SAAT NGEBLOG CUMA JADI TOPENG
Suatu hari tautan yang ada di sebelah kanan blog saya satu persatu dicek. Sudah lama soalnya saya tak mengunjungi “beranda” mereka. Ah, sedih. Nelangsanya menjumpai blog-blog teman banyak yang mati dan tidak aktif lagi. Ada yang tulisan terakhirnya di tahun 2008 setelah itu tiada. Hanya komentar pengunjung di shoutbox yang berteriak-teriak kemana dikau adanya?
***
Aduhai, alangkah sayangnya ketika seseorang menghentikan aktifitasnya untuk ngeblog hanya karena alasan: “saya tak mau jadi orang munafik.” Munafik macam mana pula? Ya itu tadi, menulis seolah-olah kita paling hebat, paling top, paling harmonis rumah tangganya, paling cintanya pada pasangan, paling bijak, dan paling-paling lainnya. Berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya.
Akhirnya memang naluri tidak bisa dibohongi. Suatu saat kelelahan itu akan muncul. Bukan kelelahan fisik tetapi kelelahan mental. Sampai pada suatu titik ia menyalahkan aktifitas ngeblognya itu. Dia tidak mau berbohong lagi. Dia berhenti berpura-pura. Berhentilah ia menulis. Sayang…
Ya itulah saat ngeblog cuma jadi topeng. Plis deh, menulis pun butuh kejujuran—yang kata orang pajaknya sih butuh integritas. Kalau jujur itu sesuai dengan hati. Maka menulis dengan hati akan menemukan sisi keindahannya bagi yang lain. Akan ada sentuhan yang berbeza—mengutip kata teman saya di forum sebelah.
Menulis dengan jujur maksudnya apa sih? Tentunya sesuai dengan kenyataanlah. A bilang A. B ya bilang saja B. Jika kita alami sesuatu, uraikan apa adanya tanpa diberi bumbu-bumbu penyedap dan pemanis yang akan menghilangkan cita rasa sejatinya. Kalau kita belum melakukan sesuatu yang ingin kita tulis maka tak perlulah untuk ditulis. Tunggu sejenak atau dua jenak dan baru diungkap ketika kita telah melakukan yang ingin kita bagi kepada yang lain itu.
Lalu apakah dengan banyak matinya para blogger yang sekarang terjadi itu dikarenakan alasan tidak mau jadi orang munafik itu? Oh tidak bisa…Tidak hanya itu. Satu lagi adalah pada masalah konsistensi. Ya betul konsistensi. Menulis juga butuh konsistensi.
Maka saya pun kagum luar biasa terhadap para blogger yang sampai hari ini aktif dengan tulisan-tulisan dan curhat-curhat mereka. Ada yang dua hari update dengan tulisannya sendiri. Bermutu lagi. Ndak sekadar curcol biasa. Tak peduli dengan jejaring sosial yang lagi ngetrend-ngetrendnya saat ini dia tetap eksis dengan blognya itu.
Jejaring sosial yang sebenarnya banyak manfaatnya itu bisa mematikan daya kreatifitas menulis karena pelakunya cukup dipuaskan dengan 150 karakter atau lebih yang bisa dikomentari oleh banyak orang. Sedangkan ngeblog? Dikomentari satu orang pun sudah syukur. Tetapi apa iya ngeblog itu Cuma untuk dikomentarin? Enggaklah. Yang pasti blogger ataupun penulis sejati tak peduli semua itu yang penting ia bisa berkarya dan terus berkarya. Waduh saya angkat tabik dah buat mereka.
Jadi tips menulis kali ini buat kita semua adalah: jujurlah dalam menulis. Menulis juga perlu konsistensi. Dan tetaplah menulis biarpun hanya sepi menghadang di depan. Kerja senyap ini adalah untuk—sekali lagi—mewariskan peradaban.
Selamat menulis.
***
Riza Almanfaluthi
salam jingga
dedaunan di ranting cemara
03 Februari 2011