Respons Cepat dalam 1 Nanodetik



Sore itu, saya membuka koran digital langganan di laptop.  Saya tertarik pada sebuah berita yang berjudul “Bos Nvidia: Chip Buatan China Tinggal Hitungan Nanodetik Saja di Belakang AS”. Nvidia merupakan perusahaan teknologi Amerika Serikat yang terkenal sebagai produsen Graphics Processing Unit (GPU) terbesar dan paling maju di dunia. Bos Nvidia yang dimaksud dalam berita itu adalah pendiri sekaligus CEO Nvidia Jensen Huang.

Di dalam persaingan pembuatan cip, China dianggap tertinggal. Pada saat perang dagang antara Amerika Serikat dan China, China kelimpungan karena ada penerapan boikot Amerika Serikat pada pasokan cip ke China. Sebenarnya China dari beberapa tahun lampau sudah membaca ketergantungan ini. Supaya mandiri, mereka berjuang keras untuk bisa memproduksi mesin litografi—mesin pembuat cip. Di sini dunia masih menganggap China masih tertinggal jauh.

Continue reading Respons Cepat dalam 1 Nanodetik

Di Bawah Bayang-Bayang Witte Huis


Dua hari sebelumnya saya sudah bangun pada pukul tiga pagi untuk berkumpul di Gedung Juanda I, Kementerian Keuangan. Kami akan menghadiri Pidato Kenegaraan Presiden RI pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD di Gedung MPR DPR RI pada Jumat, 15 Agustus 2025.

Kali ini, pada 17 Agustus 2025, saya juga harus bangun lebih dini karena saya diundang untuk mengikuti upacara 17 Agustus di Kementerian Keuangan. Upacara itu akan dipimpin langsung oleh Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani Indrawati.

Continue reading Di Bawah Bayang-Bayang Witte Huis

Internet Do Magic: Kali Ini Bukan Tipu-Tipu


Suatu ketika ada pesan masuk di DM Instagram saya.

“Maaf, Pak. Saya mau bertanya apakah Bapak tahu dengan Ibu Ayu Endah Damastuti? Beliau tertinggal dompetnya, Pak. Saya lihat biodatanya yang muncul berfoto dengan Bapak,” tulis laki-laki itu dalam pesan tersebut.

Baca Lebih Lanjut

Satu Langkah Awal Sembuh dari Overthinking, Pelajaran dari Buku Tua


Overthinking ini bisa menimpa siapa saja: orang tua, gen-Z, pejabat, pensiunan, rakyat jelata, pemuka agama, bahkan mereka yang pura-pura baik-baik saja.

*

Beberapa hari ini saya sedang membaca ulang buku Dale Carnegie yang berjudul Bagaimana Menghilangkan Cemas dan Memulai Hidup baru. Ini buku lama.

Baca Lebih Lanjut

Mengapa Ada Orang Membaca Buku yang Sama Lebih dari Sekali?


Pagi ini, sebelum memulai aktivitas rutin, saya membaca ulang buku Atomic Habits karya James Clear untuk kedua kalinya. Satu bab sudah saya baca. Saya akan melanjutkan membaca lagi ketika ada waktu senggang di sela-sela  pekerjaan utama saya.

Satu pertanyaan muncul, “Mengapa ada orang membaca buku yang sama lebih dari sekali?” Saya langsung ingat pada masa kecil saya. Bapak–penjual majalah bekas di kampung kami–memiliki buku Dale Carnegie yang berjudul Bagaimana Menghilangkan Cemas & Memulai Hidup Baru? Kondisi buku itu lumayan tua. Kertasnya sudah menguning dan sampulnya telah menua. Buku itu selalu ada di meja utama sambil menunggui pembeli majalah datang. Saya tidak tahu sudah berapa kali Bapak membaca buku itu. Bahkan ketika ia pindah ke Jakarta, tak ketinggalan, buku itu dibawanya pula.

Baca Lebih Lanjut

Obituari Arif Budiono: Hari Terakhir Pertemuan Kita


Setelah seharian rapat, mestinya Pak Arif Budiono ini menginap satu kamar dengan saya malam itu. Namun, ia meminta izin kepada Ibu Kepala Kantor untuk tidak mengikuti rapat besok. Ia harus ke Rumah Sakit Harapan Kita petang itu juga untuk mempersiapkan tindakan operasi jantung pada keesokan harinya. Ini menjadi pertemuan terakhir kami dengannya.

Jumat itu, Pak Arif dioperasi dan langsung tidak sadarkan diri pascaoperasi. Kami—pegawai KPP Badan dan Orang Asing—tidak diperkenankan melihat langsung kondisinya karena Pak Arif Budiono masih berada di ruang ICU.

Baca Lebih Banyak

Peanut Butter Manifesto


Majalah internal baru sebatas terbit, belum menjadi media yang dinanti-nanti oleh pembacanya.

Kecanggihan teknologi membuat semakin banyak kantor pelayanan pajak (KPP) memproduksi majalah internal. Kecanggihan itu tecermin pada mudahnya penyebaran majalah kepada 45 ribu pegawai DJP melalui aplikasi surat Nadine. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan pada lima tahun sebelumnya.

Dulu, majalah harus dicetak dan dipublikasikan secara fisik yang memunculkan biaya tinggi. Pencetakan bisa memakan biaya 20—30% dari keseluruhan ongkos produksi. Menurut Will Lubaroff dari walsworth.com, biaya pendistribusian bisa menghabiskan setengah dari total biaya produksi majalah.

Baca Lebih Lanjut

Tak Banyak yang Tahu Akar Sejarah Hari Ibu


Hari ini adalah Hari Ibu. Hari Ibu yang ke-95.

Kalau kita mengilas balik, pada tanggal 22-25 Desember 1928 terselenggaralah Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta. Kongres ini bertujuan untuk mempersatukan organisasi-organisasi perempuan dalam satu wadah.

Kemudian pada Kongres Perempuan ke III di Bandung pada tahun 1938, tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu. Hari yang dijadikan tonggak perjuangan kaum wanita Indonesia secara terorganisasi untuk bersama-sama dengan kaum pria berjuang mencapai kemerdekaan Indonesia.

Baca juga:  Sinopsis Buku Sindrom Kursi Belakang

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959, Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Nasional. Ini berarti di setiap tanggal itu, tidak hanya kaum perempuan, seluruh masyarakat Indonesia, baik di dalam ataupun di luar negeri, memperingatinya.

Nuansa dari Keputusan Presiden itu adalah Hari Ibu sebagai hari kebangkitan dan perjuangan wanita yang tidak terpisahkan dari kebangkitan dan perjuangan bangsa. Api semangat dalam perayaan Hari Ibu adalah semangat perjuangan.

Ini yang tidak bisa dinafikan karena di tahun-tahun itu, kemerdekaan bangsa Indonesia baru berumur empat belas tahun. Masih terasa gelora perjuangan untuk memerdekakan dirinya sebagai bangsa yang bebas, lepas dari belenggu penjajahan, dan berperang dengan para penjajah yang ingin menginjak kembali tanah jajahannya.

Baca: Daftar Isi Buku Sindrom Kursi Belakang

Hari ini adalah hari ibu. Hari Ibu yang ke-95.

Kini, kita sudah 78 tahun merdeka. Nuansa peringatan Hari Ibu telah berubah karena zaman yang telah berubah pula. Nuansa Hari Ibu pada saat ini yang terasa menyolok adalah semangat untuk lebih berperan dan mandiri. Tidak masalah, karena di setiap zaman ada orangnya dan di setiap orang ada masanya.

Namun, ada yang tidak berubah dari dulu sampai sekarang. Bahwa perempuan Indonesia adalah mereka yang pantang menyerah, tidak lepas dari kodratinya sebagai madrasah utama buat anak-anak, cerdas intelektual, cerdas emosional, dan cerdas iman. Tak bisa dilepaskan pula dari kelembutan dan keindahan.

Ya, kini para perempuan Indonesia adalah mereka yang bersuara, mereka yang berdaya dan berkarya, mereka yang peduli dan berkontribusi.

Terima kasih telah menjadi perempuan Indonesia. Terima kasih telah menjadi istri yang senantiasa mendorong dan menemani. Terima kasih telah menjadi ibu sepenuh jiwa buat anak-anak. Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik dalam pekerjaan dan perjalanan.

Hari ini adalah Hari Ibu. Hari Ibu yang ke-95.

Selamat Hari Ibu.

***

Artikel ini dibuat dan dibacakan pada saat peringatan Hari Ibu ke-95 di Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing

Gambar milik IKANAS STAN dan dibuat oleh Nindya Sylviana W. @nindyasylviana

Sumber referensi: Mimbar Jatim, Majalah Bulanan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur Edisi 6 Tahun 1997

Memesan buku Sindrom Kursi Belakang di tautan berikut: https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi.

Negara Arab Diam Saja


Pembakar Masjid Al-Aqsha saat ditangkap. Ia dibebaskan oleh mahkamah israel karena dianggap sinting.

Saya sedih melihat video pembantaian itu terjadi. Sekolah diledakkan oleh tank dan puluhan nyawa murid sekolah melayang. Tubuh-tubuh kecil itu hancur berserakan dan lantai penuh darah (18 November 2023).

Platform Telegram menyajikan video itu seketika dalam kesempatan pertama dan mempertontonkan kebiadaban israel kepada dunia. Platform ini menjadi sarana pejuang Hamas untuk menyiarkan segala kejahatan terhadap kemanusiaan itu.

Baca Lebih Banyak

Kutulis Nyawamu, Senyawa Nyawaku: Reviu Buku Sindrom Kursi Belakang


Sudah dua pekan lamanya saya di kantor baru, tenggelam dalam pekerjaan yang menumpuk, dan bungah dengan rendezvous setiap malam.

Pun, baru pada kesempatan ini saya bisa membarui blog saya. Untuk kali ini saya ingin membagi salah satu reviu singkat buku Sindrom Kursi Belakang. Reviu ini dibuat oleh sahabat saya pelahap buku yang setia membaca buku-buku saya: Sigit Raharjo.

Baca Lebih Lanjut