M A S T A R A
Namanya Pak Mastara. Ia adalah guru SD saya sewaktu menuntut ilmu di SD Negeri Pendowo V, Jatibarang, Indramayu, puluhan tahun lampau. Pada masa muda, dalam pandangan saya, ia ganteng seperti Obbie Mesakh. Ia menikahi teman sejawatnya yang cantik, namanya Ibu Dahlia, guru saya juga.
Tubuhnya atletis. Maklum ia adalah guru olahraga. Orangnya baik. Jarang atau bahkan tak pernah marah. Tulisan latinnya bagus banget. Bisa dilihat pada raport SD saya yang sekarang masih terdokumentasikan dengan baik. Dia juga wali kelas kami di kelas VI.
Yang saya ingat betul darinya adalah ia yang mendampingi saya untuk setiap lomba. Terutama lomba baca puisi. Atau sewaktu ada acara 17 Agustusan. Dia yang buat puisinya lalu saya yang membacakannya di malam acara puncak HUT RI. Satu hal yang saya menyesal dan tak akan pernah lupa dari ingatan saya sampai sekarang dan nanti adalah saat saya lalai atas permintaannya.
“Jangan lupa bacakan siapa pencipta puisi itu,” ingatnya sambil menyerahkan teks puisinya.
“Iya Pak,“ jawab saya.
Tapi apa lacur, panggung memberikan aura gugupnya pada saya. Demam panggung pun melanda. Saya cuma membaca judulnya saja. Tak ada nama Mastara—sebagai pencipta puisi itu—saya sebut setelahnya. Barulah saya sadar waktu setelah turun panggung ketika diingatkan olehnya. Tapi ia tidak marah.
Setelah dewasa saya baru paham apa pentingnya penyebutan namanya itu. Ini sama pentingnya saat nama pencipta lagu tertulis di layar televisi saat sebuah lagu dinyanyikan oleh Sang Penyanyi. Momen itu sampai sekarang masih saya ingat. Panggungnya. Tempatnya. Suasana riuhnya. Malamnya.
Yang masih saya ingat betul juga adalah pada saat ia memimpin pemanasan waktu jam olahraga. Terus waktu dia mengajar di kelas. Terus waktu dia memberikan les pada kami. Dia menyalin dari buku teks kecilnya. Terus ingat kalau ia pernah pakai jaket yang di belakangnya tertulis Prajabatan. Dan masih banyak lainnya yang saya ingin ceritakan sih sebenarnya. Cuma saya takut ada bagian-bagian yang tidak pas karena lupa.
Nah, waktu tadi malam (Senin, 14/01) sewaktu saya menunggu maghrib dan menunggu perjalanan KRL lancar kembali setelah Stasiun Pondok Cina diblokir para pedagang kaki lima dan mahasiswa, saya sedang ingat Anis Matta. Ada kaver buku Anis Matta yang menurut saya posenya persis pose Obbie Mesakh di sampul album lawasnya. Maka saya cari di Google. Nah ketika gambar Obbie Mesakh muncul saya pun langsung teringat sama Pak Mastara.
Sekarang kan zamannya facebook, mungkin Pak Mastara ikut gabung di sana. Maka saya ketik namanya di Google. Ada. Ada satu tautan yang mengarahkan saya pada blog SD Negeri 2 Jatibarang. Ada namanya juga di sana. Saya klik. Jreng…
Pak Mastara paling kiri. Klik untuk memperbesar. (Sumber gambar dari sini)
Awalnya saya tak langsung mengenalnya. Tapi lama-kelamaan akhirnya saya ngeh juga. Ya Allah…Pak Mastara, kurang lebih 25 tahun lamanya tak bertemu. Waktu sudah merubah semuanya. J Saya sampai pangling. Mungkin beliau juga tak mengenal saya kali kalau ketemu.
Ini blog sudah tak mutakhir lagi. Postingan terakhir tanggal 17 Juni 2009. Saya tak tahu apakah ia masih aktif mengajar di sana atau tidak. Ia menjabat sebagai bendahara sekolah pada saat itu. Dari blog lain yang saya lacak beliau juga sebagai panitia Pembangunan Masjid Komplek Perumahan Jatibarang Baru Indah tahun 2010. Ngomong-ngomong saya ucapkan terima kasih kepada pemilik blog ini yang sudah memberikan jalan pertama terikatnya silaturahim saya dengan beliau.
Dengan menuliskan ini saya cuma mau mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beliau. Saya doakan semoga beliau sehat-sehat saja dan semoga Allah memberikan yang terbaik atas jasa-jasanya sebagai guru yang telah mendidik saya dan teman-teman yang lain. Inilah amal yang tak akan pernah putus pahalanya.
Buat teman yang tahu keberadaan beliau, sampaikan salam hormat saya kepadanya. Salim. Semoga Allah mempertemukan kami di darat di suatu saat nanti. Amin.
**
Bangunan kotak adalah SD Negeri Pendowo I sampai dengan Pendowo V. Bagian sebelah kiri adalah Sungai Cimanuk, tempat saya main dan berenang di waktu kecil. Ada buayanya di sana. Sekarang buayanya pindah ke Android jadi Swampy di Game Where’s My Water? ^_^
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
15 Januari 2013
13:56
Tags: Mastara, SDN Jatibarang 2, SDN Pendowo I, SDN Pendowo V, Pendowo I, Pendowo V, Jatibarang, Indramayu, Swampy, Where’s My Water, Cimanuk, Sungai Cimanuk, SD Negeri Pendowo V, Dahlia, Anis Matta, Obbie Mesakh, Stasiun Pondok Cina, SD Negeri Pendowo I