Bedanya Abebe Bikila dan Saya


Semalam Garmin FR235 sudah saya isi daya kembali. Penanda ketahanan baterai telah menunjuk angka 2% sebelumnya. Rencananya buat saya pakai besok. Ada rutinitas lari yang mesti dijalani.

Pukul 6 pagi, saya masih belum beranjak dari laptop. Padahal saya sudah siap dengan pakaian lari. Saya masih asyik mengobrol tentang keuangan dengan ChatGPT.

Nah, pas pukul 7 pagi saya keluar rumah. Garmin yang saya beli di tahun 2017 ini sudah terpasang di pergelangan lengan kiri. Pas saya pencet tombol on, Garmin tak menyala. Berulang kali aku mencoba, slalu tuk mengalah. Eh tetap tak bisa.

Saya kembali ke meja dan melihat memang kabel daya Garmin belum terpasang ke colokan listrik. Yassalam. Karena hari semakin siang, saya meninggalkan Garmin dan tak membawa ponsel. Saya cuma mengandalkan rute lari yang biasa ditempuh. Kenapa tak membawa ponsel? Malas.

Tetap pakai sepatu lari, kan? Pasti. Alhamdulillah, target lari hari ini tercapai.

Omong-omong, teman-teman tahu tidak kalau ada pelari Ethiopia bernama Abebe Bikila. Ia berlari maraton di Olimpiade Roma pada 1960. Berlari tanpa sepatu sepanjang 42,195 km. Dan juara!

Ia mencatat waktu lari 2 jam, 15 menit, dan 16 detik. Catatan waktu yang memecahkan rekor olimpiade waktu itu. Bikila pun mendapatkan medali emas dan menjadikannya sebagai orang kulit hitam Afrika pertama yang meraih emas.

Mengapa dia tak pakai sepatu? Bukan sebab gaya-gayaan. Bikila sudah punya sepatu sponsor. Sayang, sepatu itu tak pas di kakinya. Akhirnya dia melepas sepatu itu dan berlari barefoot.

Saat memasuki garis finis itu menjadi sesuatu yang simbolik banget. Garis finis diletakkan di jalan yang bersejarah, di antara Arch of Constantine dan Colosseum. Rute sengaja dibuat untuk menonjolkan kebesaran Roma karena pelari, menjelang garis finis, akan melewati jalan-jalan yang dulu dipakai kaisar-kaisar Romawi arak-arakan kemenangan. Bikila menyentuh garis finis di bawah lengkungan sejarah Kekaisaran Romawi. Yang dikenang justru bukan kemegahan kotanya, melainkan tekad seorang pria berlari tanpa sepatu di jantung kota bekas penjajahnya.

Italia pernah menjajah Ethiopia pada 1935-1941. Penjajahan yang tak permanen karena rakyat Ethiopia memberikan perlawanan tak berkesudahan. Hampir dua dekade kemudian usai penjajahan, ada orang Ethiopia bertelanjang kaki dan meruntuhkan dominasi kulit putih di maraton. Bikila menjadi pelopor dan membuka era baru pelari Afrika mendominasi lari jarak jauh sampai hari ini.

Saya bukan Bikila, saya sedang tidak melawan penjajah, tidak lari 42 km, tidak lari di bawah lengkungan Colosseum, dan jelas tak masuk sejarah. Lari kami beda jalan, tetapi semangatnya tetap sama. Lari saya adalah ideologi perlawanan pada diri sendiri yang paling empiris. Tanpa Garmin, tanpa ponsel.

Sing penting lari, Lur. Bener ora?


**

Riza Almanfaluthi
5 September 2025
Shollu ‘allan nabiy
Ditulis langsung setelah lari
Sumber foto Abebe Bikila berasal dari talkafricana.com
Kalau teman-teman berkenan memiliki buku Di Depan Ka’bah Kutemukan Jawaban, buku Kita Bisa Menulis, dan buku lainnya atau ingin menghadiahkan buku-buku tersebut kepada orang tercinta, bisa pesan lewat tautan ini:
👉 https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.