MAU SEJUTA
Karakter Hajjah Ida di Sinetron Emak Ijak Pengen ke Mekah adalah karakter orang kaya yang sombong, sering memamerkan kekayaan dan kedermawanannya kepada orang lain. Dan itu berhasil diperankan sangat baik oleh Sang Pemeran, hingga membuat penonton hanya bisa mengelus dada dan jengkel melihat tingkah lakunya.
*
Jumlah hit yang berkunjung ke blog ini sudah hampir satu juta. Tentu karena bukan blog yang luar biasa, menempuh sejumlah angka tersebut perlu kerja keras. Karena satu pakem yang saya yakini betul dari sebuah blog dan ini hal yang terpenting adalah kontennya. Seberapa pun tampilan blognya super keren tapi isinya tidak bikin tambah manfaat buat pembaca tentunya berbanding terbalik dengan jumlah kunjungannya.
Seperti saya yang sering berkunjung ke blog unofficialnya Dahlan Iskan, itu karena semata kebutuhan. Bahwa di sana ada yang saya cari. Di sana ada yang saya butuhkan untuk menghilangkan dahaga intelektualitas (maaf kalau sok-sokan seperti ini) dari apa yang dia tulis di setiap pekannya.
Enam ratus hits setiap hari. Dan saya tahu apa yang mereka kunjungi di blog ini. Dan betul sesuatu yang bermanfaat buat mereka. Bukan karena celotehan saya yang tak karuan yang menyebabkan mereka datang ke blog ini. Bukan. Dan setelah saya perhatikan itu pun karena artikel-artikel lama saya. Hingga saya berpikir sudahkah membuat tulisan yang bisa dibagi buat orang lain dan bermanfaat saat –saat ini?
Jangan-jangan selama ini tulisan-tulisan baru saya tak ada manfaatnya buat mereka. Hanya sekadar ajang narsis saya. Pemikiran ini memukul telak ambang batas dari niat ikhlas yang selalu saya dawamkan ketika mau memosting sebuah tulisan. Sudah ikhlaskah? Saya cuma bisa meluruskan niat dan mengembalikannya kepada Allah SWT.
Hajjah Ida itu dermawan. Ia sangat royal kalau mau kasih duit ke orang. Satu hal tentang Hajjah Ida ini ia tak segan-segan bantu orang dan keluarkan duit banyak untuk bagi-bagi. Tapi yaitu tadi, padahal ia sudah mengumpulkan banyak pahala atas kebaikannya bagi-bagi duit, tapi langsung lenyap seketika hanya karena pamer dan sering menyakiti hati orang yang diberi duit.
Sedekah ya sedekah tapi jangan nyakitin. Padahal kalau Hajjah Ida tahu, kalau ia sedekah tak menyebut-nyebut sedekahnya itu dan tidak menyakiti perasaan si penerima, maka Hajjah Ida akan mendapatkan banyak pahala kebaikan buatnya, tidak akan ada rasa cemas yang menjadi sumber dari segala penyakit nomor satu manusia modern, dan tentunya Hajjah Ida tak pernah bersedih hati. Itu sudah janji Allah.
Amalan Hajjah Ida itu adalah amalan serupa batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih tidak bertanah. Tidak mendapatkan sesuatu apapun, sedikitpun, dari apa yang diusahakan.
So, saya dengan Hajjah Ida jangan-jangan sama. Karakter Hajjah Ida jangan-jangan sudah melekat di dalam jiwa saya. Mengira menulisnya bermanfaat buat orang lain, eh tahunya tak dapat apa-apa. Musibah.
Ah, gak tau yaa…Soalnya saya cuma ingin menulis hari ini. Menulis apa saja. Kalau sudah kayak gini berarti memang saya sudah jadi fakir ide dalam menulis. Tabungan ide saya habis. Atau sebenarnya banyak ide tapi pengen menulis yang serius, dan gurih, gurih, gurih begitu. Eh malahan tak bisa jadi semua. Oleh karenanya menulisnya jadi tak serius seperti ini, apa adanya, sekali jadi, tanpa edit, dan langsung posting. Tak tahu apakah ini bisa manfaat buat orang lain atau tidak. Padahal kata Kanjeng Nabi Muhammad SAW, sebaik-baik kamu adalah yang manpangat buat orang lain gitu….
Sudahlah. Ternyata ada satu berkas jatuh tempo yang harus saya kerjakan sekarang. Pamit dan undur diri. Mau sejuta hits? Kerja keras, beri sesuatu yang manfaat buat orang lain, dan istiqomahlah. Itu saja.
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
15:35 02 September 2013
Di sudut lantai 19