Pajak atas Medali dan Bonus Atlet


Republika Online memberitakan timnas sepak bola Indonesia memimpin kirab juara kontingen SEA Games 2023, di Jakarta, Jumat (19/5/2023).

Ini layak karena sebelumnya mereka menang melawan tim Thailand dalam ajang final sepak bola SEA Games 2023 di National Olympic Stadium, Phnom Penh, Kamboja, pada 16 Mei 2023. Skor 5-2 untuk Indonesia.

Indonesia patut berbangga karena raihan medali ini menjadi penantian selama 32 tahun di ajang yang sama. Terakhir, Indonesia meraih medali emas pada SEA Games di Filipina. Lawannya sama, Thailand juga. Warganet memuji-muji penampilan tim Indonesia di media sosial.

Namun, terselip pertanyaan warganet di sana. Rata-rata mereka mempertanyakan, apakah medali emas yang mereka raih itu akan dikenakan pajak setibanya di Indonesia. Pertanyaan warganet ini berkaca pada kasus viral sebelumnya.

Ketika Fatimah Zahratunnisa mendapatkan piala dari kompetisi menyanyi di Jepang, ia sempat diminta membayar pajak oleh petugas Bea Cukai sebesar Rp 4 juta ketika piala yang dikirim dari Jepang itu sampai di Tanah Air.

Pertanyaan warganet soal pajak atas medali emas yang diterima atlet sepak bola SEA Games 2023 ini perlu dijawab. Apalagi, di tengah kabar Presiden Joko Widodo berjanji akan memberikan bonus kepada tim nasional peraih medali emas SEA Games 2023.

Tak lama setelah niat baik itu, terdengar kabar Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menganggarkan bonus atlet peraih medali di SEA Games 2023 sebesar Rp 275 miliar. Tak hanya buat atlet, pelatih dan asisten pelatih akan mendapatkan bonus itu.

Pada dasarnya, medali yang diterima atlet merupakan natura dan menjadi objek pajak penghasilan. Namun, mekanismenya tidak melalui pemotongan pajak oleh pihak lain.

Penerima medali atau atlet penerima medali emas menghitung sendiri pajak atas emas yang diterimanya dan melaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan. Sedangkan atas bonus yang diterima atlet, sudah barang tentu nyata-nyata menjadi objek pajak penghasilan.

Pajak atas bonus itu bisa saja ditanggung pemberi bonus sehingga atlet menerima bonus yang dijanjikan secara utuh. Bisa jadi, atlet harus dipotong pajaknya saat pemberi bonus tak menanggung pajak tersebut. Bonus yang diterima atlet sudah bersih dan telah dipotong pajak.

Tarif yang dikenakan atas bonus tersebut sebesar tarif Pasal 17 UU Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Medali dan bonus menjadi penghasilan yang berarti dalam hukum positif Indonesia adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak, baik dari Indonesia maupun luar negeri, yang dapat dipakai buat konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Sampai di sini kemudian timbul pandangan dari warganet seolah-olah negara tidak memiliki perhatian terhadap atlet atau pembinaan olahraga.

 

Berkaca pada negara lain

Sampai saat ini, Indonesia masih belum memiliki pengaturan khusus pembebasan pajak terhadap hadiah atau penghargaan yang diterima oleh atlet Indonesia, atas perjuangan mereka mengharumkan nama bangsa.

Kalau kita berkaca pada negara lain, Amerika Serikat telah memiliki UU semacam ini.

Pada 2016, Presiden Barack Obama menandatangani UU yang membebaskan atlet dari pajak atas medali dan uang yang mereka terima di acara olahraga internasional.

Ada pasal pengecualian. UU tersebut tetap mengenakan pajak kepada atlet yang memiliki penghasilan kotor lebih dari 1 juta dolar AS dalam setahun.

Filipina pun membebaskan pajak atas hadiah yang diterima atlet. Awalnya dipicu raihan emas yang direbut atlet angkat besi putri Hidilyn Diaz pada Olimpiade 2020. Itu emas pertama Filipina setelah hampir seratus tahun keikutsertaan negara itu di ajang olahraga terbesar di dunia.

Namun, bukan berarti Indonesia abai dengan soal pemberian penghargaan kepada para atlet. Pasal 86 UU Nomor 5 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional menyatakan, setiap pelaku, organisasi, lembaga pemerintah/swasta, dan perseorangan yang berprestasi dan berjasa dalam memajukan olahraga diberikan penghargaan.

Sudah pasti, atlet termasuk dalam kategori ini.

Negara hadir dalam bentuk pemberian fasilitas berupa pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan olahraga. Syaratnya impor itu dilakukan oleh induk organisasi olahraga nasional.

Selain itu, pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi olahraga, organisasi lain, atau perseorangan dapat menjadi pemberi penghargaan ini dalam bentuk pemberian kemudahan, kesejahteraan, jaminan hari tua, beasiswa, asuransi, kewarganegaraan, pekerjaan, warga kehormatan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, atau penghargaan lainnya.

Termasuk bonus. Tak terkecuali insentif pajak untuk dunia olahraga seperti sumbangan pembinaan olahraga. Sumbangan yang diberikan oleh wajib pajak dalam negeri untuk pembinaan olahraga seperti hadiah yang diberikan kepada atlet, dapat menjadi biaya yang dapat dikurangkan dari besaran penghasilan bruto.

 

Profesional versus amatir

Tuntutan bebas pajak atas pemberian bonus yang diterima atlet membelah warganet menjadi dua. Di satu sisi, yang menyetujui pembebasan pajak berpijak pada argumentasi bahwa para atlet telah berjuang dan menegakkan muruah bangsa.

Semua itu patut diapresiasi. Apalagi, mereka telah menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk berlatih di pelatnas dan mengikuti banyak turnamen.

Di sisi lain, pembebasan pajak atas bonus atau natura yang diterima atlet tidak mengedepankan netralitas pajak sebagai hukum positif yang telah disepakati antara rakyat dan wakil rakyat (Anggrainy, 2021). Pajak tidak boleh memihak suatu golongan.

Ditambah memang ada sebagian olahraga yang berfokus pada profesionalitas. Di sini atlet berburu hadiah turnamen dan lepas dari pembinaan negara. Negara kokoh memungut pajak untuk kalangan atlet demikian.

Sayangnya, kebanyakan olahraga di Indonesia masih bersifat amatir dan membutuhkan bantuan negara dalam pembinaannya. Di sinilah negara kemudian harus memilih peran pajak yang akan dijalankan.

Memfungsikan pajak sebagai pengatur dalam hal ini pajak digunakan untuk memberikan pengecualian dari pengenaannya. Atau menjalankan fungsi anggarannya dan pajak semata untuk mengumpulkan penerimaan negara sebanyak-banyaknya.

Masing-masing memiliki konsekuensi. Tentunya harus memperhatikan situasi dan kondisi makro yang ada apabila ingin menerapkan fungsi pajak sebagai pengatur dengan membebaskan pajak atas penghasilan yang diterima atlet.

Sekaligus membuat atlet mendapatkan kepastian setelah kirab juara itu usai. Mereka sebenar-benarnya pahlawan, mengharumkan nama bangsa melalui olahraga dan berkontribusi dalam pembangunan melalui pajak.

**

Artikel di atas ditulis untuk Republika Online dan telah dimuat di tautan berikut: https://www.republika.id/posts/41090/pajak-atas-medali-dan-bonus-atlet

 

***

Riza Almanfaluthi
Foto milik Republika

Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.