
Siang tadi saya dikejutkan adanya tayangan digital yang menampilkan ancaman terhadap operating system (OS) yang selama ini ada. Sistem operasi China bernama HarmonyOS PC yang dikembangkan Huawei benar-benar menantang dominasi OS Windows dan MacOS. Dua OS ini sudah puluhan tahun menguasai pasar dunia. Saya mengenal Windows 95 sejak pertama kali kuliah.
Pengguna aktif Huawei di seluruh dunia ada 700 juta saat ini. Kalau 20% penggunanya beralih ke HarmonyOS PC, itu akan mengguncang pasar OS global begitu signifikan. Pemerintah China sudah memberikan tenggat penggunaan HarmonyOS PC ini paling lambat 2027 untuk seluruh perangkat komputer yang ada di negara itu.
Kabar ini saya dengar setelah paginya saya mendapatkan berita kalau HarmonyOS juga siap-siap menggusur keberadaan Android di pasar ponsel. Android akan tergusur seperti Blackberry yang pernah menjadi korban kemunculan Android.
Saya jadi berpikir, kejayaan atau dominasi suatu produk ataupun bangsa memang ada batas waktunya. Saya pernah menyangka kalau Google itu sudah menjadi pencapaian puncak teknologi informasi, tetapi pelan-pelan keberadaannya tergusur dengan adanya ChatGPT. Ini karena aplikasi terakhir ini sudah memberikan jawaban langsung atas segala pertanyaan yang pernah ada di muka bumi. Sesuatu yang tak bisa dilakukan oleh Google, walaupun pada saat ini kecerdasan buatan itu sudah diinjeksi ke dalamnya. Namun, semua sudah terlambat. Apalagi saat DeepSeek kemudian muncul.
Selama puluhan tahun dunia bergantung pada produk-produk Barat itu, mulai dari OS sampai satelit, tetapi ledakan kejut global saat China menunjukkan kemampuannya berdiri sendiri itu nyata. China diembargo oleh barat di bidang teknologi, yang embrio embargo itu dimulai sejak 2015, tetapi negara itu mampu menunjukkan perlawanannya sebagai penyeimbang bahkan menjadi ….
Calon Predator
Saya setidaknya telah membuat senarai mini seperti berikut ini.
Ada JU-10C versus Rafale. JU-10C merupakan pesawat tempur produksi lokal dengan rudal PL-15 yang dikembangkan oleh China Airborne Missile Academy yang mampu menyaingi, bahkan menghancurkan, simbol kekuatan udara Barat. Palagan Pakistan-India membuktikannya.
Ada Huawei Mate 60 Pro dan chip Kirin yang mengejutkan dunia karena Huawei tetap eksis meski dikepung sanksi. Ada HarmonyOS (Mobile) sebagai OS independen yang kini dipakai ratusan juta perangkat. Sekaligus HarmonyOS PC yang menjadi serangan frontal terhadap dominasi Windows dan MacOS.
Itu baru sebagian. Sebelumnya kita menyaksikan ada lapis teknologi lain yang menyokong kemandirian China melawan dominasi barat. Ada BeiDou versus GPS. Sistem navigasi yang membebaskan China dari ketergantungan satelit AS. Ada DeepSeek versus ChatGPT, kecerdasan buatan yang berbasis pada model bahasa besar yang dirancang untuk memahami dan menghasilkan teks secara cerdas. Kemunculan DeepSeek mampu mengentak Silicon Valley dan merontokkan nilai saham teknologi Amerika Serikat.
Ada Yuan Digital, sebagai amunisi untuk keluar dari sistem keuangan berbasis dolar. Jangan pula dilupakan dengan komitmen China terhadap BRICS. Salah satu misi BRICS adalah dedolarisasi, mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat dalam perdangangan dan cadangan devisa.
Ada mobil listrik BYD. Contoh sukses teknologi massal China yang menyalip Tesla. Pun, SMIC dan produksi Chip 7nm. SMIC ini semacam TSMC-nya China. SMIC adalah perusahaan pembuat chip terbesar di China. Mereka memproduksi chip untuk berbagai kebutuhan, mulai dari ponsel, kecerdasan buatan, hingga militer. “7nm” (nanometer) adalah ukuran teknologi fabrikasi chip—semakin kecil angkanya, semakin canggih dan hemat daya chip-nya. Perusahaan seperti Apple, AMD, dan Nvidia dulu hanya bisa membuat chip 7nm lewat TSMC (Taiwan) atau Samsung (Korea).
Splitinternet
Dari kemandirian itu, terjadi splitinternet. Dunia terbelah. Mau memilih mana? Antara ekosistem Barat dengan segala syarat dan ketentuannya atau ekosistem China dengan menjanjikan kesetaraannya—secara retoris dan diplomatiknya demikian. Narasi yang dipakai adalah: kami tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, kami ingin membangun tatanan dunia multipolar, kami mitra pembangunan, bukan penjajah teknologi.
Banyak yang menganalisis kemandirian digital ini bisa terwujud karena China fokus pada investasi riset dan pendidikan. China lebih memilih pendekatan diam-diam, terstruktur, dan jangka panjang dalam pengembangan digitalnya daripada Barat yang sering gembor-gembor. Terakhir, daya tahan mereka terhadap tekanan luar, didukung jumlah penduduknya yang menjadi sumber daya terpenting. China adalah pasar buat mereka sendiri.
Dari pelbagai cerita di atas ini kita mengakui bahwa kemandirian itu adalah kekuatan jangka panjang. Negara bisa meraih istiklalnya secara politik jika bisa mandiri secara teknologi dan ekonomi. Sanksi bisa menjadi pemicu inovasi, tetapi tidak semua negara mampu mengubah hambatan menjadi tantangan. Kita masih melihat Iran berjuang keras keluar dari keterpurukannya akibat embargo.
Selain itu, penting pula membangun ekosistem sendiri. Jangan hanya bergantung pada sistem luar: dari sistem operasi, kecerdasan buatan, hingga mata uang. Sampai di sini, Indonesia boleh berbangga dengan sistem pembayaran digital berbasis QR Code yang mampu mencegah dominasi Visa dan Mastercard.
Investasi pada otak lebih berharga daripada senjata. Fokus pada kecerdasan buatan, chip, pendidikan, dan riset dan pengembangan memberi hasil lebih dahsyat daripada senjata nuklir. Ini menemukan kelindannya karena kekuasaan tak hanya soal militer, tetapi soal kendali atas data, sistem, dan jaringan. Pada zaman digital ini, siapa yang menguasai perangkat lunak dan sistem global, dialah pengendali dunia.
Soft Power
Dunia sedang berubah dan ada kekuatan baru tengah menulis ulang aturan main. Siapa yang masih bergantung pada Barat, akan tertinggal oleh negara-negara yang memilih mandiri dan membuat aturan mainnya sendiri.
Ketika saya ditugaskan mewakili kantor untuk menghadiri undangan Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok pada resepsi peringatan 97 tahun berdirinya Tentara Pembebasan Rakyat di Kuningan, Jakarta pada tahun lalu, saya melihat sendiri bagaimana kekuatan mereka tidak hanya terletak pada senjata dan barisan militer, tetapi juga pada cara mereka merangkai narasi kebangkitan dengan percaya diri dan penuh strategi. Di balik seremoni itu, tersirat pesan kuat: mereka tengah membangun pengaruhnya bukan hanya dengan kekuatan keras (hard power), tetapi juga melalui diplomasi, budaya, dan teknologi — sebuah soft power yang terencana dan terukur.
Namun, sejarah selalu mengajarkan banyak hal. Sejarah juga membangun kesadaran bahwa narasi kesetaraan bisa datang dalam berbagai rupa. Jepang pada saat mendarat dan menguasai Hindia Belanda pernah datang sebagai Saudara Tua. Kita tahu Indonesia mengalami dan menjadi apa setelahnya. Kepada China dan Barat, kita bisa berbilang: kemandirian—bukan ketergantungan pada poros mana pun—adalah pilihan bijak bagi Indonesia.
Akankah kita mampu menulis aturan mainnya sendiri di tengah pertarungan raksasa ini?
***
Riza Almanfaluthi
8 Juni 2025
Gambar dari futurereport.schibsted.com
Pemesanan buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang: https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi.
Baca satu bab gratis buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.
Baca Kata Pengantar buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.
Lihat Daftar isi buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.
Baca Sinopsis buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.
Menarik… window 95 dengan lotus dan ws . Hegemoni Yahoo di takedown google, bb dengan andoid. Dll tidak ada yg abadi. Apakah harus diembargo dulu baru mandiri? Bagaimana program TKDN kita apakah mampu mengikuti negara china?
LikeLiked by 1 person
perlu waktu untuk Indonesia berjuang dan bisa mandiri. tetapi semua bisa dilakukan.
LikeLike