CRING
Kalau di surga, Adam jika menginginkan sesuatu maka ia tinggal bilang lalu “cring”. Segalanya sudah ada di hadapannya. Sungguh kenikmatan yang tiada tara. Dalam kesendiriannya naluri sebagai seorang manusia menghendaki adanya seorang teman. Lalu diciptakanlah Hawa dari tulang rusuknya. Maka kenikmatan apa lagi yang dapat menandingi kenikmatan yang mereka miliki? Sampai terjerumus oleh Iblis dengan memakan buah terlarang. Kenikmatan dua manusia pertama itu dicabut dan mereka berdua turun ke bumi. Satu postulat yang pasti: setiap satu dosa tercipta akan mengurangi banyak kenikmatan.
Di bumi, walaupun tidak sedahsyat surga, tetapi jika Adam menginginkan buah ia masih tinggal memetiknya dari pohon. Keturunannya sudah semakin banyak. Dengan sebuah pelajaran yang teramat berharga—terusirnya mereka dari surga—lalu membuat anak keturunan Adam tidak berbuat dosa? Dosa-dosa pun tercipta. Lalu mereka tak bisa memetik buah dari pohon, mereka harus menanamnya mulai dari biji-biji yang mereka dapatkan. Ada upaya keras tercipta untuk mendapatkan sebuah kenikmatan. Satu postulat yang pasti: setiap satu dosa tercatat akan mengurangi banyak kenikmatan.
Dosa-dosa selanjutnya membuat manusia semakin sukar mendapatkan apa yang diinginkannya hingga untuk mendapatkan kebutuhan yang paling pokokpun mereka harus memiliki sesuatu yang berharga untuk bisa ditukar. Sistem barter pun mulai berjalan. Satu postulat yang pasti: setiap satu dosa tercatat akan mengurangi banyak kenikmatan.
Lalu apa yang membuat antagonis dari postulat tersebut? Hingga sebabkan satu “something” itu dilakukan maka akan menambah banyak kenikmatan yang lain. Istighfar. Ya Istighfar. Istighfar itu dekat dengan kenikmatan. Dekat dengan surga. Istighfar itu sebuah pengakuan kelemahan diri akan sebuah dosa yang dilakukan, dan berharap kepada Sang Pemilik Ampunan agar menghilangkan bintik-bintik dosa di sekujur tubuh yang memberatkan sisi timbangan amal sebelah kiri.
Duhai…manusia, janji Allah yang tersebut dalam Surat Hud ayat 3 sudah menjadi sebuah keniscayaan. “dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus).”
Apalagi janji Rasulullah yang tak pernah teringkari: “Barang siapa yang melazimkan istighfar, Allah akan menjadikan dari setiap kesedihan kelonggaran, dan dari setiap kesempitan jalan keluar dan memberi rizki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Sunan Ibnu Majah 3809).
Sudahlah, hapus segala galaumu dengan istighfar. Longgarkan jalanan macet dengan istighfar. Commuter Line tidaklah manusiawi hingga tak tahu lagi kemana kaki berpijak dan tangan yang tergantung, luaskan semua itu dengan istighfar. Tak percaya? Lakukan saja.
Dalam sebuah perjalanan. seorang ustadz bertemu dengan muridnya yang pengangguran di sebuah musholla. Sang Ustadz lagi banyak rezeki, maka ia pun membagi barang satu lembar kertas merah bergambar Soekarno Hatta kepada Sang Murid. Lalu mereka shalat bersama jama’ah yang lain. Setelah salam Sang Murid menghampiri Sang Guru, mencium tangannya kembali dan berkata, “Ya Ustadz seharian saya mencari pekerjaan tapi tak dapat juga. Dan akhirnya saya singgah ke musholla ini. Saya mulanya tak tahu akan makan apa hari ini karena tak dapat uang sepeserpun. Saya teringat pesan Ustadz untuk senantiasa beristighfar, maka saya pun beristighfar. Banyak. Terus menerus. Sampai Ustadz datang dan menyerahkan uang 100.000 an itu. Subhanallah Ustadz. Jazaakallah. Allah maha menepati janji.”
Tidak ada manusia yang tak luput dari dosa. Maka ia pun selayaknya untuk selalu beristighfar. Pun karena Allah mencintai orang-orang yang senantiasa beristighfar dan bertaubat. Allah gembira dengan orang yang bertaubat melebihi kegembiraan seorang musafir di tengah gurun pasir yang terik di saat menemukan kembali ontanya yang hilang.
Kalau saja nabi Yunus tidaklah mengucapkan doa ini niscaya ia akan selamanya terkurung dalam kegelapan perut ikan yang besar. Pada akhirnya Nabi Yunus terbebas dari kesempitan yang akan membuatnya mati.
Semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa beristighfar dan bertaubat di sisa-sisa terakhir ramadhan. Setelahnya pun demikian. Selamanya. Hingga nafas terakhir kita. Ingat pulalah yang satu ini: Satu dosa menghancurkan kenikmatan, satu istighfar akan mendatangkan kenikmatan. Kita berharap kelak akan bisa seperti Adam dulu, di surganya Allah, dengan sebuah “cring…” Segalanya ada.
***
Riza Almanfaluthi
29 Juli 2013
dari sebuah ceramah yang diremark