasi jadi pintar. Yang sering terjadi adalah justru sebaliknya.”
Bukan saya yang menciptakan kutipan itu. Ini kalimat yang ditulis Malcolm Gladwell pada 15 tahun lampau dalam artikelnya di New Yorker yang berjudul The Talent Myth: Are Smart People Overrated?.
Menjadi penulis hebat tidak bisa instan seperti mi rebus yang kita buat dalam sekejap. Melainkan ia ditempa dengan segala kesulitan dan pembelajaran dalam waktu yang lama.
Sebagaimana Anthony Oluwafemi Olaseni Joshua, petinju profesional hebat dari Inggris kelahiran 1989, yang sekarang sedang berjaya dan ditulis di awal artikel ini, ia tidak ditempa dengan belaian dan elusan, melainkan dengan banyak hajaran dan pukulan.
Dengan segala keterbatasan yang ada pada diri kami, tentu tidak bisa mata dan alarm intuisi kami menyaring semua artikel yang masuk untuk membuktikan orisinalitasnya.
Meskipun demikian seringkali waktu menjadi pemenang. Entah kesadaran kami yang tiba-tiba menyala atau ada informasi dari penulis asli yang tulisannya dijiplak. Dalam kasus ini, penulis asli menghubungi kami dan menyerahkan tangkapan layar untuk membandingkan dua tulisan yang ada.
Melihatnya seperti ada uppercut yang menghunjam dagu saya dan membuat kepala terangkat ke atas. Saya berharap ada yang melemparkan handuk putih ke tengah ring. Segera.
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
24 Februari 2018
Dari hasil penganugerahan pengelola akun media sosial terbaik saya belajar, selain bekerja keras, penghargaan juga bisa didapat dengan jalan menjilat dan menjiplak. Salam.
LikeLike
Kok bisa?
LikeLike