Kesukaan Kinan Fathiya terhadap buku begitu menggelora. Tak ada di tangannya kecuali buku saat ia berada di rumah. Anak bungsu saya yang duduk di bangku kelas dua sekolah dasar ini memang gemar membaca. Ia selalu meminta hadiah buku ketika saya pulang ke rumah dari bekerja di luar kota.
Membawanya ke toko ataupun pameran buku menjadi agenda bulanan buat kami berdua. Aroma buku yang menguar di toko buku senantiasa membangkitkan hasratnya untuk memiliki buku sebanyak-banyaknya. Ah Kinan, kau memang seperti ayahmu.
Ini seperti melihat diri saya sendiri. Sedari kecil saya tumbuh di lingkungan keluarga yang suka membaca. Ini didukung dengan profesi bapak saya sebagai pedagang majalah bekas di rumah. Sebelah rumah saya pun toko buku. Sepulang sekolah saya sering mampir membantu di toko itu sekalian membaca-baca buku apa saja yang ada di sana.
Melihat kebiasaan Kinan seperti itu, maka mana ada orang tua yang tidak gembira, tak terkecuali saya. Karena membaca adalah jendela dunia dan salah satu cara untuk bisa mendapatkan ilmu pengetahuan. Lengkap ditambah dengan keberadaan satu lemari besar penuh berisi buku-buku koleksi saya, mulai dari buku bergenre agama sampai dengan kultur pop.
Saya tak memaksakan dia untuk membaca buku dengan tema-tema berat. Buku-buku kisah yang ditulis anak sebayanya menjadi favoritnya. Dan buku yang dibeli dari toko buku itu habis dibacanya dengan cepat sekali. Setelah itu ia akan beralih melirik koleksi perpustakaan saya.
Yang terpenting, Kinan juga mampu membaca Alquran dengan lancar dan menghafalnya. Alquran adalah teks tunggal sebagai awal dari budaya membaca. Seiring dengan itu berkembang budaya menulis. Budaya literasi inilah yang menjadikan peradaban Islam sebagai peradaban unggul yang ada di muka bumi ini.
Dari membaca itulah Kinan mulai menulis. Seringkali puisi. Suatu saat kakaknya yang pertama membaca puisi itu dan mengirimkannya ke majalah Ummi. Alhamdulillah dimuat. Sebuah tas berwarna biru sebagai hadiah atas pemuatan itu dikirimkan kepada Kinan. Kinan senang sekali dan bertambah semangat untuk berliterasi.
Buku mampu mengalihkan perhatian Kinan dari menonton televisi yang acapkali program siarannya tidak mendidik dan sesuai dengan umur Kinan. Pun, dari buku itulah Kinan mampu menasehati kakak-kakaknya ketika sang kakak lupa menutup kran air atau tidak mematikan lampu kamar saat tidur. “Kok Kinan tahu?” tanya saya. “Dari buku-lah Bi.” tegasnya.
Yang perlu dijaga dari kebiasaan membaca ini dan seringkali saya turun tangan untuk mengingatkannya adalah agar ia tidak membaca sambil tidur-tiduran atau membaca dengan sumber penerangan yang kecil. Semata agar matanya tidak menjadi rusak lebih dini.
Sabtu lalu sebelum saya berangkat merantau kembali, tepat di tanggal 23 April yang dicanangkan oleh Badan Khusus PBB UNESCO sebagai Hari Buku dan Hak Cipta Dunia, saya menghadiahkan satu buku lagi kepada Kinan. Seketika matanya menjelma matahari. Bersinarlah dengan ilmu, Nak. Jadilah anak literasi. Anak peradaban.
***
Riza Almanfaluthi
Penulis dan ASN Kementerian Keuangan
Tulisan di atas telah dimuat di rubrik Kolom Ayah Majalah Ummi Bulan Juli 2016 dengan berbagai penyuntingan.