from the deepest bottom of my soul


30.12. 2005 – from the deepest bottom of my soul
Kalimat ini ada dalam bagian email yang dikirim oleh seorang teman, saat ia me-reply surat elektronik yang dikirim oleh saya. Otak bagian kanan saya langsung meresponnya dengan sinyal-sinyal, menyuruh memori sejuta gigabytenya untuk bekerja mengingat kalimat pendek ini. Dan urat kebahasaan saya langsung ngeh dan nyambung.
Ya, saat saya mendengar atau membaca kata-kata atau kalimat-kalimat indah saya selalu berusaha untuk merekamnya dalam ingatan bahkan mencatatnya dalam lembaran kertas untuk saya koleksi.
Tidak hanya dari teman saya yang satu ini, tapi pada semua orang yang mempunyai cita rasa bahasa yang baik dan enak untuk didengar ataupun dibaca. Seperti dari Kang Asep misalnya—sudah saya kemukakan di tulisan terdahulu—dengan both sides perspective-nya, dari Azimah dengan Purnama di Sudut Jiwa-nya, dari Qoulan Sadiidan dengan Rindu Terlarang-nya, atau dari Ibnul Qoyyim al Jauza’I dengan Setetes Embun-nya. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Terkadang saya merasakan keindahan kata itu saat ia dalam bahasa asing dan belum termaknai ke dalam bahasa Indonesia. Mungkin saat ia diterjemahkan cita rasa itu sedikit berkurang, seperti judul tulisan ini.
Keindahan itu pun akan dirasakan dalam bahasa daerah dengan dua kata ini Bojo Loro, eit… jangan terlalu sensitif dulu yah. Dua kata tadi bisa berarti ganda istri dua atau istri sakit. Tinggal kita mau pilih yang mana. J
Ya sudahlah, sepertinya banyak yang ingin saya uraikan tentang kata-kata indah di sini, namun adzan Isya sudah memanggi-manggil saya. Jadi saya cukupkan dulu sampai di sini. Oh ya, terimakasih pada teman yang telah sudi untuk menyumbangkan kata-kata indahnya pada saya.
From the deepest bottom of my soul: thank you.
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
citayam, 19:29 29 Desember 2005
riza.almanfaluthi@pajak.go.id

http://10.9.4.215/blog/dedaunan

scramblezone@halaqoh


15.12.2005 – scramblezone@halaqoh

Tidak biasanya saya begitu bersemangat dengan chatting kali ini. Dan sudah lama saya tidak antusias dengan mIRc sejak tahun 2003. Script-script yang saya punyai dan saya kuasai dulu hilang dan tidak saya kuasai lagi. Hingga untuk mengucapkan dan menjawab salam saja harus ketik panjang dan tentu ditambah kesalahan ketik. Namun kali ini setelah jaringan di kantor lebih cepat daripada tiga minggu kemarin, saya mencoba mengikuti dunia perchatingan, tentu disela-sela pekerjaan yang kini semakin menepis persediannya untuk diselesaikan.
Awalnya biasa saja, setelah itu–tepatnya kemarin–saya begitu bersemangat. Ada game baru di #halaqoh, scramblezone namanya. Menjawab pertanyaan yang diajukan si bandar dengan jawaban berupa huruf yang sudah diacak sedemikian rupa. Yang berhasil menjawabnya maka akan mendapatkan nilai 1. Semakin banyak dia berhasil menjawab maka ia akan memperoleh nilai 1 yang lebih banyak.
Saya pernah mengenal permainan ini, dulu, tapi swear, saya tidak tertarik. Namun ada bedanya kali ini di #halaqoh. Pertanyaannya berkisar di dunia Islam, mulai nama-nama kota negara Islam sampai urusan fikih. Jawaban yang terkadang konyol sampai-sampai membuat saya tertawa, lucu banget. Permainan ini terkadang tidak melihat soalnya terlebih dahulu asal ia ingat susunan huruf apa yang diacak, bisa langsung dijawab tapi kalau begini terkadang ngaco.
Contohnya ini:
» Petunjuk : merk
» Huruf : qomcap preorsai
Saya jawab: capgomeh barongsai, ternyata salah. Memang kagak nyambung. Yang benar adalah compaq presario.
Ada juga yang protes, dilayarnya dia yang pertama menjawab tapi ternyata ia tidak mendapat point 1, keduluan sama yang lain. Tapi memang ini semua tergantung siapa yang masuk terlebih dahulu ke komputer si bandar. Berarti kualitas jaringan berpengaruh terhadap kecepatan menajwab. Bisa saja ia duluan menjawab tapi jaringannya sedang jelek, maka-siap-siap saja jawabannya didahului sama yang lain. Yang parah, banyak juga yang sudah dapat nilai banyak tapi jaringannya juga jelek dan tiba-tiba ia terputus dari koneksi atau disconnected, maka disaat ia kembali lagi ia harus mengumpulkan nilai dari nol lagi. Sungguh malang…But, the game is the game. Namanya juga permainan, terima sajalah. (hehehehe, maaf yah).
Terkadang juga koma di atas (tuts sebelah angka 1) yang diinginkan si Bandar tidak sama dengan koma di atas (tuts dekat enter) yang dimaksud oleh para peserta, maka kalaupun ngetik sampai benjut juga ya tetap salah. Juga kalau si bandar kehabisan pertanyaan, maka ia kasih soal yang kayak gini:
» Petunjuk : bandar kentekan soal
» Huruf : temmu
Bagi orang Jawa, soal seperti ini gampang banget. Jawab saja: mumet, selesai. Saya dapat poin satu. Tapi bagi yang bukan orang Jawa, waduh…ini yang susah. Makanya saya sarankan kepada si Bandar supaya beli atau pinjam buku ensklopedia dunia Islam yang ada 6 jilid itu untuk bisa membuat soal yang bermutu gitu (bukan begitu enigma???:-)
Betewe, untuk permulaan permainan ini asyik banget buat mengisi waktu luang. Tapi jangan sampai lupa pekerjaan yah…
Allohua’lam bishshowab.
dedaunan di ranting cemara
salam buat mas squall, mbak al1f1a, enigma, dll dah…
15:36 15 November 2005

Kisah Sederhana (2)


Cuma Kisah Sederhana (2)
Lagi, dengan Indra, setelah di kisah sebelumnya ia menceritakan tentang ban motornya yang ditambal oleh orang yang tak dikenal dan rezeki dari arah yang tak disangka-sangka pada ramadhan yang lalu, kita akan mendengarkan kisah tentang kemudahan-kemudahan yang ia dapatkan, tentang pertolongan yang Allah berikan kepadanya.
Kali ini, saat istrinya mengalami kehamilan yang ketiga kalinya, Indra mempersiapkan dirinya sebaik mungkin dalam masalah finansial. Sedari awal ditemukannya tanda-tanda kehamilan istrinya itu, ia sudah mulai menabung sedikit demi sedikit. Mulai dari biaya persalinan sampai biaya untuk melestarikan sunnah rasul dengan menyelenggarakan walimatul’aqiqah.
Tiga minggu menjelang hari kelahiran anak ketiganya ini ia didatangi saudara pembantunya, sebut saja Pak Hasan. Karena sedang ditimpa kesulitan, Pak Hasan meminta dengan sangat kepada Indra untuk dapat meminjamkan uangnya. Indra tidak bisa berbohong. Ia mengakui bahwa ia memang mempunyai uang. Tapi sesungguhnya uang itu untuk dipergunakan sebagai persiapan biaya persalinan dan aqiqah.
Pak Hasan mendesak dan memohon kepada Indra untuk dapat membantunya. Ia berkali-kali menegaskan bahwa ia sanggup untuk melunasi utangnya segera. Hati Indra pun luluh. Ia bersedia meminjamkan uang tersebut asal pada saat ia akan melaksanakan aqiqah uang itu sudah ada pada dirinya. Pak Hasan pun menyanggupi.
Kemudian pada hari H, persalinan istrinya tidak begitu berjalan lancar. Setelah beberapa jam dilahirkan kelainan mulai diderita si bayi perempuan ini, kulitnya mulai menguning. Ibu bidan yang membantu proses persalinan sudah angkat tangan dan menyarankan untuk segera membawanya ke rumah sakit.
Alhasil bayi perempuannya diinap di sebuah rumah sakit ibu dan anak di kawasan Depok. Dengan tabungan yang sudah berkurang ditambah asuransi dari perusahaannya ia memperkirakan dapat menutupi seluruh biaya pengobatan dan rawat inap. Terkecuali untuk biaya aqiqah.
Selagi dia ditimpa kesusahan itu, ia tetap bertekad untuk menyelenggarakan aqiqah pada hari ketujuh. Dan apa yang dijanjikan oleh Pak Hasan untuk mengembalikan uangnya pada saat itu tidak terlihat tanda-tandanya. Indra pun segera mendatangi rumah Pak Hasan. Hasilnya nihil, Pak Hasan tidak sanggup melunasi utangnya pada saat itu, malah menyarankan kepada Indra untuk mengambil harta bendanya sebagai biaya pelunasan utangnya. Apa mau dikata, Indra tidak tega dan tidak mampu untuk melakukan itu. Ia pun pulang dengan tangan hampa. Citanya untuk ber-’ittiba kepada rasul tercinta bakal tidak terlaksana. Cuma satu yang ia yakini sampai detik itu dan detik-detik ke depan, bahwa sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.
Keesokan harinya, selagi ia bersiap-siap untuk pergi menggantikan istrinya menjaga bayinya. Indra didatangi Pak Hasan. Ia mangaku bahwa semalam tidak bisa tidur karena memikirkan utang yang tidak dibayarnya itu. Pak Hasan menawarkan kepada Indra untuk bersama-sama pergi ke kakaknya di kampung sebelah. Di sana kakaknya Pak Hasan akan membayar semua utangnya itu.
Kakaknya Pak Hasan menyambut dengan hormat sekali kepada Indra—yang menurutnya terlalu berlebihan. Sepertinya kakaknya Pak Hasan ini sangat berterima kasih sekali kepada Indra karena telah sudi membantu adiknya itu. Kakaknya menawarkan kepada Indra untuk mengambil dua ekor kambing paling besar yang ada di kandang belakang rumahnya. Katanya ini adalah sebagai pelunasan utang adiknya.
Kalau dihitung dengan uang yang Indra pinjamkan kepada Pak Hasan, dua ekor kambing itu benar-benar melebihi jumlah utangnya. Akhirnya ia membawa kambing-kambing itu ke rumahnya. Satu kambing ia niatkan untuk aqiqah anak perempuannya, sedangkan satunya lagi ia niatkan untuk memberikannya kepada fakir miskin.
Keesokan harinya, setelah beberapa hari di rawat, bayinya mengalami kemajuan kesehatan dan diperbolehkan untuk pulang. Acara aqiqah itu pun segera dilangsungkan dan berlangsung lancar dengan mengundang sanak saudaranya, tetangga-tetangganya, serta fakir miskin.
***
Subhanallah, kesabarannya membuahkan hasil berupa ketaatannya kepada Rasululloh SAW, kemampuannya berinfaq, kesehatan anaknya, serta satu lagi adalah hatinya yang semakin kaya, karena ia sanggup menolong pada saat dirinya dalam keadaan sulit.
Manusia sudah wajar dapat membantu sesama pada saat lapang, walapun demikian masih banyak juga orang yang pada saat lapang tidak berkemampuan untuk membantu sesama, apalagi pada saat dalam keadaan sempit. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita, untuk selalu bertekad dan bersabar dalam melaksanakan sunnah Rosulullah dalam keadaan sempit ataupun lapang, kecil ataupun besar. Setelah itu nantikan saja pertolongan Allah akan datang dari arah yang tidak di sangka-sangka.
Allohu’alam.

dedaunan di rantig cemara
berusaha menjadi baik
10:02 13 Desember 2005
riza.almanfaluthi@pajak.go.id
dedaunan02@telkom.net
http://10.9.4.215/blog/dedaunan

Kutunggu Jandamu


Kalimat ini seringkali diungkapkan oleh mereka yang menjadi ‘pecundang’ dalam pertarungan memperebutkan sang kekasih tercinta. Karena begitu ngebetnya, akal sehat pun tidak dipergunakan lagi. Logika orang kebanyakan seperti “masih banyak wanita lain yang lebih segalanya daripada dia” terabaikan. Bahkan kalau perlu sampai tua pun tidak akan menikah kecuali dengan si dia.

Yang lebih parah adalah si ‘pecundang’ ini sampai-sampai berkonsultasi dengan paranormal hanya karena untuk memenuhi pakem kedua dari para pecundang; ”cinta ditolak dukun bertindak”. Aduh, secantik Zulaikha-kah si dia? Sekaya Khadijah-kah si dia? Senasab Fatimah-kah si dia? Setaat Aisyah-kah si dia? Sampai-sampai kau jual akhiratmu demi duniamu.

Bukan. Kali ini saya bukan mau membahas tingkah menyebalkanmu itu.

###

Seringkali dalam perjalanan mengendarai kendaraan bermotor, para pengguna jalan menemukan hal-hal yang menarik untuk membunuh rasa bosan dan kantuk. Mulai dari tingkah selap-selip pengendara motor, ugal-ugalan angkutan umum, ego dari para pengguna mobil dengan modifikasi yang luar biasa wah-nya, tawuran, kecelakaan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Yang tak kalah menariknya adalah tulisan yang berada di bagian belakang kendaraan. Mulai yang ditulis besar-besar dengan warna mencolok sampai yang hanya seukuran stiker yang ditempel di bagian ekor motor. Dengan beragam tema pula, mulai dari tema suci ajakan berjihad di tanah Palestina sampai yang mengandung kata-kata jorok plus gambarnya lagi.

Seperti kalimat kutunggu jandamu, yang ditemukan di bagian belakang sebuah truk pasir dengan lembaran karet penahan air hujan dekat ban belakang bergambar dua wanita berpakaian ala kadarnya sedang melamun.

Ada lagi gambar hati merah yang retak dan terbelah bukan dengan panah seperti biasanya tapi dengan kapak 212 Wiro Sableng. Di bawahnya tertulis cinta di tolak dukun bertindak. Di sampingnya ada tulisan lain penggambaran alat-alat yang dipakai dukun seperti ’pelet, santet, teluh, gendam, semar mesem atau apapun namanya’. Mengerikan, semua penghancur hubungan dua manusia itu bak mainan saja dipertontonkan.

Masih banyak lagi gambar dan tulisan lainnya di pintu belakang penutup truk itu. Kalau menyengaja mencarinya, gampang, misalnya datang saja ke pangkalan pasir di sepanjang pantura. Kelak akan ditemukan kelucuan dan kengerian itu.

Ada lagi yang menulis di moda angkutan umum seperti angkot, metromini, atau bajaj yang jumlahnya ribuan di Jakarta ini. Tentang kerinduan terhadap kampung halaman dengan tulisan berlatar belakang alam pedesaan: takana juo. Atau tentang identitas daerah, walaupun ditulis dengan bahasa Inggris ala kadarnya seperti: Far For Sea Nowly. Maksudnya adalah Par Porsea Nauli. Maklum kebanyakan pengemudi berasal dari seberang. Sedangkan bagi orang betawi rangkaian huruf ini sudah cukup mewakili: AP KT NT AJ.

Yang lebih parah dan dapat membuat pembaca tersenyum dikulum, ada yang menulis ungkapan umum ’tidak ada waktu untuk bercinta’ dengan memakai bahasa Inggris tapi salah menuliskannya menjadi No Tame For Love. Atau jangan-jangan maksudnya memang ingin mengungkapkan bahwa dalam bercinta perlu keliaran (tame=jinak), ih…

Bagi kendaraan pribadi biasanya tulisan tercetak dalam bentuk stiker. Ada stiker dari wahana wisata yang langsung ditempel begitu saja tanpa peduli si pemilik mau atau tidak. Ada yang menempelkan stiker bertuliskan awas jangan nabrak, belum lunas di mobil mulusnya. Ada stiker partai kesayangan peserta pemilu tahun 2004 yang masih saja tertempel. Atau yang lebih ’parno’ adalah stiker barcode penanda mobil masih baru walaupun sudah dibeli setahun yang lalu.

Sedangkan untuk di motor ragam stikernya amat bervariasi. Ada stiker yang dibuat agar orang segan, seperti stiker berlambang Bareskrim, Gegana, Brimob, Marinir, Kopassus, atau Kostrad. Ada pula stiker yang menonjolkan arogansi otot dengan tulisan Nabrak Tonjok!, atau Nyenggol Benjut!.

Banyak juga yang menampilkan kelompok eksklusifnya seperti kampus biru, kampus kuning, atau apapun warnanya lengkap dengan jurusannya. Klub bermotor terkenal tak mau kalah untuk lebih tenar lagi seperti Harley Davidson, HTML, dan pendatang baru Mio Club Depok disingkat McD (maksain?).

Stiker lucu juga banyak: awas anak Kapolsek, yang ngerasa cantik boleh ngebonceng, jangan dicolong masih nyicil, otot kawat balung thok. Sampai berisi ejekan pun ada, seperti stiker bertuliskan ’yang membaca g*****’ (maaf saya tak tega menulisnya), juga stiker kartun yang sedang mengacungkan jari tengahnya (maaf)–di closeup lagi. Dan masih banyak lagi ragam dari stiker-stiker tersebut.

***

Satu hal penting dari apa yang diungkapkan di atas adalah bahwa informasi yang disajikan secara mobil akan dilihat oleh banyak orang, dibaca, dan diendapkan dalam memorinya untuk dijadikan informasi lanjutan kelak. Maka akan terlihat betapa efektifnya penyebaran informasi atau opini melalui media tersebut.

Jika begitu dan jika kita adalah seorang pecinta nilai-nilai kebenaran maka kenapa kita tidak mencoba cara itu dengan memuat kata-kata atau kalimat yang lebih dari sekadar kelucuan tanpa makna, kekasaran, ejekan, bahkan pornografi. Karena tidak banyak yang menyediakan sedikit ruang untuk menyampaikan nilai-nilai universal itu.

Tiada kerugian sedikit pun yang kita derita, bahkan jika kita ikhlas dan menjadi perantara turunnya hidayah Allah bagi orang-orang yang mendapatkan nilai-nilai itu maka sudah selayaknya pahala seisi langit dan bumi menjadi milik kita.

Jika kesadaran itu muncul, di banyak truk kita akan melihat sebuah gambar wanita berjilbab dengan tulisan dibawahnya: mar’atushsholihah, engkau adalah perhiasan terindah. Kita akan membaca tulisan di kaca belakang bus antar kota antar propinsi: Jihad is my way. Tak dapat dibandingkan dengan tulisan sebelumnya dangdut is my music.

Di angkot, kampung akhirat bahkan lebih dirindukan daripada kampung halaman dengan adanya kalimat ini: syahid, cita-cita kami tertinggi. Sedangkan di motor, kita akan mendapatkan tanda nasionalisme tanpa sekat-sekat geografis: Save Palestine.

Pula jika kesadaran itu muncul, kita mungkin tak akan pernah lagi menemukan kata-kata para pecundang, yang ada hanya harap: doakan aku dapatkan pendamping yang lebih baik darimu.

Lalu, kapan lagi kalau tidak sekarang?

Semoga.

dedaunan di ranting cemara

mushaf di antara kulit

23.30 06 Desember 2005

Saya Akan Menikah! Segera!


06.12.2005 – Saya akan Menikah! Segera!

Malam sepertinya belumlah larut pada saat itu. Jarum pendek jam dinding hanya bergeser sedikit dari angka sembilan sedangkan yang panjangnya tetap berkutat menunjuk ke bawah. Segera saya buka jaket penahan angin dingin setelah berjasa menemani dalam perjalanan rutin setiap Ahad malam.
Tiba-tiba saya teringat hari ini adalah hari paling bersejarah bagi seorang teman. Hari di mana ia mengakhiri masa lajangnya dengan bersedia mendengarkan pasangan hidupnya mengucapkan kalimat yang berat pada walinya dengan disaksikan tatapan haru orang-orang tercinta.
Dengan jarak yang begitu jauh dari tempat tinggal, maka saya pun tidak bisa datang ke tempat walimatul’ursy, untuk turut merasakan dan merayakan kebahagiaan teman saya ini, yang tentunya ia adalah teman dari istri saya juga.
“Sudah di telepon, Mi…?” tanya saya pada istri tercinta.
“Oh iya belum, telepon saja sama Abi?” jawabnya sambil masih asyik bercanda dengan si bungsu.
“Lho, Abi kan sudah dari pagi nyuruhnya. Sebenarnya yang pantas untuk menelepon tuh ya Ummi bukan Abi,” tukas saya. ”Seharusnya ketika kita tidak bisa datang memenuhi undangan itu, minimal teleponlah untuk memberikan dukungan, penghargaan sebagai tanda kepedulian kita,” tambah saya panjang.
“Iya deh, Ummi minta maaf, tapi biar Abi saja deh yang menelepon, mumpung belum terlalu malam,” pintanya.
Tanpa menunggu terlalu lama saya angkat gagang telepon, menekan tutsnya, dan membiarkan dering di seberang sana lama terdengar. “Wah, sepertinya sudah tidur,” pikir saya. Selagi berpikir untuk segera menutup gagang telepon, tiba-tiba suara dari seberang terdengar.
“Halo, Assalaamu’laikum, siapa yah?”
“Wa’alaikumsalam, ini saya Abu Haqi,” jawab saya. “Selamat yah, barokallahulaka wabaroka’alaika wajama’a bainakuma fii khoir,” sambung saya dengan doa pendek.
Terdengar ucapan terimakasih yang bertubi-tubi. Terasa ada kegembiraan dari nada suaranya. Setelah berbincang sebentar menanyakan keadaannya, saya segera pamit undur diri agar tidak mengganggu malam pertamanya itu, dengan tak lupa menitipkan salam kami kepada suami tercinta.
***
Perempuan ini sesungguhnya adalah teman istri saya. Ialah yang turut membantu kelancaran jalannya perjodohan kami, sampai pesta walimahan kami terselenggara, walaupun karena kesibukannya dan jauhnya jarak akhirnya ia tetap tak bisa datang.
Walaupun satu angkatan di kampus, saya tidak begitu mengenalnya bahkan saya baru mengenalnya saat ia bersama-sama dengan Ummu Ayyasy menempuh diklat penyesuaian ijazah di Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, di pertengahan 2005.
Ia pula yang menjadikan kami sebagai salah satu topik tulisan pada buku pertama yang ditulisnya. Ia adalah seorang penulis. Berbagai penghargaan atas prestasi dalam dunia kepenulisan telah diraihnya. Saat ini telah lima buku ia tulis dan beredar di pasaran.
Dengan segala kesibukannya sebagai PNS, penulis, relawan, dan pengurus pada sebuah jaringan kader penulis ia tak segan-segan untuk berbagi ilmu dan menyemangati saya untuk lebih concern pada dunia kepenulisan. Memang ia layak menjadi mentor bagi saya.
Pernikahannya pada Ahad kemarin adalah akhir dari sebuah penantian yang panjang. Ini adalah kado ulang tahunnya yang jatuh Agustus lalu bahkan menurut saya ini adalah kado besar ramadhan mubarak. Who knows?
Pernikahannya adalah ajang untuk membuktikan dirinya sanggup menjalankan seperti apa yang sudah lama ia tulis dulu yaitu “tugas mulia dan jihad utama seorang wanita muslimah adalah di rumah, menjadi istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Di sana pula saya memahami bahwa mendidik anak adalah satu kewajiban ibu muslimah yang tidak mungkin dilimpahkan pada pihak lain.” (AMR: Saya tak Lagi takut Menikah, 2001).
Lanjutnya lagi ia menulis “Menikah akan membuat saya matang. Menikah akan membuat saya lebih banyak belajar. Belajar lebih tegar dan dewasa. Belajar berbagi dan tidak egois lagi. Belajar menenggang perasaan orang lain. Belajar memahami orang lain. Belajar bekerja sama dan menyelesaikan masalah. Belajar menanggung permasalahan yang lebih besar. Belajar bertanggung jawab atas semua tindakan. Saya tahu, di balik kerasnya kehidupan yang harus saya jalani, Alloh akan memberi sarana untuk memudahkan, karena Alloh tidak membebani hambaNya melebihi kemampuannya. Seperti kata Miranda Risang Ayu dalam bukunya Cahaya Rumah Kita: Cakrawala selalu mengingatkan bahwa di atas bumi selalu ada ruang tak terbatas. Di atas prasangka-prasangka subjektif yang cengeng tentang ketidakmampuan seorang manusia, ada ketidakterbatasan yang menjanjikan berbagai kemungkinan, termasuk kemungkinan untuk menjadi lebih baik dan lebih mampu. Syaratnya, hanya berusaha bersandar kepadaNya.” (AMR: Saya tak Lagi takut Menikah, 2001).
Setelah itu dalam kalimat penutupnya ia pun bertekad: “Kalau begitu, saya akan menikah! Segera!”. Walaupun tekad itu baru dapat terlaksana empat tahun setelahnya.
Pernikahannya pada Ahad kemarin adalah ajang pembuktiannya untuk menjadi apa yang dicita-citakannya dalam tulisannya yang lain: menjadi ibu. ”Duh, Ibu. Betapa kesederhanaanmu ternyata menyimpan samudera makna kehidupan yang dalam. Kini, jika saya mengisi lembar biodata lagi yang ada isian cita-cita, saya kembali mengisinya dengan mantap: Menjadi Ibu.” (AMR:Menjadi Ibu, 2002).
Dalam episode perjalanannya menuju titik akhir di Ahad indah itu, tahun lalu ia sempatkan membuat sebuah tulisan yang menyentuh sanubari saya, tidak hanya saya yang berbeda gender, tapi bagi begitu banyak perempuan lainnya. Tentang diamnya ia mendengarkan kesah seorang perempuan dalam penantian panjang mencari pendamping hidup. Diamnya ia bagi saya bahkan menjadi kekuatan menghentak qalbu pada tulisannya yang berjudul ”Semua adalah Pilihan”.
Pernikahannya di Ahad kemarin adalah akhir dari pupus dalam sebuah metáfora kaset. Sehingga tak akan pernah lagi untuk me-rewind-nya, setiap kali ia muncul dalam sebuah puisi. Tentu ini pula adalah sebuah pilihan baginya.
Pernikahannya di Ahad kemarin adalah mula bertukarnya kata-kata indah untuk satu orang saja, yang lebih berhak, dan lebih berkah. Tiada untuk yang lain. Tiada hanya pada malam-malam sepi sembari memandang purnama sedangkan ia sudah punya di sudut jiwanya.
Pernikahannya di Ahad kemarin tidak perlu membuat Anda bertanya-tanya. Anda. tentunya tahu siapa dia bukan?
Pernikahannya di Ahad kemarin, ah…sudahlah, sudah cukup, tidak banyak lagi kata-kata yang bisa ditulis, karena tercekat di ujung pena yang kian menipis bila terus menerus menggores kertas. Sarinya adalah selesai sudah penantian itu. Dan sungguh pertolongan Allah akan datang pada orang-orang yang menikah sebagaimana disabdakan al-musthofa dan diriwayatkan oleh Turmudzi, An-Nasa’I, Al-Hakim dan Daruquthni: “Tiga golongan orang yang pasti akan mendapat pertolongan Allah, yaitu budak mukatab yang bermaksud untuk melunasi perjanjiannya, orang yang menikah dengan maksud memelihara kehormatannya, dan yang berjihad di jalan Allah.” (Adhim:1998)
Cairan hangat tiba-tiba terasa di pangkuanku. Bukan, ini bukan airmata. Ini….

“Ya Dedek, kalau mau pipis bilang dong, kan Abi sudah bilang, pipis itu di kamar mandi,” sambil mengangkat si bungsu ini yang dari tadi memaksa untuk ikut duduk di depan komputer melihat saya mengetik tulisan ini.
Pernikahan di Ahad kemarin, alaaah…
dedaunan di ranting cemara
mushaf di antara dua AK-47
22.30 – 05 Desember 2005

http://10.9.4.215/blog/dedaunan

Akhir dari Penantian Panjang


Penantian panjang berakhir sudah

Saya ingat betul, pertengahan Oktober tahun lalu, dua minggu menjelang Ramadhan 1425 H, saya dihadapkan pada situasi di mana saya tak bisa mengakses DSH Net. Seperti yang pernah saya ungkapkan pada tulisan saya sebelumnya dengan judul “tercerabut dari akarnya”, saya mengungkapkan kegalauan perasaaan saya dengan kalimat di bawah ini:
“Aku masih menyempatkan diri untuk menulis di sini. Walaupun timbunan pekerjaan menumpuk di meja dan membauiku. Sudah hampir sembilan bulan lamanya, aku tak pernah lagi melihat dan mengeksplor ditrikpa dan DSH Net. Waktu itu dua minggu menjelang ramadhan, seluruh komputer di kantor ini tak bisa mengakses dua situs itu. Aku yang biasanya mendownload banyak file dari rikpa files, saling berkirim email dengan rikpa mail, dan berdiskusi di DSH Net, tiba-tiba dihadapkan dengan situasi itu langsung down dan hilfil.” (blog:24 Juni 2005)
Down dan hilang filing, ya begitulah perasaan saya. Betapa saya benar-benar tercerabut dari akarnya. Hingga beberapa lamanya dalam setiap kesempatan, saya berusaha untuk mengakses DSH, namun halaman yang selalu muncul, halaman itu-itu juga: The Page Cannot be Displayed.
Di situlah kerinduan itu muncul begitu saja. Kerinduan akan berita-berita Islamnya yang up to date dan menarik—walaupun sejak itu tergantikan dengan berita-berita dari Suara Islami Online . Diskusinya yang hangat walaupun juga kadang berakhir dengan kata-kata panas dan tidak mengenakkan untuk dibaca, namun semuanya membawa saya pada lompatan ilmu pengetahuan yang lebih dari semula. Ditambah dengan kerinduan menulis artikel di Menu Partisipasi, kerinduan akan menulis pesan di Menu Ucapan, dan lain sebagainya. Sekali lagi kehilangan semuanya yang ada di DSHNet membuat adrenalin kerinduan saya begitu memuncak. Hingga suatu hari…
Hari ini tepat tanggal 01 Desember 2005—hari gajian pula—saya dapat menuntaskan rasa rindu ini setelah mencoba untuk mengetik http://10.254.60.60/ di address Internet Explorer PC saya. Saya enter, dan tiba-tiba, jrengg…, bayangan hitam –ciri khas DSHNet—muncul!! Alhamdulillah, akhirnya saya bisa bergabung kembali.
Upaya saya mencoba mengklik DSHNet hari ini diawali adanya berita kemarin tentang pengakhiran kontrak pemakaian radiolink—yang selama ini dipakai sebagai jaringan utama pendukung SIDJP KPP PMA Tiga—dan tentang pengalihan jaringannya ke Kabel Vision, yang kata teman-teman di Seksi PDI , jaringannya menggunakan serat optik sehingga kecepatan transfer datanya bisa 1 gigabyte per detik. Wow…Sehingga kelemahan yang selama ini terjadi pada pada radiolink diharapkan tidak akan muncul lagi, misalnya situs-situs intranet yang tak bisa diakses, kelambatan pengiriman data dari KPP ke Kantor pusat atau sebaliknya, dan lainnya. Entahlah terbukti atau tidak, waktu yang akan menentukan.
Dari berita tersebut, akhirnya saya berkesimpulan, ketidakmampuan jaringan di KPP PMA Tiga untuk mengakses DSHNet, juga Ditrikpa, memang bertepatan dengan mulai diterapkannya SIDJP di kantor saya. Sehingga bisa dikatakan penyebabnya adalah ketidakmampuan radiolink yang ringkih dengan situasi perubahan cuaca di Kalibata.
Dan dengan berakhirnya pemakaian radiolink serta dimulainya jaringan baru yang menggunakan Kabel Vision, saya berkesimpulan pula bahwa ketidakmampuan jaringan mengakses DSHNet tidak akan terjadi lagi.
Tapi anehnya, saat saya sedang menulis ini, saya mencoba untuk merefresh DSHNet, dan tidak bisa!! Saya coba buka situs yang lain, dan ternyata tidak bisa semua. Lho, katanya….
Ah, entahlah. Saya harap semua ini karena dalam masa transisi pergantian jaringan. Harapan ini muncul supaya saya bisa bergabung kembali dengan para ikhwah di DSHNet. Harapan yang mini dan tidak absurd, saya pikir. Kalau pun kembali lagi seperti setahun yang lalu. Tapi paling tidak, hari ini saya telah memunculkan pesan pertama itu di DSHNet:
Alhamdulillah, saya kembali bergabung dengan antum semua, setelah hampir satu tahun lamanya berpisah dengan DSHNet dikarenakan jaringan yang tak sanggup untuk mengakses DSH, semoga Allah mempererat tali silaturahim di antara kita. (1-12-2005)
Dikirim oleh dedaunan (10.7.3.192 ) untuk ikhwah fillah

Saya tidak tahu, akankah pesan itu akan menjadi pesan pertama saya atau yang, lagi-lagi, akan menjadi pesan terakhir sampai batas waktu yang tak bisa ditentukan. Saya harap tidak untuk yang terakhir ini.
Oh, iya…judul tulisan ini sepertinya tidak tepat.Memang penantian saya sudah berakhir?

dedaunan di ranting cemara
hingga cahaya itu datang kembali
12:49 01 Desember 2005

Kisah Sederhana


Ini sebuah kisah nyata, bukan kisah misteri dengan para genderuwo sebagai pemeran utama. Sebuah kisah yang setidaknya memberikan perenungan tentang hikmah apa yang berada dibalik semua itu.
Namanya sebut saja Indra, dalam perjalanan pergi ke tempat kerjanya mengalami kejadian yang aneh di pagi itu. Motor yang selalu menemaninya dalam menempuh 72 km kilometer pulang pergi setiap harinya tiba-tiba oleng dengan memperdengarkan bunyi letusan yang cukup keras. Namun ia masih bisa mengendalikannya.
”Duh…, ada apa pula ini” pikirnya. Ternyata ban belakang motornya pecah. Ia pun segera meminggirkan motornya. Pikirnya lagi, ia akan menuntun lama motor itu untuk mencari tukang tambal ban dan ini berarti bisa terlambat untuk masuk kantor. Ternyata tidak, tidak jauh dari tempatnya yang jaraknya hanya sepemandangan mata terlihat tulisan besar-besar: TAMBAL BAN di atas potongan papan triplek lapuk, dengan kompresor warna jingga terlihat menyolok dan ban-ban luar yang bergelantungan.
Indra segera menuju ke kios kecil tempat tambal ban itu. Beberapa saat, ia sudah diperlihatkan ban dalamnya yang sudah robek lebar yang tidak mungkin untuk ditambal lagi. Akhirnya ia sepakat dengan tukang tambal itu untuk mengganti ban dalamnya dengan yang baru. Tidak sampai enam menit motornya pun telah melaju kembali di jalanan setelah sebelumnya mengucapkan terimakasih kepada tukang tambal ban itu. Ia akhirnya tidak terlambat masuk kantor.
Keesokan harinya, laki-laki itu menempuh perjalanan seperti biasa menuju kantornya. Melewati tempat saat ban motornya pecah dan di jalanan yang sama, ia mendapati kios kecil tambal ban itu dalam keadaan tertutup.
Esoknya lagi, Indra mendapati keadaan yang sama dengan kemarin. Kios itu masih tutup. Sampai sepekan ia masih melihat hal yang sama. Ia pun bertanya-tanya kenapa kios ini tutup melulu. Akhirnya untuk memupuskan rasa penasarannya, ia sempatkan berhenti sejenak untuk menanyakan hal ini.
Indra pun bertanya kepada orang yang berdiri di dekat tempat itu, yang kelihatannya adalah penduduk asli. Jawaban yang diperoleh cukup mengejutkan. Bahwa kios itu sudah tutup sekitar tiga bulan yang lalu sampai sekarang. Orang itu tetap bersikeras menjawab hal yang sama walaupun Indra telah menceritakan peristiwa yang ia alami sepekan yang lalu, bahwa ia sempat membeli ban di kios itu dan masih ingat betul lokasinya. Tidak, ia tidak lupa tempat tukang tambal itu. Ia pun masih ingat betul warna kusam kiosnya.
Akhirnya, Indra kembali melanjutkan perjalanannya setelah berulangkali berusaha diyakini orang itu bahwa tidak ada tukang tambal ban di daerah ini setelah tiga bulan yang lalu itu. Lalu, ia pun bertanya-tanya siapa yang menolongnya itu?
###
Kisah lainnya pun dituturkan lagi oleh Indra, kali ini menjelang lebaran kemarin. Ia baru saja pindah kerja sebulan sebelum lebaran sebagai trainer dari sebuah perusahaan taksi ternama di ibukota ini. Perusahaan tempat kerjanya yang baru adalah perusahaan Agen Tunggal Pemegang Merek mobil terkemuka yang membuka sebuah divisi baru yakni divisi pelatihan, dan ia di hijack dengan diberikan model kompensasi yang menggiurkan dan jabatan yang baru—kalau tidak bisa dikatakan lebih tinggi dari jabatannya yang lama.
Karena baru saja bekerja, maka pada saat menerima gaji pertama Indra hanya mendapatkan gaji sesuai jumlah hari yang ia masuk pada bulan itu sesuai dengan asas proporsionalitas. Dan yang paling cukup membuat dirinya tidak sebahagia dengan yang lain adalah ia pun belum berhak untuk memperoleh tunjangan hari raya (THR). Ia pun cukup pasrah dengan hal itu, kali ini, di tahun ini, ia mungkin tidak akan sempat untuk berkumpul dengan keluarga besarnya di Bandung. Prihatin.
Sepekan sebelum lebaran, Indra dipanggil oleh atasannya. Dirinya diminta segera menyelesaikan sisa pekerjaannya sebelum disuruh untuk mengantarkan mobil dinas atasannya itu ke bengkel resmi yang berada di kawasan Kelapa Gading. Mobil baru merek Renault ber-cc 1400-an itu pun segera diantar Indra untuk dilakukan general check-up dengan pelayanan paling prima sesuai dengan pesan atasannya kepada bengkel resmi itu.
Dua hari setelahnya. Hari jum’at adalah hari terakhir Indra sebelum ia cuti lebaran. Kembali dipanggil oleh atasannya, kali ini ia disuruh untuk mengambil mobil yang ada di bengkel. Beberapa jam kemudian, dalam perjalanan pulang ke kantor, sebuah pesan singkat masuk ke dalam telepon genggamnya, dari atasannya. Pesannya adalah ia diharapkan tidak usah ke kantor, langsung saja pulang ke rumah sambil membawa mobil untuk berlebaran di kampung. Ini sebagai pengganti THR yang tidak ia dapatkan.
Dan kejutan itu tidak berhenti di situ. Pesan singkat kembali datang. Kali ini ia mendapati pesan bahwa di bagian belakang mobil itu—yang tak sempat dilihat waktu mengambilnya—didapati satu krat susu instan yang bisa dinikmati sepanjang perjalanan untuk berbuka puasa di jalanan.
Bombardir SMS dari atasannya berlanjut, kejutan kali ini adalah berupa uang yang cukup untuk membeli bahan bakar khusus beroktan tinggi selama perjalanan pulang pergi Jakarta-Bandung. Indra pun sangat bersyukur sekali. Puasa penuh berkah.
Lebaran tahun ini sangat istimewa bagi Indra dan keluarga. Dalam acara silaturahim itu betapa Indra begitu banyak dihargai oleh para saudara-saudara jauhnya, apalagi dalam acara itu ia membawa mobil barunya. Ia pun miris ternyata penghargaan orang masih dilihat dari penampilan luarnya saja.
Namun Allah telah menutupi segala kekurangannya kali ini. Betapa tidak, dalam kehidupan sehari-harinya ia hanya tinggal di rumah tipe 21. Hanya mempunyai satu motor yang dinaiki berlima dengan tiga anaknya itu untuk jalan-jalan. Berdesak-desakan naik kereta api pulang pergi ke kantornya yang baru—katanya lebih hemat naik KRL daripada naik motor. Saudara-saudara jauhnya yang di Bandung tidak percaya semua ini, ketika Indra mengatakan yang sebenarnya tentang mobil itu dan kondisi dirinya. Tidak apa, benar-benar Allah telah menutupi segala kekurangannya.
###
Dua kisah itu dituturkannya kepada kami dalam acara pekanan yang rutin dilakukan. Kisah yang membuat kami terdiam dan melongo dengan begitu banyak kebaikan yang di dapat oleh teman kami ini. Karena menurut Indra selain dua kisah itu, ada lagi kisah lain yang menunjukkan banyaknya pertolongan Allah pada dirinya.
Satu pertanyaan terlontar dari kami, amalan apa saja sehingga Allah begitu murah hati padanya. Indra tidak menjawab. Ia hanya mengutip sebuah ayat:
”… Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. [Atthalaaq: 64-65]
”Saya sangat meyakini kebenaran ayat ini”, tutur Indra. ”Saya cuma berusaha untuk menjadi salah satu hamba-Nya yang dimudahkan segala urusannya.”
Just it…
Hanya dengan keyakinan dan aksi, iman dan amal, teman saya ini begitu banyak mendapat kemudahan dari Allah. Kisah-kisahnya mendobrak benteng kukuh keangkuhan saya yang hanya mengandalkan kedekatan dengan-Nya—yang entah bermakna atau tidak—untuk sekadar mendapatkan ridha-Nya tanpa ada aksi nyata.
Ia tak perlu kuliah S2 untuk mengerti betul visi dan misi hidupnya. Visi hidupnya cuma sederhana: to be muttaqien. Misinya tak rumit-rumit amat, tidak perlu memenuhi semua komponen misi dari Fred R David yang ada 9 itu: menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Itu saja.
Sederhana namun perlu pengorbanan dan konsistensi untuk melaksanakan misi itu. Saya kembali ingat tentang penggambaran Umar bin Khaththab ra.saat ditanya sahabatnya tentang hakekat taqwa itu. Umar menjawab dengan menggambarkan betapa hati-hatinya seorang musafir yang berjalan di atas jalan yang penuh onak dan duri agar sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Itulah taqwa, setiap manusia berhati-hati menempuh hidup yang penuh godaan ini untuk menuju terminal terakhir yang abadi, yakni akhirat.
###
Pertemuan itu berakhir membawa kisah dengan sejuta makna. Membawa keyakinan baru, engkau akan mendapatkan begitu banyak kemurahan Allah hanya dengan satu kata taqwa. Cukup dengan kesederhanaan niat, kesederhanaan amal, dan kesederhanaan cinta yang tidak tertutup topeng diplomatis, untuk mencapai ridha-Nya itu.
Temanku, kami tunggu kisahmu yang lain, berikanlah kepada kami nasehatmu bak air wadi ditengah gurun sahara. Menyejukkan, menyegarkan.

dedaunan di ranting cemara
tidak berhenti di 103
17:57 26 November 2005

Para ustadz Pelayan TPT


Ada sesuatu yang berbeda di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) KPP PMA Tiga hari ini. Tampak para ustadz begitu sibuknya melayani Wajib Pajak di hari terakhir pelaporan SPT. Tapi mereka bukan sembarang ustadz. Ya, mereka adalah para pegawai di seksi Pelayanan KPP PMA Tiga sendiri yang memakai baju koko dan peci hitam (milik sendiri dan bukan pemberian kantor) untuk melayani Wajib Pajak di bulan ramadhan yang suci ini.
Terasa teduh sekali. Terasa indah dipandang mata. Menyejukkan. Dan menjungkirbalikkan stigma yang melekat selama ini kepada petugas pajak. Ada proses perubahan di sini. Ataupun dalam bahasa manajemen strategis ada proses unfreezing dari suatu kestatisan gerak. Bagaimana tidak, biasanya yang kita jumpai adalah para petugas yang berkemeja rapih dengan dasi yang menempel gagahnya di leher. Kali ini di ramadhan ini, mereka tidak seperti biasanya. Inilah berkah dari ramadhan mubarak.
Suatu keniscayaan bahwa keteduhan yang muncul ini adalah upaya berkelanjutan dari suatu perubahan radikal yang harus—mau tidak mau—dilakukan oleh KPP PMA Tiga, sebagai KPP yang telah memegang kode etik dalam setiap pelayanan dan tugasnya. Yang dalam bahasa gaulnya, telah menjadi syari’ah. Maka upaya ini patut dihargai sebagai upaya cemerlang dan pengukuhan stigma kebaikan yang akan melekat pada KPP PMA Tiga, bukan sebagai pemanis mata saja.
Tentu bahwa keindahan, keteduhan, dan kesejukan tersebut tidak berhenti pada hanya terekspresikannya dengan tampilan fisik dan pada bulan suci nan mulia ini, namun juga diharapkan bahwa keindahan, keteduhan, dan kesejukan juga melekat pada batin dan jiwa seluruh pegawai KPP PMA Tiga dan di bulan-bulan setelah ramadhan.
Karena sesungguhnya kebahagiaan itu tidak hanya berhenti pada kebahagiaan dzahir atau fisik semata namun juga beriring dengan adanya kebahagiaan jiwa berupa ketenangan saat bekerja, ketenangan dalam bersosialisasi, dan masih banyak lainnya.
Sekali lagi ide bersama para petugas pelayanan yang muncul ini patut dihargai. Patut menjadi contoh dan teladan bagi KPP yang lain. Tentu didasari bahwa semua itu karena Allah serta adanya tekad yang kuat untuk berubah. Percuma saja petugas TPT di berikan tampilan indah itu sedangkan pada tataran nyatanya tingkah laku para pegawai KPP tersebut masih seperti yang lama dan tidak berubah.
Salut. Semoga Allah merahmati kalian dan kita semua.

dedaunan di ranting cemara
ramai
13:49 20 September 2005

Buka Puasa Bersama Dirjen


Suatu kehormatan mendapat undangan untuk berbuka puasa bersama di kediaman Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara (DJPbN) Bapak Mulya Nasution pada sabtu kemarin di kawasan perumahan elit Tanjung Mas Prima, Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Acara berbuka puasa itu dihadiri pejabat eselon dua dan tiga kantor pusat DJPbN.
Bukan, bukan saya yang mendapatkan undangan itu. Tepatnya Qoulan Syadiida yang diundang untuk datang sedangkan saya hanya mengantarkannya. Ia mendapat undangan secara pribadi dari Ibu Mulya sebagai penggerak majelis ta’lim di lingkungan Badan Akuntansi Negara–sebelum dilebur ke dalam DJPbN.
Dengan segera mengusir rasa minder yang muncul tiba-tiba, saya memarkirkan motor di antara deretan mobil-mobil tahun muda yang diparkir di sepanjang jalan depan rumah mewah itu.
Baru pertama kali saya memasuki rumah seluas dan semewah ini, dengan ukuran yang luar biasa besarnya bagi saya. Kalau dibandingkan rumahnya, rumah saya yang bertipe rumah sederhana ukurannya hanya setengah dari halaman depannya saja. Keasriannya sungguh terasa saat memasuki halaman depan itu, dengan saung yang berdiri di sudut, tanaman yang tertata rapih dan indah ditingkahi gemericik air pancuran.
Tiba-tiba saat kami memasuki bagian dalam rumah, hujan turun dengan derasnya seakan tidak kerasan bergantung pada tebalnya mendung sedari tadi. Seakan merindukan perjumpaan dengan percikan-percikan air kolam renang di bagian belakang rumah. Tapi tak menyurutkan kekhidmatan acara berbuka puasa yang dimulai pada pukul setengah enam sore.
Qoulan Syadiida pun didaulat untuk menjadi saritilawah membacakan terjemahan ayat 183-186 surat Al-Baqoroh. Setelahnya ada sambutan dari shohibul bait dan dilanjutkan dengan acara berbuka puasa dengan makanan dan minuman ta’jil sekadar untuk membatalkan puasa.
Surat Al-Mulk dibacakan dengan syahdunya oleh Ustadz Sofyan Tsauri yang memimpin sholat maghrib berjama’ah. Setelah itu para tamu pun diajak naik kelantai dua untuk menyantap hidangan yang telah disediakan. Mulai dari martabak kubang yang sungguh nikmat dimakan dengan kuah kari kambingnya, daging ayam, sayur-sayuran dan buah-buahan sebagai makanan penutup—semuanya menu ala perusahaan catering.
Saya yang tidak kenal dengan seluruh bapak-bapak pejabat itu berusaha untuk mencari teman bicara, syukurlah saya mendapatkannya. Ia seumuran dengan saya dan anak dari salah satu tamu yang diundang, serta masih sama-sama canggung untuk mengajak berbicara dengan para tamu. Kami pun asyik dalam percakapan sendiri.
Saat adzan Isya berkumandang, semua tamu kembali turun ke lantai bawah untuk sama-sama melakukan sholat Isya berjama’ah yang dilanjutkan dengan siraman rohani dari Ustadz Sofyan. Acara pun selesai setelah ditutup dengan sholat tarawih bersama.

****
Dalam perjalanan pulang, ada sesuatu yang berkesan di benak kami. Tentu sebagai manusia biasa kesan itu tak lepas dari masalah kebendaan, tentang besar dan luasnya rumah, tamannya yang indah tertata rapih, hidangan yang nikmat, kolam renangnya yang mengundang hasrat untuk menceburkan diri ke dalamnya, keramahan tuan rumah, berkumpul dengan para pejabat tinggi, wangi parfum bermacam-macam merek terkenal, dan lainnya.
Subhanallah, Maha suci Allah yang telah memberikan kenikmatan keluasan harta pada salah satu hambanya. Itu yang terucap selalu di bibir kami. Bukan pada jawaban untuk pertanyaan darimana harta itu di dapat. Karena itu urusan hambanya dengan Allah. Dan Qoulan Syadiida pun menegaskan, tuan rumah sebagai doctor lulusan luar negeri adalah pejabat eselon satu yang lurus-lurus saja. Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah.
Saya pun katakan kepada Qoulan Syadiida bahwa kenikmatan yang baru dirasakan adalah hanya sebatas kenikmatan dunia. Dan itu telah membuat kita merasa bangga, tersanjung, dan dihargai oleh tuan rumah sebagai manusia biasa.
Bagaimana perasaan kita kalau kita dipanggil oleh Tuhan yang telah menciptakan tuan rumah, yang tentu lebih kaya bahkan maha kaya. Bagaimana perasan kita dipanggil oleh Sang Pemilik Surga dengan panggilan:
Wahai jiwa yang tenang!
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku. (AlFajr: 27-30)
Tiba-tiba satu bulir bening jatuh membayangkan kenikmatan surga. Masya Allah, dengan kenikmatan surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dengan pepohonan yang teduh, dan buah-buahan yang disukai. Dengan penghormatan yang Allah berikan:
(Katakan kepada mereka), “Makan dan minumlah dengan rasa nikmat sebagai balasan daripada apa yang telah kamu kerjakan” (Al-Mursalat: 43).
Luasnya surga lebih luas dari langit dan bumi. Taman-tamannya indah tak pernah terbayangkan oleh manusia. Hidangannya lebih nikmat dari sekadar yang diturunkan kepada kaum Nabi Musa sekalipun, dengan minuman yang bercampur jahe yang didatangkan dari sebuah mata air surga bernama salsabil.
Dengan dikelilingi oleh para gadis dan pemuda yang tetap muda bak mutiara bertaburan dengan segala keramahannya. Dengan wangi parfum misk yang keharumannya sungguh luar biasa pada pakaian sutera halus dan tebal mereka. Berkumpul dengan para rasul dan para nabi, para shiddiqin, para mujahid, para orang-orang sholih. Maha Agung Allah dengan segala kekuasaannya.
Wahai Qoulan Syadiidaku, wahai istriku, bagaimana perasaan engkau membayangkan keindahan surga itu? maukah engkau mendapatkan kenikmatan surga yang kelak engkau kekal di dalamnya? Pertanyaan itu keluar memburu dari mulut saya.
Yang kemudian mengingatkanku pada sebuah ayat Allah:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Attahrim:6).
Ya Allah, Ya Rabb, kami takut nerakamu…kami rindu surgamu.
****
Malam itu adalah malam indah bagi kami. Malam yang membuat kami mendapatkan perenungan tentang sebuah keabadian. Keabadian segalanya. Satu pertanyaan adalah jikakah kami mendapat panggilan dari Arrahiim: “kembalilah kepada-Ku”?. Dengan takut dan harap kami yang ala kadarnya saja?

Allohua’lam.

dedaunan di ranting cemara
indah
11:41 23 Oktober 2005

Mencoba Hidup Tanpa HP


20.10.2005 – Mencoba Hidup Tanpa HP

Kehilangan sebuah HP pada tanggal 19 September 2005 adalah moment pertama saya dalam menikmati cuti kemarin. Entah hilang karena dicopet atau jatuh dari saku celana saat berjalan-jalan susuri sudut-sudut Semarang.
Saya memblokir dan menutup Nomor Kartu Halo saya, itu pun lima hari kemudian setelah hari kehilangan. Dari informasi yang diperoleh customer service Telkomsel saya masih diberikan kesempatan untuk membuka dan memakai kembali nomor HP semula dalam jangka waktu enam bulan kemudian setelah hari penutupan berlangganan Kartu Halo.
Saya pikir ini kesempatan saya untuk menyepi terlebih dahulu, selain menyepi dari hiruk pikuk kejaran Newmont Minahasa Raya, juga dari hal-hal yang kadang membawa saya pada sikap boros dalam penggunaannya.
Hilangnya HP Nokia 3660 yang saya beli baru dengan harga cuma Rp500.000,00–karena teman saya yang membayar sisanya–setahun lalu, Alhamdulillah tidak membuat hati ini gundah. Saya tidak biasanya seperti ini dalam menyikapi kehilangan sesuatu. Saya pikir itu bukan rezeki saya. Ada pemikiran positif bahwa ada hikmah yang tersembunyi di balik semua ini.
Saya berusaha mencari-cari hikmah itu. Ada satu yang baru saya temukan kemarin, yakni saya tidak perlu berusaha memeriksa saku celana dan mematikan HP saat akan mulai sholat berjamaah di setiap masjid yang saya kunjungi. Luar biasa, saya dapat menikmati saat-saat tenang memulai sholat sedangkan yang lain masih saja berusaha berkutat untuk mematikan HP saat imam sudah mengumandangkan takbir.
Selain hikmah itu, tentu saja ada efek dari hilangnya HP saya, apalagi kehilangan itu menjelang ramadhan. Saya tidak dapat mengetahui siapa saja yang telah menghubungi dan mengirimkan SMS kepada saya dalam rangka bersama-sama bergembira menyambut ramadhan. Untuk itu dalam kesempatan kali ini saya minta maaf kepada semua teman atas tidak terbalasnya pesan-pesan itu. Semoga kalian maklum adanya.
Wajib Pajak ternyata sering menghubungi saya dan saya berusaha memberikan penjelasan kepada mereka bahwa untuk saat ini sampai dengan waktu yang tidak dapat ditentukan, kiranya hubungan konsultasi hanya dapat melalui telepon kantor.
Efek lainnya adalah saya telah banyak kehilangan nomor penting. Tak mengapalah. Saya juga tidak bisa menghubungi Haqi, Ayyasy, Qoulan Syadiida dan sebaliknya, apabila terjadi keadaan darurat. Tak apalah masih ada wartel ini.
Saya mencoba tahu sebatas mana kemampuan saya dalam menghadapi bombardir iklan murah HP. Saya mencoba tahu sampai kapan saya bisa bertahan dalam sikap paradoksial manusia urban dan postmodern. Saya mencoba tahu sebatas mana kemampuan saya dalam ber-izzah untuk tidak meminjam HP para kawan. Saya mencoba tahu sebatas mana kemampuan saya menikmati ketenangan tanpa dering poliphonic calling dan sms. Saya mencoba tahu sebatas mana kemampuan saya menahan kerinduan akan suara-suara riang dari bocah-bocah cilik di rumah. Saya mencoba tahu bisakah saya hidup tanpanya?
Waktu yang akan berbicara.
Atau akankah rumput terus bergoyang menikmati dendang kesunyian.
Uh…Jaka sembung.
dedaunan di ranting cemara
hening bening
8:51 20 Oktober 2005