PEREMPUAN YANG TERLUNTA
Kaki kiri perempuan itu telah dipotong separuh karena penyakit gula. Luka bekas amputasi yang telah lama mengering entah kenapa kembali basah setelah ada lecet sedikit. Malam itu ia mengerang tanpa sadar kesakitan. Entah karena diebetes atau masalah diperutnya.
Dua anaknya panik mengetok pintu rumah saya. Mereka dulunya adalah murid-murid belajar Iqra dan pengajian pekanan yang saya selenggarakan di rumah. Mereka meminta pendapat atas kondisi ibunya dan kesediaan saya mengantar mereka dengan mobil. Sepertinya memang harus dibawa ke rumah sakit karena hari ini hari ke lima sejak ibu mereka tidak bisa bangun dari tempat tidur.
Kemana Sang Ayah? Pergi ke Batam, meninggalkan istri dan anak-anak , tidak pulang-pulang berkali-kali lebaran serta tak mau memberi mereka nafkah. Setelah sebelumnya sempat pergi dengan perempuan lain, balik lagi, dan diterima dengan penuh kesabaran oleh istrinya yang sekarang sakit-sakitan. Ketika malam itu dikabarkan kepadanya bahwa Sang Istri harus dibawa ke rumah sakit ia tetap bergeming tak mau pulang.
Setengah sebelas malam kami pergi ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, Bogor. Sang Dokter menyarankan bahwa Sang Ibu harus dirawat di kamar isolasi. Masalahnya adalah kamar isolasi sudah penuh, tidak ada kamar kelas rakyat lagi, yang ada kelas VIP. Memang kami melihat sebelumnya ada perempuan terluka karena kecelakaan pun harus pergi kembali disebabkan tak bisa dirawat di sana. Kami lalu diberi surat rujukan ke RS lain.
Berundinglah kami bertiga tentang akan dibawa ke mana lagi Sang Ibu. Cuma RS pemerintah yang bisa kami tuju karena ketiadaan biaya. Eko, sebut saja demikian, si anak sulung, hanya bisa mengusahakan adanya Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat buat ibunya. Kami pergi ke RS PMI di Kota Bogor, tapi jawaban pihak rumah sakit pun sama. Empat ruang isolasi yang mereka miliki sudah penuh.
Akhirnya kami pulang. Sang Ibu yang dari semula tak mau dibawa ke RS menyarankan untuk mengetok rumah Bu Bidan di komplek kami, soalnya obat terdahulu yang pernah diberikan “cespleng” katanya. Kami sepakat untuk kembali ke rumah sambil menunggu ruang kosong di RSUD Cibinong dan mengontrol kondisi Sang Ibu apakah dengan obat sementara itu kondisinya membaik atau tidak. Jika masih tetap kondisinya mau tidak mau harus kembali ke RSUD dan mengambil kamar yang ada di sana apapun kelasnya.
Setengah tiga dini hari, saya sudah sampai di rumah. Mau tidur tetapi mata belum mengantuk. Pertandingan bola antara Chelsea dan Bayern Muenchen menjadi pilihan untuk ditonton. Tak terasa kemudian adzan Shubuh telah berkumandang. Langkah kaki menuju ke Masjid mengusir kantuk yang sudah mulai menyerang. Total jenderal, lebih dari 24 jam tidak tidur sejak pagi kemarin.
Ta’awun
Ada yang mendera dalam pikiran selama perjalanan mengantar hingga shubuh itu. Pajak dikumpulkan sebanyak-banyaknya, dikelola dengan sebaik-baiknya, untuk kemanfaatan rakyat sebesar-besarnya. Salah satunya buat penambahan ruang rawat di RSUD Cibinong yang sudah jadi keharusan walau saat ini kondisi RS tersebut telah direhab dengan baik. Tetapi tetap saja masih ada cerita tentang kurangnya kualitas layanan atau calon pasien yang ditolak karena penuhnya kamar. Ini penting agar tak ada ceritanya lagi pasien yang ditolak di mana-mana kemudian meninggal karena ketiadaan kamar rawat.
Deraan yang kedua di punggung pikiran saya adalah selain ketersediaan jaminan kesehatan dari pemerintah buat orang yang tidak mampu, pun soal jaminan layanan berkualitas yang digaransi akan diterima oleh yang berhak. Jangan sampai pula ada perbedaan kualitas layanan antara orang yang membayar dengan pemakai kartu jaminan kesehatan.
Deraan terakhir adalah ketika akses terhadap dua hal di atas tidak bisa didapat maka di sinilah dibutuhkan adanya dana darurat buat orang-orang yang tidak mampu agar tetap bisa dirawat secepat mungkin dan kondisinya bisa tertangani. Keluarga pun tidak berpikir terlalu lama mau dirawat di rumah sakit mana karena ketiadaan dana.
Masalahnya di RT kami, dana ta’awun (tolong menolong) itu baru sebatas iuran kematian. Tak ada dana darurat selainnya. Di sinilah kepekaan para tetangga yang mampu diasah untuk bisa berempati dan turut membantu. Karena dengan Zakat, Infak, dan Shadaqah (ZIS) yang dikumpulkan dari mereka insya Allah itu akan sangat menolong.
Alhamdulillah dana ZIS yang kami kumpulkan oleh para aktivis tarbiyah sangat efektif membantu dalam masalah ketersediaan dana pendidikan buat orang yang tidak mampu. Terakhir dana pendidikan itu mampu untuk menebus ijazah anak tetangga yang masih ditahan pihak sekolah. Kebetulan Sang Anak sudah diterima di suatu perusahaan yang mensyaratkan jaminan ijazah asli.
Perlu sekali dana-dana ZIS yang terkumpul untuk dana darurat kesehatan. Dana tersebut bisa diserahkan tanpa harus ada upaya mengembalikan atau dalam bentuk pinjaman lunak dengan waktu yang luas. Dan dalam kasus Sang Ibu ini sepertinya kami harus mengetuk pintu tetangga kembali untuk secara sukarela memberikan dana bantuan. Ini solusi sementara sebelum dana darurat itu terbentuk.
Akhirnya Sang Ibu masih dalam kondisi semula bahkan lebih berat lagi, Ahad malam kami membawanya ke RSUD Cibinong dan dimasukkan ke kelas VIP. Sambil tetap berpesan kepada pihak RSUD jika ada kelas tiga yang kosong Sang Ibu harus diprioritaskan untuk masuk.
Notifikasi dari aplikasi Whatsapp muncul di hp saya. Dari seorang teman yang memberitahukan bahwa ia telah mentransfer ke rekening saya sejumlah uang zakat dan infaknya untuk diberikan kepada yang berhak. Ia meminta didoakan agar anaknya yang sakit disembuhkan dengan perantaraan sedekah ini. Juga agar perjalanan hajinya dimudahkan Allah. Sungguh, teman saya ini paham betul kalau sedekahnya itu akan menjadi sarana penyembuhan anaknya oleh Allah SWT. Karena Rasulullah SAW pernah bersabda: obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah.
Subhanallah, ini memang rizky minallah buat Sang Ibu. Insya Allah, teman. Dana ZIS itu akan diserahkan sebagiannya buat biaya perawatannya. Semoga Allah angkat penyakit Sang Ibu yang tidak mampu dan terlunta itu dan semoga Allah menyembuhkan segera anak teman saya ini.
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
di sudut pagi yang dingin
06:34 08 September 2013
tags: RSUD Cibinong, Bogor, RS PMI, PMI,