Review Buku Sindrom Kursi Belakang: Tak Setetes Pun Air Mata


Beberapa waktu lalu, pembaca buku Sindrom Kursi Belakang sekaligus auditor dan senior saya di dunia perpajakan bernama Pak Ahmad Dahlan memberikan review, telaahan, dari hasil pembacaannya terhadap buku baru saya berjudul Sindrom Kursi Belakang. Saya meminta izin kepadanya untuk merekatkan telaahannya itu di blog saya ini. Alhamdulillaah diizinkan. Silakan dibaca dan semoga bisa bermanfaat.

**

“Dua jam perjalanan Bandung – Medan, dua jam pula saya berusaha sekuat kemampuan untuk tidak mengeluarkan air mata. Dan selama dua jam pula bendungan itu bobol. Begini rasanya meninggalkan anak istri tercinta.”

“Mereka (anak dan istri) menjadi bagian takdir dalam perjalanan saya di sana. Terutama di hari Ahad ketika hendak kembali bertugas ke Tapaktuan. Pada saat itu gravitasi bumi seolah-olah menjadi sepuluh kali lebih besar daripada biasanya. Berat sekali melangkah.”
Continue reading Review Buku Sindrom Kursi Belakang: Tak Setetes Pun Air Mata

RIHLAH RIZA #51: Surya Tenggelam



Surya tenggelam, ditelan kabut kelam

Senja nan muram, di hati remuk redam

Chrisye-Kala Sang Surya Tenggelam

Saya berangkat ke kantor jam tujuh pagi lalu mampir ke warung depan mes untuk membeli nasi bungkus ditambah krupuk gendar. Lalu dibawa ke kantor. Tidak di makan di sana. Sepertinya memang dari dulu saya kurang suka kalau makan di tempat.

Apa lauk nasi itu? Macam-macam. Setiap hari ganti lauk. Sehingga kita tak pernah tahu isi lauknya untuk hari itu seperti apa. Kita bisa ber-H2C. Berharap-harap cemas semoga lauknya menggugah selera. Tapi selama saya beli nasi bungkus di sana selalu tidak mengecewakan. Dan saya bisa jamin, hanya nasi bungkus yang dijual di warung depan itu yang paling enak daripada nasi bungkus lainnya se-Tapaktuan.

Baca Lebih Lanjut.