Pernak-Pernik Persiapan Kuliah Mandiri di Jerman


Pada Ramadan 1445 ini, jagat pemberitaan Indonesia dihebohkan dengan adanya kasus perdagangan manusia berkedok pengiriman mahasiswa magang ke Jerman. Kebetulan juga di saat yang bersamaan, beberapa kawan menanyakan soal bagaimana caranya menempuh pendidikan S1 di Jerman. Bertahun-tahun lampau, saya pernah diminta untuk menuliskan hal ini. Namun, baru sekarang saya bisa memenuhinya.

Seperti diketahui, anak kedua saya—Muhammad Yahya Ayyasy Almanfaluthi—saat ini sedang menempuh pendidikan strata satu di Jerman. Tepatnya di Technische Universitat Berlin di Berlin, Jerman. Sudah tiga tahun Ayyasy di Jerman dan sudah dua Ramadan ini ia pulang untuk bisa berlebaran di tanah air.

Sekolah di Jerman itu gratis dan Ayyasy tidak mengambil beasiswa untuk menempuh pendidikan di sana. Jadi tinggal kitanya saja sebagai orang tua menyiapkan dana untuk keperluan biaya hidupnya selama di Jerman. Awalnya bagaimana bisa sampai ke Jerman? Kita harus kembali ke tahun 2019. Jadi begini ceritanya.

Baca:  Sinopsis Buku Sindrom Kursi Belakang
Baca: Daftar Isi Buku Sindrom Kursi Belakang

Turki atau Jerman?

Ayyasy bersekolah di SMAIT Al-Kahfi Cigombong, Bogor. Sekolahnya itu pernah dikunjungi lembaga pendidikan yang biasa mengirimkan mahasiswa untuk berkampus di Jerman, Perancis, dan Turki. Namanya Exzellenz Institute. Pada 2019, di hadapan para orang tua siswa, lembaga itu mempresentasikan pembelajaran di tiga negara itu.

Saya menawarkan kepada Ayyasy apakah ia mau belajar ke luar negeri atau tidak. Ayyasy mau dan ia ingin belajar ke Turki. Soal pilihan negaranya itu saya berpendapat lain. Kalau Turki tanggung. Kenapa tidak belajar ke Jerman, sumber ilmu tekniknya langsung?

Supaya ia mendapatkan pencerahan dan informasi yang tepat, saya meminta Ayyasy bertanya soal Jerman langsung ke lembaganya. Ditemani uminya, Ayyasy datang ke kantor pusat lembaga itu di Depok. Dari sanalah Ayyasy kemudian lebih berketetapan hati untuk menuntut ilmu di Jerman.

Baca: Kata Pengantar Buku Sindrom Kursi Belakang, Buah dari Surga Kecil
Baca: Puluhan Testimoni Sindrom Kursi Belakang

Belajar Daring

Tahun 2020 merupakan tahun kelulusan Ayyasy. Pada Mei 2020, Ayyasy mulai belajar di Exzellenz Institute. Karena pandemi, pembelajaran dilaksanakan secara daring. Dalam suasana normal, mereka biasanya belajar secara langsung di kantor Exzellenz.

Ada dua pelajaran yang didril, yaitu bahasa Jerman dan Matematika. Pembelajaran bahasa Jerman ini untuk mendapatkan sertifikat bahasa B1 atau B2 dari Goethe Institute. Selama enam bulan Ayyasy belajar di sana dan ada try out internal untuk melihat dan mengevaluasi pembelajaran. Selain itu Ayyasy juga belajar mandiri di rumah dengan mendatangkan pengajar untuk mengintensifkan pelajaran matematika selama enam pertemuan.

Pada November 2020, Exzellenz mengirimkan siswa-siswanya ke Surabaya untuk mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh Goethe Institute. Hasilnya bisa diketahui pada dua pekan kemudian. Ayyasy lulus dan mendapatkan sertifikat B1. Sertifikat ini jadi modal untuk mendapatkan visa ke Jerman. Sampai di sini jalan belajar ke Bundesrepublik Deutschland semakin terang.

Exzellenz mulai mengurus visa anak didiknya pada Januari 2021. Ayyasy bersama teman-temannya mengantre di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Jerman untuk mendapatkan visa. Kedatangan ke kedubes itu pun setelah mendapatkan jadwal yang ditetapkan sebelumnya. Pandemi menyebabkan pembatasan kunjungan ke kedubes.

 

Belajar di Hochschule Anhalt

Tanggal pemberangkatan sudah ditentukan yaitu pada 23 Februari 2021. Sebelum itu Ayyasy PCR terlebih dahulu dan hasilnya negatif Covid-19.

Di hari keberangkatan, Ayyasy bersama tiga orang teman lainnya menggunakan pesawat dari Maskapai Qatar Airways menuju Berlin dengan transit selama 8 jam di Doha, Qatar. Setiba di bandara Berlin Bradenburg, mereka harus dites Covid-19 lagi. Mereka pun harus menjalankan karantina mandiri selama seminggu setibanya di Kothen nanti. Dari Berlin, rombongan itu menggunakan kereta api menuju Kothen. Ini memakan waktu tiga jam perjalanan.

Kothen itu tempat Hochschule (HS) Anhalt berada. HS Anhalt ini merupakan universitas yang menyediakan matrikulasi selama dua semester yang harus dijalani oleh Ayyasy dan teman-temannya. Jadi, mahasiswa asing selain Eropa harus menjalani persiapan selama setahun sebelum masuk ke universitas pilihan.

Mengapa HS Anhalt? Sebenarnya HS banyak di Jerman. Namun, HS Anhalt dipilih karena Exzellenz sudah menjalin hubungan dengan HS Anhalt selama bertahun-tahun.

Di Anhalt, Ayyash harus lulus beberapa mata pelajaran seperti matematika, fisika, kimia, dan bahasa Jerman. Untuk lulus HS Anhalt ini butuh perjuangan yang tak mudah dari Ayyasy. Alhamdulillah, Ayyasy menjalani penyetaraan selama dua semester itu tepat waktu. Pembelajaran di HS Anhalt berakhir pada Januari 2022. Waktu itu umur Ayyasy sudah 19 tahun.

Karena Ayyasy mendaftar jurusan pilihan pada sommer semester, maka hanya sedikit universitas yang membuka pendaftaran. Ayyasy harus langsung mendaftar pada sommer semester supaya menghemat waktu. Jurusan pilihan Ayyasy adalah kedirgantaraan. Dan jurusan itu ada di Teknik Transportasi Publik di Technische Universität Berlin (TUB). Ayyasy membayar biaya pendaftaran sebesar 75 Euro. Selain itu Ayyasy juga mendaftar di Hochschule für Technik und Wirtschaft (HTW) Berlin. Pendaftarannya gratis.  HTW ini seperti politeknik yang lebih mengutamakan pembelajarannya pada praktik daripada teori.

Kedua universitas itu hanya melakukan seleksi nilai saja. Ayyasy diterima di kedua universitas itu dan Ayyasy lebih memilih berkuliah di TUB.

Kampus HS Anhalt di Kothen.

Kuliah di Technische Universität Berlin

Ayyasy mulai menjalani perkuliahan di UTB pada April 2022. Ayyasy harus pindah kota dari kota kecil dan sepi di Kothen ke kota besar seperti Berlin.

Alhamdulillah, sampai Februari 2024 ini, Ayyasy telah mengarungi empat semester perkuliahan. Masih ada empat semester lagi. Lagi-lagi tidak mudah menjalani perkuliahan di sana yang budaya perkuliahannya beda sekali dengan di Indonesia. Kalau dari informasi Ayyasy, mahasiswa bisa saja tidak mengikuti perkuliahan dan dianggap lulus suatu mata kuliah asalkan lulus ujiannya.

Banyak pengalaman yang didapat Ayyasy selama tiga tahun di sana, seperti menjadi kasir di IKEA ataupun antre untuk mengambil barang jastip. Saya selalu memberikan motivasi kepadanya supaya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya di negeri orang. Mumpung di Jerman, kuasai dengan baik bahasanya dan perluas jaringan dengan mahasiswa asli maupun internasional lainnya.

Syukurnya, kita hidup pada abad kecanggihan teknologi yang berbeda 180 derajat seperti pada saat saya mengikuti perkuliahan di STAN pada tahun 94-97. Pada saat itu berkomunikasi via telepon harus antre di telepon umum dan biayanya pun mahal. Sekarang bisa berkomunikasi setiap saat, dengan kualitas video dan suara yang mumpuni, dan biaya yang murah, hanya mengandalkan kuota.

Ketika saya menanyakan kepada Ayyasy tentang kiatnya dapat bertahan hidup di negeri orang dan menjalani perkuliahan di Jerman, Ayyasy memberikan tipnya. Pertama, menjalin komunikasi dan belajar dengan kakak kelas dari Indonesia. Kedua, beribadah dengan tekun sebagai modal ruhiyah. Ketiga, jangan banyak jajan untuk penghematan karena setengah biaya hidup bulanan adalah untuk sewa apartemen. Cara ketiga ini membuat Ayyasy bisa pulang dalam dua Ramadan terakhir.

Ruang perkuliahan di TUB.

Persiapan Biaya

Soal biaya banyak sekali ditanyakan dan memang harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin. Saya tidak spesifik menyebut angkanya di sini. Namun, orang tua perlu menyiapkan biaya pendaftaran untuk bisa belajar di lembaga pendidikan tersebut. Ini dalam rupiah. Kemudian biaya pendidikan (kursus) dalam Euro untuk menjalani pembelajaran di Exzellenz.

Persiapkan juga biaya hidup dalam Euro selama setahun di Jerman. Dana tersebut ditransfer ke sebuah lembaga Jerman yang menyimpan dana itu dan lembaga tadi akan mengirim uang secara reguler kepada mahasiswa yang belajar. Nanti kalau sudah dapat student visa, biaya hidup setahun bisa ditransfer langsung ke sang anak tanpa melalui perantara lembaga di Jerman itu.

Orang tua juga perlu menyiapkan dana supaya anak dapat mengikuti matrikulasi di HS. Jadi ada empat titik pendanaan yang perlu disiapkan oleh orang tua. Sebenarnya bisa saja semua dilakukan secara mandiri dan tentunya biayanya lebih murah daripada semuanya diurus oleh lembaga pendidikan. Namun, akan selalu ada pertukaran (trade off) yang tidak bisa dimungkiri.

Ála kulli hal, ini adalah ikhtiar. Hasilnya diserahkan kepada Allah Swt.  Tak henti-hentinya kami sebagai orang tua meminta perlindungan kepada-Nya dan semoga semuanya dimudahkan, baik untuk kami yang ada di tanah air maupun untuk yang di Jerman.

Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim ini menjadi pengingat kita semua: “Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”

Semoga informasi ini bermanfaat.

***
Riza Almanfaluthi
29 Maret 2023
Gambar TUB dari shiksha.com
Gambar HS Anhalt dari solarworksplatform.org
Memesan buku Sindrom Kursi Belakang di tautan berikut: https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi.

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.