SLOGAN ANTIKORUPSI HANYA OMONG KOSONG


SLOGAN ANTIKORUPSI HANYA OMONG KOSONG

 

Musim ujian nasional (UN) mulai dari SMU sampai SD telah usai. Sekarang mereka yang telah ujian tersebut berharap hasilnya menggembirakan. Dan bersiap-siap mendaftarkan diri ke kampus atau sekolah favorit mereka selanjutnya.

    Saya sebagai wali murid dari anak yang duduk di kelas 6 SD perlu memberikan catatan penting dari pelaksanaan UN tersebut. Tentu dengan memperhatikan berita fakta serta informasi yang masuk yang diberikan siapa pun kepada saya. Insya Allah tidak bohong.

Satu hal penting, UN bisa menjadi sarana tepat untuk mengukur sejauh mana upaya kecil kita dalam memberantas korupsi di negeri ini. Sekadar slogan omong kosong atau karakter. Semoga twit tanggal 8 Mei 2012 ini bisa dibaca siapa pun yang peduli dengan negeri ini.

(Gambar diambil dari sini)

  1. Masyarakat selalu gembar-gembor antikorupsi tetapi gak dulu melihat ke dalam & tanya sudahkah sy gak korupsi.
  2. Contohnya masih membiarkan anaknya jd calon koruptor dg membiarkan anak itu dpt kunci jawaban UN
  3. Kunci jawaban UN yg didapat dari guru atau sekolahnya langsung dibagikan sebelum ujian berlangsung.
  4. Loh bukannya sekarang soal & jawaban UN dikawal ketat oleh polisi. Itu cuma simbol. Formalitas. Faktanya banyak yg jebol jawaban UN.
  5. Jawaban UN dibeli oleh skolah negeri atau swasta. Dijual oknum. Semua bekepntingan. Oknum dpt duit. Sklh dpt prestasi & jaga kepentngn
  6. Kepentingan Sekolah negeri adalah kepentngan amankan kinerja kepsek & duit BOS. Sdgkan swasta untuk jaga kredibilitas nama sekolah.
  7. Apalagi dinas pendidikan punya alat ukur kinerja sekolah dg UN & target daerah 100% lulus. Itu bagus tp ditempuh dg cara haram.
  8. Yg dibawah harus taat. Klo gak, guru yg dimutasi. Makanya Segala cara ditempuh. Satu semester cuma belajar mata pelajaran UN.
  9. Lembaga bimbel masuk sekokah. Guru bisnisin jasa ajarnya ke anak didik. Bimbel dirumahnya.
  10. Yg terakhir cara haram itu ditempuh. Sekolah swasta yg gak mau cara itu dianggap pembangkang. Dan dianggap nyeleneh.
  11. Srkarang yg jujur dihina. Yg korup dipuji. Diapresiasi dg BOS. Dg dana rakyat yg dikumpul dari pajak.
  12. Cara lain adalah dg membeli pengawas. Pengawas diem bae saat contek2 masal terjadi. Merasa solider di sekolahnya jg lakukan yg sama.
  13. Coba bayangkan anak sedari kecil diajarkan cara curang tak jujur itu untuk raih kesuksesan. Gak diajarin proses. Selalu hasil & hasil.
  14. Gak ditanamkan nilai-nilai kejujuran. Nilai2 ihsan. Bahwa walo pengawas gak liat ada Allah yg mahamelihat.
  15. Gak ditanamkan nilai bahwa dapat nilai kecil tapi hasil dari jujur itu lbih baik daripada nilai besar tapi curang.
  16. Gak ditanamkan bahwa keberkahan itu lebih baik drpd hasil yg didpat dari kecurangan. Percayalah, efek dari unfair ini trasa di masa dpn.
  17. Apa? Timbul next generation yg instan. Gak mau capek dikit. Mudah menyerah. Hipokrit. Halalkan sgl cara. Manja. Dan pelanggeng korupsi.
  18. Semua ini salah siapa? Jelas sudah ada yg salah dalam sistem pendidikan kita. Cara perbaikinya gimana?
  19. Selagi sistemnya kayak gini ya sdah mulai dari diri sendiri dulu. Sambil jalan. Tanamkan kpd anak/anak didik nilai2 kejujuran&anticontek
  20. Tanamkan nilai ihsan bahwa semua yg kita lakukan dicatat oleh Allah. Satu soal yg dijawab dari menyontek satu dosa sudah dcatet.
  21. Tuk yg sekarang jadi orang tua & anaknya lg UN kalo menyetujui praktik ini & membiarkannya maka buat apa kecam anggota DPR sarang krptor
  22. Buat apa mengecam pemerintah skg korupsi kalo dianya jg ternyata pendukung praktik ketidakjujuran ini.
  23. Buat apa? Instrospeksi dulu yah… Semoga Allah lindungi kita dari perbuatan itu. *selesai.

     

Kesimpulan yang bisa diambil adalah jika kita curang dalam UN maka percuma teriak-teriak antikorupsi, itu hanya omong kosong.

 

***

 

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

11:40 ditulis ulang pada tanggal 17 Mei 2012

 

Tags: ujian nasional, soal ujian nasional 2013, soal ujian nasional 2012, korupsi, kecurangan ujian nasional, kecurangan

Negeri Atau Pesantren?


NEGERI ATAU PESANTREN?

 

Waktu saya masih di Jatibarang, Indramayu, sampai dengan tahun 1994-an yang namanya sekolah swasta Islam itu entah itu yang namanya Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, ataupun Nahdhatul ‘Ulama, semuanya itu adalah sekolah-sekolah yang tidak diminati. Semoga sekarang bisa lain ceritanya yah.

    Ada lagi sekolah swasta buat kalangan tertentu seperti Sekolah Dasar (SD) dan SMP Kristen. Disebut kalangan tertentu ini karena kebanyakan yang sekolah di sana adalah anak-anak keturunan Tionghoa yang kaya dan memegang kendali ekonomi Jatibarang. Yang menjadi populer dan jaminan mutu serta diminati oleh masyarakat pada saat itu adalah sekolah negeri, salah satunya SMP Negeri 1 Jatibarang. Setelahnya nanti bisa pergi ke Indramayu menuju Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 atau Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Indramayu atau ke Cirebon menuju SMA Negeri 1 dan 2 Cirebon.

    Bertahun-tahun kemudian setelah bekerja di Jakarta dan tinggal di Bogor lalu mempunyai anak-anak yang kini tumbuh dewasa dan siap lepas dari SD apakah SMP Negeri akan menjadi tujuan utama dari saya? Sungguh, demi Allah, tidak terpikirkan sama sekali, babar blas, walau anak pertama kami, Mas Haqi, menginginkan untuk bisa masuk SMP Negeri. Mengapa?

    Melihat kondisi dan situasi zaman sekarang terasa sekali bahwa sekadar sekolah gratis atau berlabel negeri plus RSBI, banyak prestasi yang diraih, pun dengan deretan piala yang terpajang tidak menjamin sekolah itu mampu membuat anak menjadi berakhlak dan kuat dalam menghadapi serangan-serangan modernitas. Muncul ketakutan-ketakutan yang terpikirkan seperti pergaulan yang salah arah hingga mengarah kepada pacaran sampai berhubungan seks, obat-obatan, serta akhlak yang tidak terpuji. Banyak pemberitaan yang mengabarkan hal itu.

Saya menyadari bahwa penilaian ini adalah penilaian subyektif dan relatif kami. Bahkan sebenarnya alasan yang paling mendasar adalah kelemahan kami berupa ketidakmampuan dalam memberikan pengawasan kepada anak-anak sehingga tidak berani untuk menyekolahkan anak kami di SMP Negeri.

Tetapi kami juga meyakini bahwa yang kami butuhkan untuk anak-anak kami adalah tidak sekadar sukses berprestasi secara akademik tetapi bagaimana mereka juga mampu untuk sukses berprestasi secara spiritual. Dan itu butuh miliu yang mampu membentuk semua itu. Pesantren, ya hanya pesantren yang ada dalam pikiran kami. Dari ribuan pesantren yang ada di tanah air ini, pilihan kami jatuh pada pesantren berbasis tarbiyah.

Pesantren berbasis tarbiyah bagi kami mampu untuk membentuk keduanya secara seimbang. Bahkan menukik pada orang per orang santrinya, lembaga seperti itu mampu untuk membentuk santri yang mempunyai akal yang cerdas, jasad yang sehat, dan ruh yang kuat. Bukankah itu adalah sebuah kombinasi dari sebuah ketawazunan?

Selain itu dalam pemikiran awam kami pesantren berbasis tarbiyah ini mampu bersikap moderat dalam fikih dan menekankan sekali pada interaksinya dengan alqur’an serta memberikan dasar-dasar atau pondasi tentang syumuliyatul Islam. Ini yang kami cari dan berharap banyak pada lembaga itu.

Dan bulan Desember tahun lalu, kami mulai browsing mencari pengumuman pendaftaran pesantren berbasis tarbiyah itu. SMPIT dan Pesantren Assyifa yang ada di Subang menjadi bidikan kami yang paling utama. Lalu terlacak dan terbayang alternatif lain seperti Pesantren Al Kahfi yang dekat dengan Lido, lalu Ma’had Rahmaniyah Al Islami asuhan Ustadz Bakrun Lc yang ada di Cilodong Bogor, serta SMPIT AlQalam. Yang terakhir ini tidak ada pesantrennya, hanya SMPIT.

Keempat-empatnya tidak mudah untuk dimasuki. Semuanya mengadakan tes seleksi masuk. Karena daya tampungnya masih lebih kecil daripada permintaan yang ada. Assyifa dan Al Kahfi dengan 1000 lebih pendaftar memang menjadi pesantren yang paling diminati.

Mas Haqi tidak lolos di Assyifa. Tidak apalah. Padahal kami memang berharap Mas Haqi bisa masuk ke situ. Hawa pegunungan yang melingkupi pesantren dan mendukung dalam proses belajar mengajar, serta sistem yang sudah mapan menjadi alasan utama kami memasukkan Mas Haqi ke sana. Ya sudah. Masih ada tiga alternatif lainnya.

Setelah mengetahui ketidaklulusan itu, kami langsung daftarkan Mas Haqi untuk tiga alternatif terakhir. Hanya dalam tiga hari kami sambangi semuanya. Jum’at (3/3) kami ke AlQolam, Sabtu ke Rahmaniyah, dan Ahadnya kami ke Al Kahfi. Sampai hari ini, Ahad (25/3) semuanya telah mengadakan tes seleksi masuk. Alhamdulillah Mas Haqi diterima di Al Kahfi dan AlQalam. Sedangkan pengumuman ujian Rahmaniyah nanti tanggal 3 April 2012.

Kami berdiskusi dengan Mas Haqi tentang harapan-harapan kami kepadanya. Dan kami memutuskan untuk mengambil Pesantren Al Kahfi sebagai tempat melanjutkan pendidikan Mas Haqi. Kami sudah daftar ulang. Dan Insya Allah tanggal 8 Juli 2012 kami harus bersiap-siap melepasnya karena pada tanggal itu adalah hari pertamanya di sana.

Masih ada satu ujian penting bagi kami dan Mas Haqi untuk bisa merealisasikan kehadirannya di tanggal 8 Juli 2012 itu yaitu memastikan bahwa Mas Haqi lulus dari Ujian Nasional. Ya, jika tidak maka tidak akan bisa untuk masuk pesantren itu. Bukankah syarat utamanya adalah lulus SD? Jadi kami meminta kepada Mas Haqi untuk tetap bersungguh-sungguh dalam belajar.

Semoga Allah meluluskan Mas Haqi, teman-temannya serta seluruh anak kelas 6 di seluruh tanah air, dalam Ujian Nasional nanti. Kepada pembaca, doakan kami juga.

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

15:59 25 Maret 2012

Diunggah pertama di http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/26/negeri-atau-pesantren/

Gambar dari sini.

Tags: SMP Muhammadiyah, SMP Persatuan Umat Islam, PUI, SMP Nahdhatul ‘Ulama, SMP NU, SMP Negeri 1 Jatibarang, SMA Negeri 1, SMEA Indramayu, RSBI, syumuliyatul Islam, pesantren berbasis tarbiyah, SMPIT, Pesantren Assyifa, Subang, Pesantren Al Kahfi, Lido, Ma’had Rahmaniyah Al Islami, Ustadz Bakrun Lc, Cilodong, Bogor, SMPIT Al Qalam, pesantren Al Kahfi, Ujian Nasional, UN,