Menunggu
ada secawan pagi datang terhuyung-huyung
menyeret matahari di belakangnya
menepuk embun menawarkan
tampuk kesegaran pada sekitar
tak luput untuk kereta yang lari
tak sempat perlahan
tak sempat berhenti
dengan pria yang asyik mematut-matut diri
pada cermin jendela
bertanya:
kemana sapa yang biasa dihela?
pria yang tak sempat
bermonolog hanya karena
gagu mencium dirinya
tapi tak pernah berhenti asa
untuk cat warna jingga itu
menyapu bidang putih kanvas hatinya
sampai?
jawaban tidak sebelum titik.
***
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
di atas KRL Pakuan
06.05 24 Februari 2011