K A L A P


K A L A P

Niatnya pagi-pagi datang ke Islamic Book Fair (IBF) 2012 supaya benar-benar puas seharian di sana. Enggak jadi. Roda mobil baru menggelinding (tidak bermaksud mengutip judul bukunya Astuti Ananta Toer) dan betul-betul berangkat dari rumah sekitar 13.40.

Perjalanan harus ditempuh lama karena Citayam macet. Jalanan yang sudah sempit itu ternyata lagi ada gawean pemasangan kabel besar bawah tanah. Satu kilo ditempuh dalam jangka waktu setengah jam. Jalan tol lingkar dalam kota mulai dari Cawang sampai pintu keluar depan MPR juga padat sekali. Bahkan untuk masuk ke lokasi pameran saja antrinya luar biasa. Cari tempat parkir di dalam lokasi pameran juga susah. Kami sudah tenang keluar dari mobil pada pukul 15.30. Berapa lama tuh perjalanan menuju lokasi pameran? Itung aja sendiri.

Kami harus antri toilet dulu karena Kinan mau pipis. Setelah itu antri wudhu. Semua antrian itu panjang. Alhamdulillah kami sudah terbiasa. Belajar antri waktu di Mekkah, Arafah, Muzdalifah, Mina, dan Jeddah. Jadi diambil enjoy aja. Tapi yang pasti waktu untuk mengeksplorasi semua stan dalam pameran itu akan berkurang.

Demi efisiensi waktu kami membelah diri menjadi dua kelompok karena Ummu Haqi sukanya pernak-pernik yang ada di lantai 2 sedangkan saya sudah jelas jauh-jauh datang dari Bogor untuk cari buku yang ada di lantai 1. Haqi ikut sama saya. Sedang Ayyasy dan Kinan ikut umminya.

Ada teman yang kalap kalau di lantai 2 sedangkan saya biasanya kalap di lantai 1. Untuk mencegah kekalapan itu saya punya patokan yang kudu dipegang ketat seperti mafia Italia di AS yang pegang Omerta (pegang rahasia dan tak mau beritahu kepada polisi). Patokan itu adalah tak akan pernah beli buku yang tidak akan pernah dibaca seberapa pun menarik dan murahnya. Ingat itu!.

Dengan demikian buku-buku yang saya beli jelas memenuhi kriteria itu. Dengan waktu yang sangat terbatas maka kami berdua bergerak cepat menjelajahi sebagian ruang pameran. Lihat sana. Lihat sini. Bongkar sana. Bongkar Sini—ketahuan dah kalau yang dicari adalah buku obral. Banyak buku yang saya beli memang bukan buku baru. Tetapi ada satu yang sudah masuk radar kalap saya sejak lama sebelum adanya IBF ini, bukunya Akmal Sjafril yang punya judul: Islam Liberal 101. Dan satu lagi buku 3 tahunan ke belakang yang ditulis oleh Hiromi Sinya berjudul: The Miracle of Enzyme.

Buku baru Don Tejo Corleoncuk (Sudjiwo Tedjo) yang berjudul Ngawur Karena Benar, sempat tersentuh jemari midas saya. Tetapi sayangnya ia tak sempat menjadi Sang Terpilih. Nanti saja. Enggak prioritas. Sampai adzan maghrib berkumandang dua buku di atas belum ditemukan.

Kami berkumpul di rendezvous point yang disepakati di tribun atas depan panggung. Ternyata Ummu Haqi dan Ayyasy sudah shalat. Haqi dan saya pergi ke musholla Takaful, tempat kami shalat ashar tadi, dengan Kinan yang ingin ikut kami karena haus pengen es teh manis. Seperti biasalah kami harus antri panjang untuk wudhu. Ketika saya memanggil Kinan untuk duduk anteng supaya saya bisa mengawasinya dengan mudah, lelaki muda di depan saya menyapa dan mengatakan kalau anaknya juga punya nama sama dengan Kinan, tetapi anaknya itu laki-laki. Tak apalah.

Setelah shalat, saya langsung berburu buku sendirian. Yang lain duduk manis menunggu acara puncak di malam itu yakni 2nd Indonesia Nasyid Award 2012. Saya fokus seperti singa jantan di Kruger, tetapi tidak untuk memburu impala melainkan Islam Liberal 101. Akhirnya ketemu juga stan Media Dakwah itu. Ini mah stan yang tadi dilewati tapi saya enggak ngeh. Karena perburuan kami sebelum maghrib sebatas memperbanyak kuantitas stan yang dikunjungi dan tidak melihat nama-nama stannya.

Banyak buku yang didapat. Dan buku Akmal Sjafril itu adalah buku terakhir yang benar-benar saya tangkap. Itu buku didiskon semua. Amplop Rejeki cuma Rp20 ribu; The Mafia’s Greatest Hits Rp30 ribu; Keajaiban Sedekah dan Istighfar cuma ceban; Dari Jalur Gaza Ayat-ayat Allah Berbicara dan Serial Cintanya Anis Matta dibandrol Rp48 ribu; Zionisme dan Keruntuhan Amerika Rp15 ribu; Kebangkitan Pos-Islamisme, ini buku baru loh, dihargai Rp35 ribu; dan Islam Liberal 101 yang seharga Rp48 ribu. Bukunya Haqi, Ayyasy, dan Kinan enggak dihitung di sini.

Saya beruntung mendapatkan buku-buku di atas dengan harga murah. Sangat Puass (dengan huruf P besar dan s dobel). Saya berpikir, “O, inilah rasanya ibu-ibu setelah berhasil menawar kalau belanja sama tukang sayur keliling atau belanja di pasar tradisional.” Buku-buku itu sudah cukup mengenyangkan untuk dibaca sampai beberapa minggu ke depan seperti anaconda yang enggak makan lagi selama setahun setelah memangsa alligator.

Setelah mendapatkan semuanya itu saya menenangkan diri di tribun atas agar tidak kalap mata. Snada menjadi penghibur pertama kami. Dan penganugrahan nasyid solois jatuh kepada teman saya yang ada di Semarang, Mas DjayLazuardi Hayyanada yang bersaing dengan opick. Selamat Mas. Akhirnya tak sia-sia dukungan itu dikumpulkan.

Izzatul Islam menjadi penutup untuk kami segera beranjak meninggalkan IBF. Karena malam juga telah larut. Memang tidak semua stan dapat kami kunjungi tetapi sudah lumayan cukup untuk menuntaskan dahaga karena IBF tahun lalu yang terlewati tanpa kehadiran saya.

Semoga masih ada waktu untuk jadi singa di IBF tahun depan.

***,

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

17:49 18 Maret 2012.

 

Tags: islamic booc fair 2012, Djay Lazuardi Hayya nada, Djaylazuardi hayyanada, ibf, snada, izzatul islam ,akmal sjafril, islam liberal 101, Hiromi Sinya, The Miracle of Enzyme, sudjiwo tedjo, don tejo corleoncuk, 2nd indonesia nasyid award, media dakwah, anis matta