Kinan pulang dari sekolah merajuk ke saya. “Bi, besok Kinan gak mau sekolah,” katanya. “Ada yang nakal Bi. Nyubit Kinan sampe pedes,” katanya lagi saat ditanya kenapanya. Penuturan Kinan membuat saya memahami apa yang terjadi. Kinan telah mengalami semacam “bullying” (baca: penindasan).
Selain secara fisik, penindasan pun dapat dilakukan secara verbal, atau dalam bentuk pemerasan, perkosaan, pengasingan, dan lain sebagainya. Anak-anak di sekolah rawan akan tindakan ini. Jika penindasan ini dibiarkan maka semakin menambah deret panjang korban penindasan yang terkadang berakhir dengan kematian.
Bersyukur Kinan mampu untuk berkomunikasi kepada abinya. Karena tidak semua anak-anak memberi tahu kepada orang dewasa tentang penindasan yang dialaminya. Namun mereka tetap tidak bisa membohongi kita sebagai orang tua. Biasanya mereka memberikan tanda-tanda. Oleh karenanya sebagai orang tua perlu kenal, cermat, dan memahami tanda-tanda itu.
Buku terbitan Serambi yang berjudul Stop Bullying! Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah hingga SMU dan ditulis oleh Barbara Coloroso ini mengulas ke-14 tanda-tandanya.
