JANGAN DIBUNGAIN YA PAK


JANGAN DIBUNGAIN YA PAK

Dewi namanya. Malam-malam kirim SMS pada saya. Bahkan datang ke rumah jam setengah sebelas malam. Saya tidak kenal dia. Dia juga tidak kenal saya. Saya dikenalkan dengan dia oleh Ustadz Fatkhurrokhman—KPP Pasar Rebo, halo Ustadz semoga antum sehat selalu—maghrib sebelumnya. Sebenarnya Dewi hendak menuju ke rumah Ustadz Fatkhurrokhman, tetapi, maka ia menyarankan Dewi untuk menemui saya.

Dewi mengetahui Ustadz Fatkhurrokhman dari mahasiswa UI yang ditemuinya di Metromini sepulang dari Dompet Dhu’afa. Permohonan mendadak atas suatu keperluannya tidak bisa dipenuhi oleh lembaga itu. Ia mengeluh kepada mahasiswa UI dan dari mahasiswa itu Dewi diminta untuk datang ke rumah Ustadz Fatkhurrokhman. Tetapi karena sedang bedrest dan jaraknya jauh dari Bojonggede ke Cinere, Ustadz Fatkhurrokhman menyarankan Dewi untuk menemui saya saja.

Dewi anak pertama dari sembilan bersaudara. Umurnya 27 tahun. Bapaknya sudah dua tahun tidak ada. Lima orang adiknya masih sekolah. Sedangkan ia belum lama keluar dari Rumah Sakit Cibinong dan Rumah Sakit Bunda Margonda Depok karena vertigo. Karena sering sakit-sakitan, ibu dari dua orang anak ini ditinggal suaminya tanpa kejelasan status. “Enggak kuat biayain sakit kamu,” kata suaminya. Kini Dewi tinggal bersama ibunya sebagai tulang punggung keluarga untuk membiayai adik-adiknya dan tentu dua anaknya juga. Peran sebagai buruh cuci pun dilakonin.

Dewi meng-SMS: “Pak, adek saya yang baru masuk SMK sampai saat ini belum bisa bayar SPP selama tiga bulan. Saya sudah ke sana ke mari namun masih belum ada jalan. Saya berusaha minta tolong sama tetangga tetapi mereka mintanya dibungain.”

Butuhnya berapa Mbak? Saya
kirim sms balasan.

Besarnya 240 ribu rupiah Pak. Jumlah yang sangat besar Pak. Tadi saya sudah coba usaha ke Jakarta. Yang ada malah uang yang seharusnya buat beli beras terbuang buat ongkos sama beli pulsa. Soalnya saya pinjam hp teman adek saya Pak.

Saya jadi ingat ada amanah yang belum tertunaikan. Maka saya minta ia datang malam itu juga ke rumah saya. Soalnya kalau bertemu besok pagi sudah jelas saya tidak ada. Saya sudah pergi ke kantor. Jarak 6 kilometer ditempuhnya.

Di ruang tamu itu wajahnya terlihat kelelahan. Ia mengutarakan semua keluhannya. Sang adik sebenarnya menunggak SPP tiga bulan, tapi cukup diminta untuk membayar 2 bulan dulu. SPP sebulannya Rp120 ribu. Saya periksa semua fotokopi dokumen yang saya minta sebelumnya. Yang pasti harus diketahui adalah alamat rumahnya untuk suatu saat saya dapat silaturahim dengan ibunya.

“Jadi emangnya Mbak Dewi mau pinjam uang?” tanya saya.

“Iya Pak. Tapi tolong jangan dibungain ya Pak,” pintanya.

“Emangnya tetangga sana minta bunga yah?”

“Iya Pak, saya mau pinjam 100 ribu. Saya cuma dapatnya 80 ribu. Lalu bayarnya bulan depan 130 ribu,” jelasnya. Waduh…gede amat.

“Ya sudah, tapi sebelumnya saya minta nanti Mbak Dewi sama keluarga yang lain doakan nama ini yah. Beliau yang sebenarnya bantu Mbak,” kata saya sambil menyodorkan secarik kertas berisi sebuah nama. “Anaknya sakit, tolong doakan supaya anaknya cepat sembuh.”

“Insya Allah Pak.”

“Ini uangnya.” Dua kertas warna merah dan dua kertas warna hijau berpindah tangan. “Tak perlu bayar bunga. Dan tak perlu ngutang. Ini dikasih saja.”

“Tapi pak…saya niatnya minjem?” Ia terperangah. Tak percaya. Matanya berkaca-kaca.

“Tak usah. Tidak apa-apa. Manfaatkan dengan baik saja,” potong saya. Ia tak tahan untuk tidak meneteskan air mata. Dua tangan menangkup wajahnya. Saya sampai harus menarik tangan saya ketika ia tiba-tiba turun dari kursi tamu, duduk bersimpuh di hadapan saya, dan hendak mencium tangan saya.

Kata-kata terima kasih berulang-ulang terluncur dari mulutnya. Rona bahagia terlihat dari wajahnya. Besok ia akan datang lagi untuk menyerahkan bukti pembayaran SPP itu.

Uang 240 ribu rupiah bagi kita bisa jadi itu senilai jumlah pulsa hp bulanan kita. Atau senilai satu potong kemeja. Atau senilai traktiran 7 porsi tongseng STEKPI Kalibata dan 20 tusuk satenya. Atau senilai internet unlimited dua bulanan. Tapi bagi Dewi, uang senilai itu berharga sekali. Amat. Memperpanjang masa depan dan hidup keluarganya.

Nama yang saya sodorkan kepada Dewi adalah nama salah satu dari anggota milis ini. Kepadanya saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah membalas kebaikannya dengan kebaikan yang berlipat ganda. Masyarakat Bojonggede sangat terbantu sekali.

Infak dan segala pemberian kita adalah harta yang sesungguhnya. Menjadi benteng dari segala musibah dan petaka, wasilah untuk mendapatkan anak, menyembuhkan derita sakit, menjadi awal dari bertambahnya kebaikan kita, serta melatih kepekaan dan mendidik kita untuk menjadi orang yang soleh secara sosial. Karena sejatinya orang soleh secara individu itu banyak tetapi paripurna berkelindan dengan soleh sosial itu yang jarang. Saya banyak belajar dari teman-teman sekalian yang ada di sini.

Terima kasih atas pelajarannya, Kisanak…

***

Thanks to Bapak, Ibu, Mas Bro dan Mbak Sist :

Herlin Sulismiyarti; Hartyastuti; Harsoyo; R Ganung Harnawa; Noviyanti; Euis Purnama Sari; Erwinsyah Marpaung; Erwan; Ervan Budianto; Erni Nurdiana; Erin Fadilah Sari; Erfan; Eni Susilowati; Emma Kataningrum; Eldes Gina Kencanawati Marbun; Dina Lestari; Dian Sofa Imama; Dian Rahmawati; Dewi Andriani; Desiana Witianingtyas; Desi Purbi Mulyani; Cucu Sri Rahayu Botutihe; Binanto Suryono; Ayu Diah Rahmayati; Awik Setyaningsih; Ardiana Wiryawan; Anton Rukmana; Anik Noerdianingsih; Anang Anggarjito; Amran; Aliyah; Al Mukmin; Agus Budihardjo; Agung Priyo Susanto; Ade Hasan Pahru Roji; Abdul Manan; Moh. Suroto; Budi Utomo; Zakki Asyhari; Ujang Sobari; Uha Indiba; Tujanawati; Tri Satya Hadi; Tosirin; Tjandra Risnandar; Titik Minarti; Tintan Dewiyana; Sulistiyowati; Siti Nur`Aini; Setyo Harini; Ruli Kushendrayu; Roos Indrapurwati Yulinapatrianingsih; Riza Almanfaluthi; Rina Febriana Sitepu; Rimon Domiyandra; Ratna Marlina; Nugroho Putu Warsito; Nana Diana; Nady Safutra; Listya Rindrawardhani; Lia Yuliani; Layli Sulistiorini; Larisman Gaja; Khuriah Nur Azizah; Khadijah; Ita Dyah Nursanti; Irma Handayani; Indria Sari; Imamuddin Hakim; Ikaring Tyas Aseaningrum; Leli Listianawati; Mona Junita Nasution; Herri Rakhmat; Herpranoto; Rosvita Wardhani; Indah Pujiati

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

10.25 – 17 September 2011

Philanthropycanus Erectus Citayamiensis

SHADAQAH YANG TERCEDERAI


SHADAQAH YANG TERCEDERAI


إنّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا

ومن سيّئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلل فلا هادي له،

وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنّ محمدا عبده

ورسوله


أما بعد

Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah Rabb semesta ‘alam yang telah mengizinkan kepada kita untuk bermuwajahah, yang telah memperkenankan kita untuk saling mengikatkan tali kasih sayang di antara kita, dan yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Alhamdulillah yang telah memberikan kepada kita nikmat hidayah dan sepercik iman, yang dengan itu pula Allah telah menggerakkan hati dan melangkahkan kaki kita untuk selalu mengerjakan amal kebajikan.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, qudwah hasanah kita, murabbi umat, panglima besar revolusi kemanusiaan, nabi Muhammad saw, yang akhlaknya adalah alqur’an, yang paling dermawan, yang paling berani, yang memberi bagaikan orang yang tidak pernah takut akan kefakiran, yang rumahnya senantiasa terbuka bagi siapapun yang singgah, yang senantiasa memberi makan orang yang lapar dari makanannya, yang pernah mengatakan kepada kita semua: “aku tidak diutus untuk (melontarkan) kutukan, tetapi sesungguhnya aku diutus sebagai (pembawa) rahmat.” 1)

Rahmat Allah inilah, ya ayyuhal Ikhwah, yang sedang kita rasakan di bulan ramadhan ini, bulan pelipatgandaan amal. Dan dirasakan oleh umat beriman lainnya. Betapa tidak dengan datangnya bulan ramadhan ini, kita yang tidak pernah baca Al-qur’an di luar bulan ramadhan, di bulan suci ini kita kembali kepada al-qur’an untuk membacanya. Kita yang tidak pernah shalat malam di luar bulan ramadhan, di bulan penuh keberkahan ini kita mendirikan malam-malamnya setidaknya melaksanakan shalat tarawih dan witirnya. Kita yang tidak pernah datang ke masjid, berbondong-bondong kita ke masjid di bulan penuh rahmat ini. Dan kita yang dikuasai dengan kebakhilan di luar ramadhan, dengan datangnya ramadhan mubarok ini kebakhilan gantian menjadi budak kita dengan tanda berupa entengnya kita dalam mengeluarkan shadaqah.

Shadaqah yang kita keluarkan di luar bulan ramadhan, Allah sudah janjikan dengan balasan 10 kali lipat hingga seratus kali lipat, apatah lagi di bulan ramadhan. Oleh karena itu betapa banyak dari kita mengeluarkan shadaqah, infak dan zakat itu di bulan ramadhan.

Ada yang bertanya apa bedanya antara zakat, infak dan shodaqah. Kalau diibaratkan sebuah lingkaran maka shadaqah adalah lingkaran besar yang di dalamnya terdapat lingkaran kecil yang bernama infak, dan di dalam lingkaran kecil infak itu terdapat lingkaran lagi bernama zakat. Cakupan shadaqah amatlah luas. Shadaqah tidak selalu identik dengan uang. Di dalam shadaqah selain dengan materi ada yang namanya senyum, menyingkirkan duri dari jalanan, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, ataupun membebaskan saudaranya dari hutang. Dan infak wajiblah yang bernama zakat. Demikianlah secara ringkas dapat diilustrasikan perbedaan diantara ketiganya.

Shadaqah berasal dari kata shidiq yang artinya benar. Dan menurut Al-Qadhi Abu Bakar bin Arabi, benar di sini adalah benar dalam hubungan dengan sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan. 2) Dengan kata lain shadaqah berarti pembuktian benar adanya iman di dalam dada. 3) Hanya orang-orang yang beriman yang mampu melaksanakan shadaqah, hanya orang-orang yang percaya adanya Allah dan hari akhir sajalah yang mampu shadaqah, infak, ataupun zakat. Hanya orang–orang yang percaya betul dengan balasan Allah di dunia dan akhirat yang mampu dirinya mengangkangi syahwat bakhilnya.

Dengan balasan yang berlipat ganda yang diberikan oleh Allah swt kepada orang-orang yang beriman yang bershodaqah, maka Allah pun telah memperingatkan kepada orang-orang bershadaqah tersebut untuk menghindari dua perkara ini. Yaitu perkara-perkara yang dapat merusak dan menghilangkan nilai-nilai kebaikan atau pahala yang diberikan Allah kepada orang-orang yang bershadaqah. Sebagaimana telah difirmankan di ayat yang saya bacakan di awal:


Al-Baqarah:264. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Allah telah memperingatkan keapda kita semua dalam hal bershadaqah: yaitu jangan sekali-kali menyebut-nyebut shadaqah itu dan menyakiti perasaan si penerima. Tanpa disadari kita mendapatkan shodaqah itu tidak bermakna apa-apa.

Semisal, betapa kita sering mendengar perkataan ini: “ini masjid tidak akan pernah bisa berdiri kalau saja tidak ada saya; ini masjid tidak akan pernah berdiri megah kalau saya tidak menjadi ketua panitianya; ini masjid enggak akan sesejuk ini kalau tidak ada AC yang saya beli.” Dikatakan dengan lisan atau cukup di dalam hati saja itu sudah membuat rusak pahala shadaqah kita.

Semisal lain. Seringkali rumah kita kedatangan tamu yaitu para peminta-minta. Apalagi kalau bulan puasa, banyak sekali. Dan karena sudah terbiasa bakhil, ketika kita memberi infak mulut kita atau hati kita sering reflek mengatakan dalam hati: “langganan; masih sehat ngemis; sindikat; bayinya dapat nyewa”. Atau seringkali karena kejengkelan kita karena didatangin terus menerus, kita sering bilang maaf kepadanya tanpa menongolkan kepala kita sedikitpun dari pintu kita.
Padahal bisa jadi yang datang itu adalah Pak RT yang menagih uang sampah dan keamanan.

Ya Ayyuhal ikhwah, sesungguhnya tangan-tangan kita amatlah pendek, dan kita juga tahu bahwa ini bagaikan lingkaran setan, mulai dari mana kita memutus rantai setan dunia kepengemisan ini. Dan sebenarnya sudah menjadi tugas pemerintahlah untuk mengangkat derajat hidup mereka. Nah kalau sudah tahu kita tidak mampu untuk mengentaskan mereka sendirian, tak perlulah kita menciderai amal shadaqah kita dengan mengatakan sesuatu yang amat menyakitkan itu.

Ayo, kita sama-sama berbenah diri, di bulan ramadhan ini berikan yang terbaik dengan shadaqah-shadaqah kita, dan tak usahlah pula merusak amal shadaqah kita dengan dua perkara tersebut. Allah telah membuat perumpamaan dalam lanjutan ayat tersebut tentang masalah ini dengan batu licin yang di atasnya ada tanah, lalu batu tersebut disiram hujan lebat, maka menjadi bersihlah batu tersebut. Sia-sia. Tidak mendapat manfaat apa-apa.

Semoga di bulan penuh keberkahan ini Allah menerima shadaqah-shadaqah kita. Amin.

Samarinda kota di Kalimantan

ada pohon dinaikin bekantan

kalau ada kata yang menyakitkan

mohon untuk dimaafkan

kayu lidi di taman bekasi

cukup di sini, sekian, dan terimakasih.

Billahittaufik walhidayah…

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

  1. H.R. Bukhori dan Muslim;
  2. Muhammad Andi Wibisana

riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

01 September 2009

transkrip kuliah terserah antum