Cabik
**
Aku diketuk-ketuk shubuh yang ringkih bau tanah, karena sebentar lagi mati dan menghilang. Tinggalkan pesan tak usah menanti. Katanya, “Halimun saja tak dinanti selalu datang.” Mengapa kau tak merindunya? Aku dicabik-cabik air dingin yang keras menikam karena benci berakhirnya malam. Tinggalkan jejak luka tak bisa tidur lagi. Katanya, “tinggalkan angan, pergi ke luar, berjalanlah.” Mengapa kau tak lakukan segera? Aku dikayuh-kayuh angin pagi yang sebentar lagi akan tertawa hangat. Tinggalkan biru berjubah bunglon. Katanya, “Ganti warna pekatnya, jangan itu saja,” Mengapa kau terdiam? Kali ini tak ada jawab karena aku senyap yang membisu dan sekarat.
***
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
seharusnya ridho rhoma tak perlu bernyanyi ‘menunggumu’
selesai 04.45 am 11 Mei 2011