BIAR AIR MINUMNYA AKU AMBIL SENDIRI


Biar Air Minumnya Aku Ambil Sendiri

I.
Karena kau mencumbu beribu kertas yang berserakan di otakmu, aku tergugah dari tidur, membuyarkan jenak, dan membuatnya menjadi kepingan kecil serupa serutan es campur. Satunya tercabik di sudut ruangan ini, digigit semut, dan dibawa ke sarang, buat Sang ratu dan anak cucunya. Satunya lagi terjun dari lantai 19 bersama jutaan ekor gerimis yang tak sempat kau hitung. Satunya lagi menyamar bersama debu-debu di layar komputer bertanduk hingga membentuk mural akrilik. Dari sebuah pintu gerbang negeri dongeng kau hanya satu-satunya yang menyambut jenak itu. Lalu pikiranku terkilir. Perutku terpelintir bersama kecoa-kecoa busuk. Aku ingat waktu itu kau tersenyum mengejek bersama si Tua Ernest Hemingway. “Aku tak jadi pergi,” katamu. Sejak Saat yang mula menggencetku mampu bicara, aku seperti terjun di oase Gurun Gobi. Hausku hilang. Tak berbilang. Hingga ke pulau seberang. Istirahatlah.

II.
Aku bisa tabah. Hanya dengan sepiring senyummu sehari. Biar air minumnya aku ambil sendiri.
***

Riza Almanfaluthi
18:19 Lantai 19 Gedung Utama
dedaunan di ranting cemara
Didedikasikan buat Teman-teman Penelaah Keberatan
di Subdirektorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi yang tadi pagi
bergembira mendengar kabar itu.

Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.