Menemukan Fotomu yang Tertinggal di Saku Celana Panjangku


 

 

KITAB WARISAN NABI


KITAB WARISAN NABI

Jika Anda berkesempatan untuk ziarah ke makam Nabi Muhammad saw di Masjid Nabawi, Madinah, entah pada saat umrah ataupun di musim haji, maka saya berpesan kepada Anda untuk bisa mendapatkan buku bagus yang satu ini.

    Banyak sekali memang buku yang dibagikan secara gratis di sana oleh pengelola Masjid Nabawi. Sebagian besar buku itu diterbitkan dengan tema-tema mazhab resmi Kerajaan Saudi Arabia. Dan menurut saya buku inilah yang terbagus. Saya rekomendasikan kepada Anda buku yang berjudul Miiraatsun Nabiy: Bi Lughatil Indunaysiyah ini. Artinya:
Warisan Nabi: Dalam Bahasa Indonesia.

    Kitab itu ditulis oleh ‘Ubaid As-Sindi, diterjemahkan oleh Abu Yusuf, dengan penyunting Abu Sulaiman. Judul terjemahannya adalah Fadhailul A’mal Menurut Sunnah Nabi. Ya, memang buku ini merupakan kumpulan hadits-hadit Nabi Saw bertemakan fadhailul a’mal dengan derajat shahih, minimal hasan.

    Buku dengan jumlah halaman 104 ini terbagi dalam 149 subbab ringkas. Beberapa subbabnya adalah tentang pahala sakit, pahala minum air zam-zam, pahala sabar atas bencana walau sedikit, pahala penduduk madinah, pahala sedekah kepada suami dan kerabat, pahala sifat malu, dan masih banyak lagi yang lainnya.

    Jika bisa dikatakan kitab ini adalah miniatur dari Kitab Riyadhus Shalihin atau Kitab Targhib wa Tarhib Imam Al Mundzir. Kitab yang berisikan hadits-hadits anjuran dan larangan. Dan memang kitab tulisan Imam Nawawi adalah kitab yang harus ada dan menjadi bacaan di setiap rumah kaum Muslimin. Cuma bedanya, Kitab Warisan Nabi ini hanya bertemakan bab-bab anjuran (targhib), tidak ada tema tentang peringatan (tarhib). Maka jangan heran, tak akan ditemukan di sana kata-kata bid’ah itu sesat, sesat itu neraka seperti biasa terlontar.

Hadits-hadits yang ada di sana pun sudah diseleksi atau disaring dan diperas sedemikian rupa sehingga yang ada hanya hadits berderajat sebagaimana telah disebutkan di atas. Namun tetap saja ada kekurangan dari buku ini. Bukan pada isinya yang sudah jelas bagus-bagus itu, melainkan pada alat bantu yang seharusnya ada pada buku ini: daftar isi. Ketiadaannya memang menyulitkan buat pembaca dalam pencarian cepat hadits-hadits yang dikehendaki.

Di mana Anda bisa mendapatkannya? Saya lupa mencatat di pintu nomor berapa. Tetapi seingat saya mengaksesnya melalui pintu sisi kiri Masjid Nabawi. Ruangannya berada di lantai atas tepatnya di lantai tiga, naik via tangga dan bukan eskalator. Atau tanya saja kepada para penjaga masjid keberadaan maktabah. Ruangannya
sempit dan banyak buku serta cd audio dan video yang bertebaran di banyak meja yang ada di sana. Minta kepada penjaga perpustakaannya: miiratsun nabiy, insya Allah dikasih. Minta
yang banyak buat dibagikan di tanah air sebagai oleh-oleh.

Sekadar catatan, Masjid Nabawi itu ada tiga perpustakaan. Pertama Maktabah Masjid Nabawi yang berada di Babul Umar dan Babul Utsman, kedua: Maktabah Shauthiyah, dan ketiga: perpustakaan khusus untuk wanita yang berada di pintu nomor 24*). Nah, saya kurang mengetahui yang saya kunjungi itu perpustakaan yang pertama atau yang kedua. Jangan putus asa untuk mencari jika belum ketemu, pakai bahasa tarzan dengan bilang kepada penjaga masjid: Miiratsun Nabiy. Semoga ditunjukkan oleh Allah tempat itu.

 

***

*) Sedikit catatan diikutip dari blog: pustakakita.wordpress.com

Foto koleksi pribadi

 

Riza Almanfaluthi

@rizaalmanfaluth

12:17 23 Maret 2013    

diunggah pertama kali di http://Islamedia.web.id

    

KUBURAN BAGI PARA KECOA


01.02.2006 – KUBURAN BAGI PARA KECOA
(Hancurnya Lemari Kami)
Lemari buku yang terbuat dari partikel kayu itu sudah tidak bisa menahan berat isi di dalamnya. Betapa tidak ratusan judul buku kepunyaan saya, Haqi, dan Ayyasy semuanya dimasukkan jadi satu.
Tentu saja lemari yang saya beli sekitar dua tahun lalu itu tidak bisa memuat semuanya. Sedangkan masih banyak lagi buku yang tercecer di sekitar rumah. Di buffet kamar utama, di meja komputer, di ranjang, di atas televisi, dan dimana-mana.
Dan sepertinya saya sudah benar-benar putus asa dalam mengelola perpustakaan pribadi ini. Dulu saya pernah menyusunnya dengan rapih, membuat database , dan membuat penomoran, tapi usaha itu tidak dilanjutkan lagi karena semakin banyaknya jumlah buku yang saya beli.
Di tengah kesibukan saya pun, akhirnya buku-buku perpustakaan yang ada di lemari itu terabaikan begitu saja oleh saya. Jarang dibersihkan dan jarang ditata lagi supaya apik dipandang mata, tidak semrawut seperti sekarang ini.
Ternyata dengan ketidakteraturan dalam penataan perpustakaan ini menyebabkan saya harus berpikir dua kali untuk membeli buku. Nah, padahal banyak sekali buku yang ingin saya beli. Dan saya pun tidak ingin hanya karena itu hobbi berburu dan membaca buku terhalang karena masalah ini belaka.
Jadi sudah saatnya saya harus kembali menata buku-buku itu. Kembali menata dan memperbaiki lemari itu supaya tidak rusak parah. Pintunya yang sudah berteriak kencang kalau dibuka perlu diolesi dengan minyak agar tidak bunyi lagi. Baut penyangga papan pun harus di pasang kembali agar bisa menahan beban buku di atasnya. Papan triplek sebagai penutup bagian belakang lemari pun sudah jebol sehingga perlu dipaku kembali.
Bila tidak diperbaiki segera, saya khawatir rayap-rayap dengan mudahnya merusak harta benda saya itu. Sedangkan di saat sekarang para kecoa sudah beranak pinak di sana, bahkan kadang sampai menjadi bangkai kering dan lemari itu pun menjadi tempat yang cocok untuk kuburan para kecoa.
Dan yang penting saya harus mendisiplinkan diri saya dan seluruh penghuni rumah untuk tidak menaruh benda-benda selain buku di dalam lemari itu. Karena pada kenyataannya banyak sekali barang-barang yang tidak ada kaitannya dengan dunia membaca ada di sana. Seperti mainannya dua prajurit kecil, bahkan palu, gunting asyik saja bertengger.
Juga saya harus menyediakan tempat khusus buat buku-buku milik Haqi dan Ayyasy sehingga tidak tercampur dengan buku saya. Setidaknya dengan ini dapat mengurangi beban yang ada.
Nah, yang jadi masalah selanjutnya adalah bila setelah lemari itu diperbaiki, dan isinya ditata kembali, kemudian ternyata masih banyak buku yang tercecer di luar, apakah saya harus membeli lemari buku satu lagi? Sedangkan rumah saya yang sempit sudah penuh dengan banyak barang.
Belum lagi harga lemari barunya yang sekarang sudah pasti jauh sekali dengan harga dulu sebelum kenaikan bahan bakar minyak sebanyak tiga kali itu. Atau apakah perlu solusi untuk memperluas rumah? Wah, tambah mahal lagi biayanya, tahu sendiri kan harga bahan bangunan sekarang ini melonjak hampir lebih dari 50% dari harga semula. Atau dengan cara lain?
Setelah dipikir-pikir ternyata biaya yang dikeluarkan supaya lemari buku tidak hancur dan tidak dijadikan kuburan bagi para kecoa mahal juga. Tapi kembali pada niat semula menjadikan buku-buku saya sebagai warisan tak ternilai buat para prajurit kecil, maka harga yang dibayar pun sepertinya tidak seberapa. Betul begitu?
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
14:33 01 Februari 2006