Menjelang Subuh, penjaga toilet pool bus di salah satu sudut kota Medan itu terbangun dari tidur lelapnya. Barangkali insting liarnya menggugahnya karena sudah banyak orang yang berlalu lalang keluar masuk WC tanpa membayar “fee” sebesar 2000 rupiah sebagaimana tertulis besar-besar dengan menggunakan cat berwarna merah di atas masing-masing pintu WC.
Dipan kayu kecil yang berada di depan toilet ia bereskan seadanya. Sambil menanyakan lokasi musala, saya menyerahkan satu lembar kumal uang berwarna kelabu kepada pria penjaga toilet itu. Perawakannya kurus. Kepalanya dengan rambut yang jarang. Wajahnya tirus berdagu lancip. Kumis tipis hanya tumbuh di masing-masing sudut bibir. Bibirnya hitam menandakan ia pecandu rokok kelas berat. Dan betul, ia menanyakan ini.
“Ada mancis?”
Ditanya seperti itu saya terbengong-bengong. “Mancis? Apa mancis tuh Bang?” tanya saya.
“Korek api,” jawabnya datar.
“Awak tak ada Bang,” jawab saya. Saya lupa kosakata melayu itu. Baru ingat lagi setelah bertahun-tahun lampau tak pernah menggunakan satu kata yang menunjukkan alat buat menyalakan tembakau itu menjadi penuh api dan asap.
Tentang korek api ini saya jadi mengingat kejadian kemarin. Dalam sebuah grup whatsapp kantor, seorang teman membagi sebuah gambar yang berisi tebakan. Ada susunan batang korek api yang membentuk empat digit angka 5008.
“Berapa angka tertinggi yang bisa dibuat hanya dengan memindahkan dua batang korek api.”
Tak berapa lama grup menjadi ramai dengan jawaban. Teman yang lain memberikan jawaban dengan angka 9999. Ada juga 9909. Yang sama dari jawaban itu adalah mereka semua memberikan jawaban hanya dengan empat digit angka.
Lalu tiba-tiba ada yang memberikan jawaban dengan lima digit angka. Tepatnya dengan angka 15003. Setelah itu teman-teman yang lain memberikan jawaban yang berkisar dalam lima digit angka itu. Ada yang menjawab 15003, 15005, 50031, dan 50051.
Tidak berhenti di situ, semakin berkembang, teman yang lain mulai memberikan jawaban dengan enam digit angka: 151108. Namun ada jawaban yang lebih tinggi lagi yaitu dengan angka 501181 dan 511081. Dan terakhir seorang teman memberikan jawaban tertinggi: 511108.
Saya jadi terkenang dengan email langganan yang dikirim kepada saya oleh Mary Jaksch, editor in chief dari writetodone.com, sebuah situs kepenulisan berbahasa Inggris. Mary mengenalkan kepada saya sebuah nama: Roger Bannister.
Roger ini seorang pelari dari Inggris. Pada tahun 1954, tepatnya 6 Mei 1954, ia memecahkan rekor lari yang mustahil dilakukan karena berdasarkan hasil penelitian dan nasihat dokter adalah tidak mungkin manusia bisa berlari satu mil dalam jangka waktu di bawah empat menit.
Di trek Iffley Road Universitas Oxford, selama pertandingan yang disiarkan langsung oleh BBC Radio, Roger Bannister selalu berada di posisi kedua. Dan di setengah lap yang terakhir, Roger mampu menyusul seterunya dan berlari lebih kencang hingga garis finis. Berapa waktu yang tercatat? Tiga menit 59,4 detik.
Catatan waktu itu memecahkan rekor lari satu mil yang selama ini ada. Paling utama adalah memecahkan mitos yang berkembang selama ini. Waktunya pun tercatat di Guinness Book of Records.
Dengan kecanggihan teknologi informasi, video larinya berdekade-dekade lalu itu masih bisa kita saksikan di Youtube.
Rekor ini tidak bertahan lama. Hanya dalam jangka waktu 46 hari rekor itu sudah terpecahkan. Kurang dari tiga tahun lusinan pelari telah memecahkan rekor lari tersebut. Bahkan berlari satu mil dengan waktu di bawah empat menit menjadi batasan waktu dalam kualifikasi pelari profesional.
Untuk masa sekarang, rekor lari satu mil masih tercatat oleh pelari dari Maroko, Hicham El Guerrouj, pada tahun 1999 dengan catatan waktu 3:43,13. Sebuah rekor lari yang belum terpecahkan sampai tulisan ini dibuat.
Dari semua itu, seringkali batasan dibuat oleh kita sendiri sehingga membuat kita tak bisa mengembangkan kemampuan optimal kita. Dan barulah cara berpikir kita berubah ketika ada orang lain yang mampu keluar dari batasan itu. Kemudian kita yakin bahwa kita juga mampu melakukan hal yang sama dilakukan oleh orang lain.
Mari, kita dobrak batasan psikologis itu. Sesungguhnya karena kita mampu. Kita bukan kutu loncat yang setelah terperangkap dan bebas dari penjara kotak korek api, hanya mampu meloncat setinggi dinding kertas korek api. Kita adalah Sir Roger Bannister di episode kehidupan kita masing-masing.
Ada mancis?
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
Kualanamu, 21 Oktober 2016
Inspirasi sarapan pagi bersama Frans.
Foto dari Fauzi Moriza.
Salam,
Bila berminat untuk menjadikan tulisan2 di blog ini menjadi buku profesional seperti buku2 di Gramedia Tbk, kami bersiap membantu mulai dari pengumpulan naskah, tahap pracetak, sampai cetak. Jangan sampai tulisan2 bernas, imajinatif dan mengandung nilai nostalgia tinggi hanya tersimpan menjadi file yang tak dibaca banyak orang.
Untuk informasi lebih lanjut bisa buka weblog kami: https://heryamedia.wordpress.com/
Dan untuk konsultasi lebih lanjut bisa menghubungi WA kami 0877-67866622
LikeLike