Sensasi Borneo


Setelah merasakan sensasi yang ternyata biasa-biasa saja saat pertama kali naik pesawat dari Jakarta menuju Palangkaraya, juga dengan Cassa dari Palangkaraya menuju Puruk Cahu, saya benar-benar merinding–kalau tidak mau dikatakan takut–saat menaiki pesawat kecil bermesin ganda dari Puruk Cahu menuju Balikpapan.

Pesawat carteran jenis Twin Otter yang disewa oleh perusahaan pertambangan emas untuk pengangkutan karyawannya ini hanya dapat memuat 15 penumpang saja. Dengan bobot keseluruhan–termasuk barang-barang yang dibawa–maksimal 1500 kg. Lebih dari itu, maaf saja salah seorang penumpang harus dikorbankan untuk terbang di hari lain.
Baca Lebih Lanjut

Pelajaran Berharga dari Trackback


Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Hari ini saya mendapatkan sebuah kejutan sesaat melihat ada incoming links di blog stat WP.

___________________________________

Incoming Links

* Yang hilang di era informasi itu telah kembali

* PINDAH BLOG

More »
___________________________________

Saya bingung incoming links itu apaan?

Dari kemarin yang ada di situ cuma satu link saja yaitu link dari blog saya yang lama yang ada di blogspot. Jadi karena tahu itu link saya jadi saya tidak begitu peduli. Tetapi  pada pagi hari ini ada satu tambahan lagi yaitu: Yang hilang di era informasi itu telah kembali.

Sejak saat itu saya berusaha mencari tahu apa itu incoming link. Setelah saya mencari tahu via Google akhirnya saya jadi tahu, incoming link itu apa. Intinya adalah ada sebuah blog yang dalam postingannya telah memasukkan atau menautkan alamat blog kita.

Maka setelah saya sudah tahu apa itu incoming link, saya masuk ke blog yang telah menautkan blog saya: Yang hilang di era informasi itu telah kembali

Setelah saya berkunjung ke sana, saya coba baca dan mencari tahu di bagian mana dia telah menautkan blog saya. Karena pakai fasilitas snap yang rapat saya jadi tidak tahu. Tetapi saya coba mencarinya dalam source postingan tersebut. Barulah saya tahu dan memastikan di bagian itu dia telah menautkan alamat blog saya.  Di paragraf ini:

Karena demikian hebatnya hubungan antara aktivitas menulis dan intelektualisme, maka kita semua, para blogger, hendaknya bersukur dengan teramat sangat dengan adanya teknologi blog ini dengan segala kekuatannya. Terkait dengan kekuatan ini, bahkan sebuah buku mengatakan bahwa ngeblog bisa mengubah dunia. Toh telah begitu banyak orang baik yang secara ikhlas memberikan dorongan untuk menulis, terutama melalui blog yang murah meriah dan efektif ini.

Saya ditautkan di kata “yang”. Sedangkan dua kata sebelumnya yaitu “orang baik” ditautkannya ke sebuah blog yang sudah lama dari dulu terkenal sebagai blog tutorial. Kepunyaannya Mas Fatih.

Dan di saat saya mengklik blognya Mas Fatih itu, saya mendapatkan pelajaran berharga bertemakan trackback. Dengan membaca dan praktik langsung akhirnya saya dapat memahami secara nyata tentang apa itu trackback karena sejak saya mulai ngeblog saya tidak pernah berusaha tahu dan tentunya kebingungan mengartikan dan memanfaatkan tool-tool yang ada di WP misalnya. Untuk mengetahui secara langsung tentang apa itu trackback dan kegunaannya sila untuk mengklik link di atas. Insya Allah bermanfaat sekali.

Dan dengan saya menulis tentang ini pada akhirnya saya bisa memahami pula bahwa menulis blog dengan mudah adalah dengan memberikan tanggapan terhadap tulisan atau catatan di blog tetangga atau teman-teman kita.

Terimakasih kepada Mas Fatih Syuhud, bermanfaat!

Ohya ada sedikit tambahan: kalau ingin tidak hanya satu link yang akan kita trackback-kan, maka jangan sungkan-sungkan untuk memasukkan semua link trackback  itu ke dalam kotak yang tersedia di bawah kotak postingan, dan jangan lupa pisahkan banyak link tersebut dengan spasi. Seperti petunjuk di kotak trackback tersebut: (Separate multiple URLs with spaces). Tips ini bagi yang tidak mengerti sama sekali bahasa Inggris seperti saya ini 🙂

Walhamdulillah

Itu saja.

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

09:11 25 Januari  2008

DIGITAX 2006


20.01.2006 – DIGITAX 2006 di Komputerisasi: Mari Berbagi…

Tak dinyana Forum Diskusi di Portal DJP tidak hanya menampilkan postingan tidak bermutu bahkan menjurus ekspolitasi pornografi. Tak disangka, di sana ada tempat untuk berbagi ilmu. Tentu bukan di kategori umum, tapi di komputerisasi.
Itu yang saya rasakan sejak beberapa hari ini mengikuti diskusi yang berkembang di sana. Mulai dari yang sekadar pertanyaan yang diulang-ulang, permintaan bantuan, juga sampai pada berbagi program berguna, tangguh, dan Free lagi. Apalagi dengan kerelaan dari sebagian ahli dalam pembuatan program, semisal DIGITAX.
Dulu saya memang mempunyai software database pajak. Tapi karena virus Brontok yang meng-KO-kan komputer saya sehingga terpaksa harus diintal ulang. Software peraturan pajak itu pun hilang jadinya dan saya tidak punya cd-instalasinya. Jadinya sudah beberapa minggu ini saya kerepotan dalam mencari peraturan-peraturan pajak. Tidak enak juga kalau numpang sama teman untuk melihat itu.
Syukurnya kahadiran DIGITAX ini menghilangkan kegalauan saya. Walaupun belum sempat dicoba seberapa canggihnya ia mampu untuk menampilkan peraturan-peraturan perpajakan yang diinginkan oleh user. Tapi yang pasti kehadirannya bagi saya–walaupun masih dalam versi beta–sudah cukup untuk menjadi solusi di tengah kebutuhan akan software bermutu dan gratis.
Tentunya, para user termasuk saya menginginkan, bahwa software ini harus dikembangkan lagi. Dengan update-update terbaru peraturan perpajakannya misalnya. Juga pengembangan softwarenya yang tidak sekadar berhenti pada versi beta-nya saja.
Kemudian diupayakan pula bagaimana cara instalasi yang gampang atau user friendly. Seperti kalau kita jalankan program-program yang branded itu loh. Tinggal pencet tombol next, next, next, and Finish.
Oh ya, satu lagi adalah perlunya lebih banyak lagi server mirror untuk memudahkan para newbie mengunduhnya.
Kepada programmer DIGITAX maafkan saya yang sudah diberi gratis masih saja menuntut terlalu banyak. Ini semua karena saya peduli dengan Digitax lho. Soalnya kalau sudah canggih kan, bisa saja menjadi pilot project bagi DJP dalam pengembangan software gratis buat Wajib Pajak. Daripada bayar mahal-mahal buat konsultan program, lebih baik honornya buat kesejahteraan pegawai DJP sendiri terutama programmernya. Betul begitu?
By The Way, salut buat Mas Fakhrurrozi karena telah sharing. Tentunya ini adalah ilmu yang bermanfaat. Tahu sendiri kan kalau ilmu bermanfaat itu pahalanya tiada akan putus-putus sampai di sana. Dan sungguh luar biasa besar sekali pahalanya.
Tentunya pula kepada yang lain, jangan lupa untuk selalu berbagi hal-hal yang bermutu dan bermanfaat. Sekali lagi sungguh, tiada ruginya menyebarkan kebaikan kepada orang lain. Itu saja.
Allohua’lam.
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
http://10.9.4.215/blog/dedaunan
riza.almanfaluthi@pajak.go.id

Perkenalkan Nama Saya: HEDONIS


17.01.2006 – Perkenalkan Nama Saya: HEDONIS

Sudah menjadi Hedoniskah Kita……………..?

Dalam suatu program yang ditayangkan setiap malam minggu oleh salah satu stasiun tv, dibahas tuntas tentang kemewahan dunia yang dimiliki para pengusaha dan selebritis dunia. Di tampilkan pula tentang kehidupan mereka dari pagi hingga malam dengan surga dunianya, mulai dari istananya , perabotannya, jet pribadinya, mobil-mobilnya dan banyak lagi yang lainnya.

Salah satunya adalah seorang pengusaha keturunan Arab yang mempunyai kerajaan bisnis di Spanyol. Begitu banyak mobil mewah yang ia punyai mulai dari Lamborghini sampai Jaguar, dari yang terkuno sampai yang paling canggih. Semuanya terparkir di Istananya di selatan Spanyol bak sebuah showroom. Satu lagi ia mempunyai sebuah mobil kuno yang kini tiada duanya di dunia, tentu ini berarti betapa mahalnya mobil tersebut. Belum lagi istana dengan puluhan kamar mewahnya. Dan saya yakin mobil atau kamar itu tak semuanya terpakai.

Tak lupa di akhir acara itu dilukiskan pula bagaimana kehidupan sosialnya dengan warga masyarakat sekitar. Ia membangun sebuah masjid besar dan indah, serta menyumbang berbagai macam kepentingan publik. Pokoknya ia digambarkan sebagai sosok dermawan bagi kota itu.

Ada lagi sosok kaya lain yang berasal dari salah satu negara teluk. Ia begitu membanggakan perhiasan emasnya yang begitu berlimpah, rumahnya yang besar, isri yang cantik dan lain sebagainya. Pokoknya semua keindahan dan kenikmatan dunia ada pada orang tersebut. Yang entah kapan kita akan dapat menikmatinya, kecuali di Surga nanti (itupun kalau kita pantas mendapatkannya).

Sekarang mari kita lihat di Ethiopia, Palestina, Bangladesh, atau Indonesia, di mana kemiskinan sudah menjadi keseharian di sebagian besar penduduknya yang mayoritas muslim. Untuk memenuhi kebutuhan dasarnya—pangan, sandang, papan—saja mereka harus bersusah payah. Bila mereka tak sanggup, lalu putus asa, maka jalan pintas dengan bunuh diri menjadi solusi. Na’udzubillah.
Lalu apa hubungannya antara orang kaya yang disebut di awal tadi dengan kemiskinan yang begitu mencolok di sebagian negara tersebut? Adalah suatu ketimpangan. Ketimpangan yang seharusnya tak pernah terjadi. Yang membuat saya tambah miris lagi adalah ternyata banyak dari mereka yang bertampang Arab dan mengaku Islam.

Dalam Islam, kemiskinan merupakan tanggung tanggung kawab sosial bagi orang-orang yang mampu dan juga merupakan tanggung jawab agama. Apakah mereka tidak mempunyai kepekaan tentang keadaan umat? Sedangkan kemubadziran selalu mereka abadikan dalam setiap detak jantung mereka.

Kita bisa lihat betapa ketika negara-negara penghasil minyak tersebut mulai menghasilkan miliaran dollar dari emas hitamnya, jalanan di Paris terutama di sebuah jalan yang terkenal dengan pusat mode dunianya dipenuhi para emir berjubah dan wanita yang ber-abaya hitam.
Bank-bank di Eropa pun mulai kebanjiran dana dengan banyaknya deposito yang ditanamkan di sana dengan bunga yang tidak mereka ambil. Gaya hidup hedonisme pun bermunculan di negara-negara teluk yang sekitar sembilan puluh tahun lalu masih hidup dengan peradaban nomadennya.

Benar apa yang pernah dikatakan oleh Rosululloh bahwa satu yang dikuatirkan yang akan terjadi pada umatnya adalah kemewahan dunia yang menyilaukan. Ibnu Khaldun –rahimahulloh- dalam Mukadimah-nya berkata: ”Kehidupan mewah (jetset) merusak manusia. Ia menanamkan dalam diri manusia berbagai macam kejelekan, kebohongan, dan perilaku buruk lainnya. Nilai-nilai yang baik yang notabene merupakan tanda-tanda kebesarannya hilang dari mereka dan berganti dengan nilai-nilai buruk yang merupakan sinyal kehancurannya dan kepunahannya. Itulah di antara ketentuan Alloh yang berlaku pada makhluk-Nya yang menjadikan negara sebagai ajang kedzaliman, merusak strukturnya dan menimpakan penyakit kronis berupa ketuaan yang membawa kepada kematiannya.”(Muhammad Sayyid Al-Wakil, 1998:34)

Apa yang akan diperoleh dari suatu negeri yang hedonismenya begitu berurat berakar? kita lihat di Qur’an Surat Al-Isra ayat 16:
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Alloh) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

Kenyataan apa pula yang akan didapat oleh para hedonis itu? Wahn, ya Wahn itulah yang akan mereka peroleh. Cinta dunia dan takut mati. Dan mereka tidak , akan memperdulikan siapa pun, yang mereka pikirkan bagaimana kesenangan itu akan tetap abadi dengan mereka.
Padahal dengan segala kekayaan yang dimilikinya itu semua bisa untuk mengentaskan dan membawa maju kembali Islam dan umatnya kepada peradaban yang tinggi dan gilang gemilang. Apalagi dengan adanya dua organisasi besar umat Islam yakni OPEC dan OKI. Seharusnya dengan adanya dua organisasi itu umat bersatu dan mendapatkan manfaatnya yang lebih besar. Sungguh luar biasa.
Namun apa yang terjadi? OPEC dan OKI sekarang ini sudah tak mempunyai gigi taring lagi setelah era Faisal bin Abdul Aziz yang pernah menggunakan minyaknya sebagai alat untuk menekan Amerika dan sekutunya pada tanggal 6 Oktober 1973. Produksi minyak dikurangi dan pengirimannya ke Amerika Serikat dan Belanda dihentikan. Kebijaksanaan ini diikuti oleh beberapa negara Arab lainnya, sehingga harga minyak melonjak dan melumpuhkan banyak negara industri.(Ensiklopedi Islam Jilid I, 1999:162)

Sekarang apa yang dikatakan oleh para emir itu ketika mereka diminta untuk memboikot dan mengontrol minyaknya? “Tak semudah membalikkan telapak tangan….”, kata mereka. Padahal Raja Faisal pernah mengatakan sebuah kalimat yang sekarang amat terkenal ketika ditekan oleh Amerika Serikat untuk segera melepas aksi embargo minyaknya, kurang lebihnya demikian: “siapa yang butuh minyak, merekalah yang butuh minyak, kami tidak membutuhkannya, dan kami siap untuk kembali ke zaman onta.” Semoga Alloh memberikan kelapangan padanya.

Entahlah, ketika para penerusnya tidak bisa berbuat apa pun untuk dunia Islam ini. Entahlah mereka yang berada di Kuwait, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Oman, dan Arab Saudi. Dalam tataran kebijakan yang akan diambil oleh suatu negara mereka tak bisa berbuat apa-apa ketika Saddam dengan seenaknya menganeksasi Quwait—sehingga mereka harus meminta bantuan Amerika Serikat dan sekutunya yang jelas-jelas tidak seiman.
Mereka tak bisa berbuat apa-apa ketika saudara-saudara mereka di Bosnia dan Chechnya terbantai—hanya Malaysia yang jauh di ujung timur saja mau menerima para pengungsi Bosnia. Mereka tak bisa berbuat apa-apa ketika banyak dari mereka yang merasa terdiskriminasi ketika mereka berada di Amerika Serikat pasca 11 September.
Mereka tak bisa berbuat apa-apa ketika saudara-saudara mereka dihujani berton-ton bom di Afghanistan, mereka tak bisa berbuat apa-apa ketika ratusan anak di Irak mati setiap harinya karena kelaparan, dan masih banyak lagi yang lainnya gemingnya mereka.

Sekali lagi mereka tak berbuat apa-apa dalam tataran kebijakan yang akan diambil oleh negara, dan ternyata yang berbuat nyata dari mereka adalah NGO-NGO nya, atau bahkan individual-individual mereka yang tergerak membantu saudara-saudaranya. Yang nyata adalah aksi boikot dari sebagian warganya terhadap produk Amerika Serikat dan Israel, itupun hasil dari kesadaran sendiri bukan hasil dari suatu kebijakan yang ditempuh negara mereka. Jadi apa yang terjadi pada para emir kita yang ada di tanah sana. Wahn kah mereka…?

Kita tak bisa menuduh mereka tanpa kita mengoreksi terlebih dahulu tentang keadaan kita di sini . Di negara yang kaya akan sumber daya alamnya, firdausnya bumi yang kini tetap bertahan untuk tetap hidup setelah lebih dari setengah abad yang lalu merdeka, setelah hampir delapan tahun berlalu dari pesta akbar terakhirnya, yang penduduk muslimnya terbesar di dunia. Apakah hedonisme itu ada di negara kita ini…?
Tak usah jauh-jauh melihatnya, tonton acara televisi kita, sepertinya tak ada krisis di negeri ini, atau bagi yang setiap harinya berkeliling di Jakarta sering melihat begitu banyaknya mobil yang harganya di atas satu milyar berseliweran di jalanan. Atau di sekitar segitiga emas Jakarta, restoran mahal sepertinya tak pernah sepi dari pengunjung di setiap siang atau malamnya. Sekali lagi terasa tidak ada krisis.

Apa salahnya mereka membelanjakan hartanya untuk kesenangan dunia mereka setelah bekerja keras untuk mendapatkan semuanya. Tidak ada yang salah. Kita sebagai muslim tak ada salahnya pula menikmati hidup mewah. Islam tidak menganjurkan untuk selalu hidup menderita dan melarat serta tidak berpakaian trendi.

Ibnu Jauzi meriwayatkan dari Yazid bin Harun yang berkata bahwa Asma’ pernah mengeluarkan jubah yang di border dengan dibaj dan berkata: “Dengan jubah inilah dulu Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam menemui musuh-musuhnya”. HR Ahmad dan Abu Daud. Jadi penampilan dengan sedikit mewah dibenarkan untuk tujuan menerima tamu undangan dan psy war terhadap musuh-musuhnya. Yang dilarang ialah hanyut dalam kemewahan sebagai gaya hidup dan dasar negara. (Muhammad Sayyid Al-Wakil, 1998: 36-37).

Apakah hedonisme ada pada sebagian pemimpin kita? Apakah tidak cukup bukti dengan adanya pesta tahun baruan di Bali yang menghabiskan uang 10 miliyar dan ulang tahun sebuah partai politik dengan dana 1,4 miliyar, atau konser-konser mahal lainnya? (Sabili 14 Th.X:112), atau penyelenggaraan pesta pernikahan super mewah di hotel? Kalaupun hedonisme itu tak masalah, tapi layakkah itu semuanya dilakukan pada saat anak bangsa ini begitu menderita dengan banyaknya kenaikan harga bahan kebutuhan dasar? Ketika kemiskinan sudah menjalar ke semua sendi kehidupan.

Sekarang kita nilai diri kita sendiri, yang bekerja di sebuah direktorat di departemen ternama di republik ini. Jangan-jangan gaya hidup itu sudah menjangkiti kita. Apakah kita sering berganti-ganti handphone seiring dengan perkembangan trendnya? Atau kita sudah merasa tidak cukup untuk memiliki satu handphone?
Atau dengan mobil yang mentereng itu yang kayaknya sudah bosan untuk kita pakai. Atau dengan pakaian dan ikat pinggang yang kesemuanya harus bermerek? Atau dengan gaya hidup kita yang harus selalu makan siang di luar kota dan kembali pada saat jam kantor sudah menunjukkan jam empat sore?
Atau dengan gaya hidup kita yang malu untuk memakai pakaian yang sama di setiap resepsi sehingga memaksa kita untuk mempunyai pakaian yang harus baru?—sedangkan jika dipikir-pikir kalau memaksakan demikian kayaknya kita layak disebut orang yang simpatik (simpanse pakai batik, maaf), karena tidak mau tahu akan keterbatasan yang kita miliki.
Jadi, pikirkan gaya hidup yang manakah yang sering kita lakukan tanpa memikirkan keadaan sekeliling kita. Gaya hidup yang sering menimbulkan kemubadziran dan kesia-siaan, gaya hidup yang memaksakan diri, gaya hidup yang pada akhirnya lupa akan kesyukuran kita, gaya hidup yang membawa kita pada kufur nikmat, gaya hidup yang menjauh dari sifat qona’ah, gaya hidup materialisme, gaya hidup yang memandang dunia sebagai ukuran, gaya hidup yang bersumber dari harta yang tidak jelas; gaya hidup yang melupakan kematian, dan semua gaya hidup yang melupakan cinta-Nya.

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu; sampai kamu masuk ke dalam kubur; janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu); dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui; janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin; niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim; dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin; kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). QS At-Takaatsur:1-8.

Jadi ketika hati kita sudah tak tersentuh dengan segala ketidakadilan yang dialami umat di seluruh penjuru bumi ini, maka kita perlu instrospeksi diri kita, jangan-jangan hedonisme itu sudah menjadi darah daging kita, jangan-jangan wahn itu telah menjadi sumsum tulang kita. Kita berlindung dari semuanya itu.

Sekarang apa yang kita harus lakukan untuk memerangi hedonisme itu? Apakah cukup dengan perintah petinggi kita kepada bawahannya untuk memboikot acara pesta pernikahan—yang juga termasuk anak buahnya—karena diselenggarakan di sebuah ballroom hotel berbintang ? (memenuhi undangan pernikahan itu wajib, tapi kita berhak juga untuk tidak datang ketika di pesta itu diperkirakan banyak kemaksiatan, dan kalaupun kita berniat tidak datang, niatkan karena itu, bukan karena takut tidak memenuhi perintah atasan dan nantinya DP3 kita akan jelek).

Contoh di atas sudah cukup baik—karena mulai dari yang di atas terlebih dahulu—tetapi akan lebih baik lagi ketika para atasan juga secara makro menciptakan sistem yang anti hedonisme, sistem yang tidak menjadikan setoran sebagai alat ukur dari keberhasilan seseorang.
Yang paling penting adalah diri kita sendiri untuk mulai saat ini tidak berlaku hedonisme. Sering memandang ke bawah dalam hal keduniawian, dan selalu memandang ke atas dalam prestasi kerja dan keakhiratan. Atau kejarlah duniawimu seakan-akan kau akan hidup selamanya dan kejarlah akhiratmu seakan-akan kau akan mati esok hari.

Dengan berintrospeksi ini, kiranya Alloh memudahkan kita menyingkirkan hedonisme itu, dan menjadikan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang peka terhadap keberadaan umat ini. Sadar tentang akibat yang akan diperoleh bagi orang-orang yang mempunyai wahn dalam dirinya, dan sadar tentang nikmatnya berjihad—karena orang yang wahn boro-boro memikirkan jihad, memikirkan perut saudaranya sendiri pun tak kan pernah terlintas dalam benaknya.

Oh….dunia,
Indahnya engkau selalu menghalangi aku bercinta dengan-Nya
Oh…dunia,
Gemerlapmu sering melupakanku kepada-Nya
Oh…dunia,
Kapankah aku memegangmu hanya dalam genggamanku, tidak dalam hatiku
Oh…dunia,
engkau sesungguhnya tak sebanding dengan setitik debu akhirat sekalipun
tapi mengapa banyak yang masih terpesona olehmu….?
Ya Alloh aku berserah diri padamu, dan hindarkanlah aku dari kebencianmu karena aku mengatakan apa yang tidak aku lakukan, sebagaimana Engkau telah firmankan:
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?; amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. Q.S. Ash-Shaff: 2-3.
****
(untuk dua anakku yang tercinta yang sedikit tersia-sia karena aku menulis ini di sepanjang Ahad, di gerimisnya sore, di pinggiran Bojonggede, 2 Pebruari 2003).

Maroji’:
1. Alqur’anul karim;
2. DR. Muhammad Sayyid Al-Wakil, Wajah Dunia Islam: dari Dinasti Bani Umayyah hingga Imperialisme Modern, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 1998;
3. Ensiklopedia Islam Jilid I, PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1999;
4. Sabili Edisi 14 Tahun X, 30 Januari 2003.

riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
ditulis di tahun 2003
diedit 12:52 14 Januari 2006

Institut Dayakologi Hingga Brontok Lagi


09.01.2006 – Institut Dayakologi Hingga Brontok Lagi

Lembur, Institut Dayakologi, hingga Brontok
Sabtu, 07 Januari 2006 10.00 – 15.00 WIB
Dalam setahun pelaksanaan system administrasi modern, baru kali ini saja ada nota dinas kepala kantor kepada para pegawainya untuk datang pada hari sabtu kemarin. Lembur nih ceritanya. Karena ada perubahan sistem, jadi kita-kita pegawai diharuskan untuk datang supaya tahu apa saja perubahannya langsung dari pegawai DIP kantor pusat.
Jam sudah menunjukkan setengah sepuluh pagi, jadwal lembur dimulai jam sepuluh, tapi motor masih juga belum selesai di cuci. Nih, orang dari jam delapan motor sudah dititipin belum juga dikerjain dari tadi. Setengah memaksa saya meminta supaya motornya jangan terlalu bersih dicuci (soale nanti kelamaan). Akhirnya lima menit kemudian selesai juga, walaupun masih basah karena belum dilap. Nggak apa-apa nanti juga kering sendiri.
Berkutat di jalanan Jakarta di hari sabtu, ternyata sama saja dengan hari biasa. Macet juga tuh. Mengingat kejadian rabu kemarin, saya masih trauma untuk ngebut. Tapi kadang ngebut juga sih, kalau jalanan sedikit sepi.
Sampai di kantor satu jam kemudian, saya kira saya yang paling telat, eh ternyata banyak juga yang datangnya bareng sama saya. Malah ada yang datangnya lebih lambat dari saya. Yang lebih kacaunya, ternyata DIP datang jam sebelas siang lagi. Dan coba bayangin kita cuma disuruh nyalain komputer doang, lalu boleh pulang.
Yaaaa, kalau cuma ngerjain kayak ginian, gak perlu ada nota dinas-nota dinasan, lembur-lemburan, datang-datangan, kebut-kebutan (emang elo ngebut, za?). Sudah menempuh puluhan kilometer, BBM jadi tak bisa dihemat (untung saya pakai motor), acara perlu diskedule ulang, tidak bisa berkumpul sama keluarga yang memang sudah waktunya berkumpul dengan mereka, dan satu yang lain: tidak dibayar lagi. Kita kan professional, harusnya pada waktu lembur perlu juga tuh dihargai. Tapi kemarin dihargai juga tuh walaupun dengan sekotak nasi. (Btw, emang tahu upah lembur PNS , berapa sih?)
Tapi setidaknya, sambil menunggu badan ini segar kembali, saya coba ngenet dengan IP address milik Kasi. Asyik juga, cepat banget man. Nggak kayak hari kerja, yang leletnya minta ampun. Ibaratnya kalau kita buka satu halaman saja, kita bisa ngeteh (nggak ngopi, coz saya tidak suka kopi) duluan sampai habis.
Di Google, saya cari berita tentang tragedi sampit 2001, setelah di Jumat kemarin melihat di Fordis ada kepala berserakan. Apa sih yang melatarbelakangi peristiwa itu? Pertanyaan itu membuat saya mencoba untuk berimbang dengan mencari berita selain dari BBC yang tendensius sekali, juga dari Institut Dayakologi dan dari pihak Dayak lainnya. Cukup memberikan kepada saya banyak wawasan tentang Sampit 2001. Tapi tidak usah saya ceritakan di sini, panjang dan mengerikan juga.
Apalagi membaca berita tentang 80 orang etnis pendatang yang digiring oleh salah satu kelompok etnis lainnya ke sebuah hotel yang bernama Hotel Rama Sampit, dan setelah itu tidak ada kabar tentang nasib mereka. Saya langsung mengaitkan berita itu dengan berita lainnya yang disampaikan oleh teman saya, waktu berkunjung ke Palangkaraya. Di Hotel Rama tersebut, ada satu kamar penuh yang isinya cuma kepala doang. Allohua’alam tentang kebenaran berita ini.
Selain ngenet tentang Sampit, saya juga coba mencari anti brontok yang sampai detik ini komputer saya masih terinfeksi oleh virus yang terus mengembangkan variannya.
Saya download antibrontok, saya coba seek and destroy, saya coba buka registry, saya hapus folder exe, dan tralalala…. berhasil booo. Folder option-nya berhasil terlihat. Sekarang sudah bersih komputer nih.
Saya coba memasukkan UFD (USB Flash Disk), search, waow, banyak juga folder exe-nya. Saya coba tekan Del untuk menghapusnya. Tapi apa mau dikata, yang saya tekan enter, virusnya jadi aktif lagi. Saya coba seek and destroy lagi. Sampai jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, komputer masih saja restart, buka, restart lagi. Saya menyerah juga akhirnya, apalagi orang DIP sudah menunggu di belakang saya untuk coba upgrade sistem administrasi baru. Yah sudah saya lepas, kali aja dia coba benerin problem saya.
Bay de wey, sabtu kemarin masih sabtu yang—gimana yah—tidak ngenakin kayaknya. Tapi ada juga enaknya dikit, makan nasi kotak sama nambah wawasan tentang konflik yang pernah dialami anak bangsa Indonesia ini.
Thanks Allah.
Engkaulah yang mahamengetahui.
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
05.45 08 Januari 2006 (Harpot launching hari ini)

Behind the Scene: Bojo Loro


06.01.2006 – Behind the Scene: Bojo Loro
Email itu bertubi-tubi masuk ke inbox saya. Telepon genggam Qaulan Sadiida pun tiada berhenti deringnya menerima short message services. Jikalau saya punya alat komunikasi sepertinya (hare gene, masih juga nggak punya?) , mungkin saya akan mengalami hal yang sama dengan Qaulan Sadiida.
Beragam komentar pun datang untuk membuat ending yang lebih bernas bahkan mengusulkan untuk membuat sequel—yang saya pikir nantinya akan tersia-sia seperti judul sinetron Tersanjung dengan tujuh episodenya.
Pula dengan membawa misi terselubung anti poligami dan dendam gendernya dengan menjerumuskan ke lembah kesengsaraan yang paling dasar untuk si Bima. Hingga ada yang sengaja datang ke meja kerja saya hanya untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi di balik Bojo Loro.
Saya cuma bisa menjawab kepada mereka, ”That is a fiction, Bro…” Tidak lebih. Jawaban itu tentu tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada mereka yang telah memberikan komentar tentang pilihan pada happy, bad, or thrust ending , serta pada setiap bulir bening yang jatuh saat membacanya—satu email dan satu silaturahim langsung menyatakan itu.
Brother, jangan malu untuk menangis, jika menangis itu membuat jiwa kita lebih tercerahkan menyadari kekhilafan diri. Bahkan saya tak bisa membendung bulir-bulir bening ini jatuh saat membaca buku ”Bukan di Negeri Dongeng: Kisah Nyata para Pejuang Keadilan”, salah satu ceritanya ditulis oleh seorang wanita—Mbak HTR—yang sering engkau katakan: ”cewek ini berkali-kali membuatku menangis”.
Pula saat saya membaca buku ”Memoar Cinta di Medan Dakwah: Catatan Harian Seorang Aktivis” yang ditulis oleh ustadz Cahyadi Takariawan—seringkali dianggap sebagai Ketua MPR karena mirip dengan ustadz Hidayat Nurwahid apalagi beliau sering pakai baju batik.
Tentunya ini semua tak bisa dilepaskan oleh pasangan tandem saya, Qaulan Sadiida, yang dengan segenap hatinya pula berusaha untuk menyelesaikan apa yang telah menjadi bagiannya. Terus terang saja, cita rasa bahasanya tak bisa terlampaui oleh saya. Maka hasil akhirnya pun membuat saya tak lelah untuk berulangkali membaca draft Bojo Loro. Pesan singkat darinya cuma satu saat telah menyelesaikan itu: ”Semuanya dari sini,” sambil tangannya menunjuk ke arah dadanya. Hati. Segala puji hanya untuk Allah.
Maka siapa yang tak akan tergetar mendengar senandung ayat-ayat Allah yang dikeluarkan dari hati-hati guru, ustadz, dan orang-orang yang ikhlas. Maka siapa yang dapat menghalangi keindahan dari cerita yang dibuat dengan tangisan usai salat malam oleh Mbak kita yang satu ini dengan cerpen: ”Ketika Mas Gagah Pergi”.
Maka siapa pula yang menyangkal keromantisan padang pasir saat Habiburrahman menulis ”Ayat-ayat Cinta”-nya dengan menangis juga. Maka siapa yang mengingkari keikutdukaan kita saat membaca tulisan Abu Aufa di kala ia ditinggalkan anak perempuannya yang berumur sehari bernama: Hikari.
Sebagaimana seorang teman menggambarkan kesedihan itu layaknya kesedihan Muhammad Sang Musthofa ditinggalkan Ibrahim tercinta. Layaknya kesedihan bangsa ini saat dipertontonkan tsunami 12 purnama yang lalu atau banjir bandang baru-baru saja.
Hingga dari mula itu, seorang guru menulis saya sampai berkata: ”itulah kedahsyatan hati, itulah kedahsyatan fiksi, hingga orang sampai tidak bisa membedakan realitas kehidupan kita itu fakta atau fiktif.”
”Brother, that is a fiction,” ulang saya. Dengan sedikit imajinasi liar tentunya—saya tak bisa membayangkan pula keliaran imajinasi yang dimiliki JK Rowling dengan Harry Porternya, JRR Tolkien dengan The Lord of The Ring-nya, atau Afifah Afra Amatullah dengan Genderuwo Terpasung-nya.
“Brother, That is a fiction…” ulang saya. Tapi tak menyangkal pula bahwa fenomena itu memang benar-benar terjadi pada sebagian dari kita hanya karena diawali dengan chating, sms, dan email iseng sehingga pada akhirnya melonggarkan ikatan dan batasan yang dulu dipegang erat saat di kampus.
“Brother, that is a fiction…” ulang saya sembari menyerahkan selembar tissue wangi kepada teman yang meneteskan air mata. Bukan karena meratapi nasib Kinanti, bukan karena Bojo Loro, tapi karena di atas mejanya ada semangkuk irisan bawang merah. (Maaf paragraf ini benar-benar fiksi karena melihat Squidward yang menangis bukan karena melihat adegan Spongebob meratap tak rela melepaskan kuda laut liarnya, tapi karena ada semangkuk bawang bombay di dekatnya;-)
”Brother, that is a fiction….” ulang saya. Arahkan telunjukmu ke hati, rasakan dan dengarkan denyutnya. Hingga kau rasakan rasa setara memiliki bojo loro.
riza.almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
00.15 06 Januari 2006

http://10.9.4.215/blog/dedaunan

from the deepest bottom of my soul


30.12. 2005 – from the deepest bottom of my soul
Kalimat ini ada dalam bagian email yang dikirim oleh seorang teman, saat ia me-reply surat elektronik yang dikirim oleh saya. Otak bagian kanan saya langsung meresponnya dengan sinyal-sinyal, menyuruh memori sejuta gigabytenya untuk bekerja mengingat kalimat pendek ini. Dan urat kebahasaan saya langsung ngeh dan nyambung.
Ya, saat saya mendengar atau membaca kata-kata atau kalimat-kalimat indah saya selalu berusaha untuk merekamnya dalam ingatan bahkan mencatatnya dalam lembaran kertas untuk saya koleksi.
Tidak hanya dari teman saya yang satu ini, tapi pada semua orang yang mempunyai cita rasa bahasa yang baik dan enak untuk didengar ataupun dibaca. Seperti dari Kang Asep misalnya—sudah saya kemukakan di tulisan terdahulu—dengan both sides perspective-nya, dari Azimah dengan Purnama di Sudut Jiwa-nya, dari Qoulan Sadiidan dengan Rindu Terlarang-nya, atau dari Ibnul Qoyyim al Jauza’I dengan Setetes Embun-nya. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Terkadang saya merasakan keindahan kata itu saat ia dalam bahasa asing dan belum termaknai ke dalam bahasa Indonesia. Mungkin saat ia diterjemahkan cita rasa itu sedikit berkurang, seperti judul tulisan ini.
Keindahan itu pun akan dirasakan dalam bahasa daerah dengan dua kata ini Bojo Loro, eit… jangan terlalu sensitif dulu yah. Dua kata tadi bisa berarti ganda istri dua atau istri sakit. Tinggal kita mau pilih yang mana. J
Ya sudahlah, sepertinya banyak yang ingin saya uraikan tentang kata-kata indah di sini, namun adzan Isya sudah memanggi-manggil saya. Jadi saya cukupkan dulu sampai di sini. Oh ya, terimakasih pada teman yang telah sudi untuk menyumbangkan kata-kata indahnya pada saya.
From the deepest bottom of my soul: thank you.
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
citayam, 19:29 29 Desember 2005
riza.almanfaluthi@pajak.go.id

http://10.9.4.215/blog/dedaunan

Twin Otter (Sensasi Borneo)


28.12.2005 – Twin Otter (Sensasi Borneo)

Setelah merasakan sensasi yang ternyata biasa-biasa saja saat pertama kali naik pesawat dari Jakarta menuju Palangkaraya, juga dengan Cassa dari Palangkaraya menuju Puruk Cahu, saya benar-benar merinding–kalau tidak mau dikatakan takut–saat menaiki pesawat kecil bermesin ganda dari Puruk Cahu menuju Balikpapan.
Pesawat carteran jenis Twin Otter yang disewa oleh perusahaan pertambangan emas untuk pengangkutan karyawannya ini hanya dapat memuat 15 penumpang saja. Dengan bobot keseluruhan–termasuk barang-barang yang dibawa–maksimal 1500 kg. Lebih dari itu, maaf saja salah seorang penumpang harus dikorbankan untuk terbang di hari lain.
Makanya untuk memastikan penerbangan ini aman, setiap penumpang harus melalui alat ukur berupa timbangan, sehingga bisa diketahui berapa berat dirinya dan barang bawaannya. Biasanya bule asing yang bawaannya berat-berat, selain juga postur tubuhnya yang di luar ukuran normal penduduk lokal. Seringkali diatur dalam satu pesawat khusus untuk bule saja, ini bukan masalah rasial tapi karena ukuran orang dan barangnya yang berlebih itu.
Suara mesin pesawatnya berisik sekali sehingga setiap penumpang diberikan sepasang gabus kecil untuk menutup telinga saat pertama kali memasuki kabin pesawat. Suaranya akan bertambah keras ketika akan memulai lepas landas. Nah, disinilah kengerian itu berawal.
Saya persis duduk di dekat jendela, sehingga benar-benar merasakan kengerian saat melihat mesin terbang ini semakin melayang tinggi, tinggi, dan tinggi menjauhi permukaan tanah. Saya benar-benar tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada diri saya bila pesawat kecil ini jatuh karena gagal saat lepas landas. Sepengetahuan saya saat-saat yang paling kritis dalam penerbangan adalah saat pesawat akan lepas landas dan mendarat.
Namun kengerian itu berangsur-angsur hilang ketika pesawat mulai stabil dan terbang di ketinggian tertentu. Saya menengok ke belakang untuk melihat penumpang yang lain. Persis di belakang saya, John Morgan–seorang manager pertambangan–sedang asyik merem melek mendengarkan musik yang diperdengarkan dari peranti digital melalui earphone-nya.
Penumpang lainnya sudah menikmati mimpinya dengan kepala yang terayun-ayun naik turun. Maklum kursi penumpangnya benar-benar hanya sebatas setengah punggung saja, sehingga tidak memungkinkan untuk menyandarkan kepala, kecuali bagi yang duduk di dekat jendela bisa menaruh kepalanya di dinding pesawat. dan Jarak antara kursi benar-benar sempit, sehingga kebanyakan para penumpang susah untuk meluruskan kaki saat terasa kesemutan. Untung perjalanan ini tidak lama hanya berkisar satu jam lima menit saja.
Hiburan satu-satunya di dalam kabin adalah penumpang dapat melihat apa yang dilakukan oleh pilot dan co-pilotnya ketika mengawaki pesawat ini. Aksi yang amat menarik untuk dilihat saat mereka mengoperasikan panel-panel, alat pengukur ketinggian, layar yang memunculkan peta daerah di bawah, dan begitu banyak tombol-tombol lainnya. Setidaknya ini dapat mengusir kebosanan yang mulai hinggap.
Namun ada yang lebih menarik lagi. Di ketinggian 1000 kaki dari permukaan laut, saya benar-benar mendapatkan sensasi Borneo. Mulai dari hutannya, sungainya yang lebar dan berkelak-kelok bagaikan anakonda, dan jalan daratnya yang panjang dan kecoklatan. Sudah pasti selain sensasi keindahan yang dirasakan, saya rasakan pula miris di hati melihat hutan kalimantan benar-benar hampir habis. Apa yang digembar-gemborkan LSM tentang kerusakan hutan benar-benar nyata, bahwa segala bentuk penebangan entah resmi atau ilegal telah membuat paru-paru dunia ini compang camping. Ditambah lagi segala bentuk penambangan liar yang membuat cekungan besar coklat dan tandus tanpa reboisasi. Duh…
Saat mendekati Balikpapan malah tambah parah, cekungan-cekungan besar itu bercampur baur dengan rumah penduduk lokal ditambah gunungan-gunungan hitam didekatnya. Dan ini semua menambah pekatnya aliran sungai dan laut di sekitarnya. Emas hitam bagi mereka memang betul-betul berharga apalagi di saat harganya begitu tinggi. di pasaran internasional.
Tiba-tiba mata ini sudah mulai lelah melihat ke bawah. Kantuk pun semakin memberatkan kepala. Namun di saat saya memulai bermimpi, terasa sekali pergerakan pesawat ini bermanuver untuk mendarat. Seiring dengan perubahan tekanan udara di kabin yang membuat telinga sebelah kiri saya sakit sekali. Ohoi…Sepinggan sudah mulai menyambut kami dengan landasannya basah oleh air hujan yang baru saja mulai turun.
Twin Otter ini mulai menjejakkan dua rodanya ke tanah dan membuang kemudinya menuju hanggar yang berisi deretan pesawat carteran. Sudah saatnya saya meninggalkannya dan menuju mobil bandara yang menjemput dan mengantar kami ke bangunan utama bandara. Saya bersyukur kepada Allah karena masih bisa menjejakkan kaki ini ke tanah, dan setidaknya ada pula kenangan yang terselip bersama Twin Otter ini, bahwa Borneo memang perlu diselamatkan. Itu saja.
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Sepinggan basah
14:34 23 Desember 2005
riza.almanfaluthi@pajak.go.id

http://10.9.4.215/blog/dedaunan

Cara Jitu Menjadi Top 1 Active Blogs


Sebenarnya banyak cara untuk menjadi Top1 Active Blogs dan menggeser juara bertahan selama ini yang langgeng diduduki oleh abang kita–Abang Jampang–selama berbulan-bulan. Mulai cara yang cantik dan bermutu hingga cara pintas menghalalkan segala cara (emang ada yang haram? enggak tahulah).
Cara yang cantik dan bermutu adalah setiap hari melakukan posting atau entry data, mulai dari berupa artikel orang lain ataupun tulisan sendiri. Kalau mau cepat, minimal Anda harus posting data 50 entries atau lebih setiap harinya. Ini tentu bisa menyebalkan para blogger lain, karena bila entrinya dilakukan sekaligus maka ini membuat postingan dari blogger lain menjadi tertimpa.
Agar tidak mengganggu maka posting data dilakukan saat diluar jam kerja. Keuntungan yang di dapat adalah kecepatan transfer data yang amat cepat, yang biasanya saat-saat jam kerja menjadi lambat hingga blogger kesulitan untuk posting satu entri saja. dan yang pasti anda bisa melakukan entri data di luar jam kerja tersebut kalau Maseko tidak mematikan server Cicadasnya. Betul begitu om eh mas…?
Tapi bila orientasinya hanya untuk tampil agar nama blognya terpampang di active blogs, biasanya ada dilematis yang akan muncul yakni masalah kuantitas atau kualitas dari postingan tersebut. Mungkin tak akan jadi masalah kalau orientasinya adalah kuantitas, sedangkan dilematis itu muncul saat kita mengejar kualitas. Karena saat kita membuat entri yang berkualitas entah dari orang lain dalam bentuk artikel siap jadi atau membuat tulisan sendiri tentu butuh waktu. Sedangkan waktu tidak bisa berkompromi dengan kita, karena sekali kita terlambat maka blogger lain siap untuk merebut ‘tahta’ itu. Memang sungguh dilematis, tapi semua ini terserah kepada diri blogger masing-masing.
Tapi sayangnya ketika orientasi kuantitas menjadi utama dan Blogger tidak sabar untuk mendapatkan artikel atau menulis yang berkualitas, maka ada cara lain untuk menjadi Top1 Active Blogs dengan cara seenaknya saja tanpa ketahuan oleh blogger lain. Artinya Blogger lain tidak mengetahui ia memposting apa tapi tahu-tahu menduduki urutan 20 atau 10 besar. Blogger lain tidak mengetahui seberapa sih kualitas postingannya yang ternyata kalau kita tahu sangat menjengkelkan itu. Dengan cara apa?
Cukup Anda klik Add New Entry, tunggu halaman yang mau diisi, lalu isi dengan satu huruf saja misalnya “a”. Setelah menuliskannya jangan tekan tombol Add New Entry tapi simpan saja dengan mengklik tombol Save As Draft. Postingan tidak akan muncul sebagai entry baru di home atawa halaman utama blog, sehingga blogger lain tidak mengetahuinya, tapi jumlah postingan Anda akan berubah dan bertambah di menu TOP ACTIVE BLOGS. Mengapa ini bisa terjadi?
Ini terjadi karena jumlah yang menjadi dasar penghitungan Anda termasuk dalam active blog atau tidak, adalah jumlah berdasarkan postingan yang masuk melalui halaman http://10.9.4.215/blog/manager/add_entry.php, entah melalui klik tombol ADD NEW ENTRY atau SAVE AS DRAFT, dan tidak didasarkan dari postingan yang ditampilkan melalui halaman utama. Tidak percaya? Coba saja sekarang atau nanti saat semua sudah pulang dari kantor–saat kecepatan akses Ciblog dapat diperoleh secara maksimal. Tapi sekali lagi dalam masalah tutorial, penulis tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang diperoleh dari apa yang dilakukan oleh pembaca. Semuanya ditulis dalam rangka pembelajaran saja.
Sehingga untuk mencapai nilai 100 postingan setiap harinya, Anda hanya cukup menulis satu huruf di setiap postingan dan langsung simpan saja, niscaya Anda akan menjadi Top 1 Active Blogs hanya dalam satu minggu saja atau lebih pendek lagi. Tergantung dari kemauan Anda.
Tapi cara itu menurut saya belumlah–kalau tidak mau disebut tidak–elegan. Dan jangan pernah khawatir bagi para blogger yang telah menduduki Top 5 atau Top 10, bila ada blogger yang menggunakan cara ini. Karena sesungguhnya blogger sejati adalah blogger yang bisa memberi dan mencari sesuatu yang baru/inspiratif kepada dan dari para blogger lainnya, sebagaimana yang pernah saya tulis di the real blogger.
Bagi Anda, jangan pernah khawatir untuk tergeser dari top active blogs, karena sesungguhnya secara naluri, para blogger tentu mencari blog yang mempunyai karakter kuat dan berisi. Juga ketertarikan mereka pada blog Anda tidak hanya terletak di sisi kiri halaman utama Ciblog, tapi ada di tangan mereka yang menekan Add to Favorites pada blog Anda di komputer mereka masing-masing. Sehingga mereka–para Blogger–tak perlu melihat sisi kiri Ciblog di setiap paginya, cukup melihat blog Anda di favorites. Karena Anda memang berkarakter dan berkualitas. Tetaplah berkarya.
Demikian tulisan saya, kurang lebihnya mohon maaf. Sesungguhnya Allah adalah Maha Sempurna.
Allohua’lam.
dedaunan di ranting cemara
suatu saat saya akan menulis tentang Blogger Berkarakter Kuat
20:07 09 Desember 2005