Suatu ketika ada pesan masuk di DM Instagram saya.
“Maaf, Pak. Saya mau bertanya apakah Bapak tahu dengan Ibu Ayu Endah Damastuti? Beliau tertinggal dompetnya, Pak. Saya lihat biodatanya yang muncul berfoto dengan Bapak,” tulis laki-laki itu dalam pesan tersebut.
“Mungkin saya bisa menghubungi beliau lewat apa ya, Pak? Soalnya posisinya di Cianjur nih, Pak,” lanjutnya lagi.
Alarm saya langsung menyala. Penipuan apa lagi ini? Saya senantiasa waspada kalau ada orang yang tidak saya kenal langsung mengirimkan pesan via DM. Selama ini banyak sekali akun Instagram dengan foto berparas rupawan yang mengirimkan pesan secara langsung dan setelah saya amati, akun tersebut tak berselang lama dibuat.
“Bisa difotokan biodatanya? Soalnya seingat saya, saya belum pernah berfoto dengannya,” ujar saya.
Kemudian dia mengirimkan foto yang sangat familier. Ya, foto di sekitaran tahun 2013. Saat acara perpisahan kantor melepas saya yang dimutasi ke Tapaktuan, Aceh Selatan. Kalau itu memang benar foto saya dan teman-teman di Subdirektorat Peninjauan Kembali, Direktorat Keberatan Banding, DJP.

Untuk memastikan kebenaran narasi sang pengirim pesan itu dan dompet Mbak Ayu benar-benar ketinggalan, saya menghubungi langsung Mbak Ayu via WhatsApp. Awalnya ia tak merasa ketinggalan dompet, namun tetap mengizinkan saya untuk memberikan nomor telepon itu kepada pengirim pesan yang merupakan petugas satuan pengamanan di salah satu retail di Cianjur.
Setelah memberikan nomor itu, saya terdistrak dengan banyak hal. Sampai beberapa hari kemudian saya teringat kembali pesan itu dan langsung membuka jendela WhatsApp Mbak Ayu.
Dan benar ada pesan darinya di hari itu. “Ya Allah. Makasih banget, Mas. Itu dompet dan kartuku. Alhamdulillah bisa balik. Bahkan aku enggak sadar kalau ketinggalan,” kata Mbak Ayu.
Alhamdulillah. Di zaman sekarang, keberadaan orang mudah dicari. Kalau saya menjadi penemu barang itu, tentu akan mencarinya terlebih dahulu di media sosial atau Google. Kebetulan saya pernah menulis tentang peristiwa makan-makan itu di blog saya yang kemudian terindeks oleh Google. Di dalam tulisan tersebut banyak nama yang saya sebut, termasuk Mbak Ayu Endah Damastuti.
Pak Satpam mencari di Google, mengetikkan nama lengkap Ayu Endah Damastuti, muncul banyak foto. Mengeklik salah satu foto di sana dan kemudian menuju laman blog saya. Tertulis nama lengkap Riza Almanfaluthi dan kemudian mencari nama saya di Instagram. Akun saya terlihat aktif dan langsung Pak Satpam mengirimkan pesan kepada saya. Internet do magic! Ungkapan populer yang sering dipakai di media sosial atau forum untuk menggambarkan keajaiban internet. Dan keajaiban ini nyata adanya.
Omong-omong, buat teman-teman yang ingin tahu tulisan lama tersebut, silakan mengekliknya di sini.
“Iya, Mas. Suwun banget. Untung banget Mas Riza suka menulis dan pernah menulis tentang kantor lama (Direktorat Keberatan dan Banding),” kata Mbak Ayu.
Masyaallah. Di sinilah saya benar-benar merenung. Manfaat tulisan atau menulis itu bisa dirasakan seketika atau nanti (belasan tahun kemudian) oleh orang-orang sekitar. Saya merasa jadi orang yang bermanfaat. Peristiwa ini menambah keyakinan saya pada sebuah tesis: menulis itu menginspirasi dan membuka jalan kebaikan.
Namun, satu hal lagi. Semua keajaiban ini tidak akan pernah terjadi kalau Pak Satpam itu tidak memiliki kejujuran dan integritas. Memilih mengambil semua isi dompet itu dan menganggap peristiwa ketinggalan dompet tidak pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Benar, kan?
“Emang kalau masih rezeki, bisa saja dari mana-mana jalannya, ya, Mas?” tambah Mbak Ayu.
Saya sangat sepakat dan tak bisa menampik ujaran itu.
***
Riza Almanfaluthi
7 Oktober 2025
Gambar dari Freepik


