Menaiki Kuda Menuju Makkah


Saf pertama di Masjid Bir Ali, Dzulhulaifah.

 

Sering kita mendengar perjalanan haji dengan menggunakan mobil, motor, sepeda, atau jalan kaki menuju kota suci Makkah dengan melewati banyak perbatasan negara. Kali ini, secara acak, saya melihat konten di media sosial tentang perjalanan haji unik dari Spanyol. Moda transportasi yang mereka gunakan adalah makhluk hidup: kuda.

Peziarah itu adalah Abdallah Hernandez, Abdelkader Harkassi, dan Tariq Rodriguez. Ada satu orang bernama Bouchaib Jadil berada di mobil yang mengiringi mereka untuk memberikan dukungan logistik.

Perjalanan sudah dimulai sekitar bulan November 2024 lalu. Ada kurang lebih 8000 -an kilometer yang akan dilalui.

Mengutip dari Anadoglu Agency, perjalanan dimulai dari Spanyol, masuk Perancis, Italia kemudian menyusuri Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Montenegro, Kosovo, Makedonia Utara, Bulgaria, Yunani, dan Türki. Sampai dengan artikel ini ditulis, mereka sudah mencapai Istambul. Setelah Ramadan, mereka akan melanjutkan perjalanan menuju Makkah melalui Suriah yang saat ini dalam kondisi aman di bawah kepemimpinan Ahmed el-Sharaa.

Perjalanan haji dengan menggunakan kuda itu merupakan tradisi haji muslim Andalusia yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.  Seperti kita ketahui, Muslim pernah menguasai Semananjung Iberia (Spanyol dan Portugis) selama berabad-abad sejak tahun 711 sampai dengan 1492 M. Tiga orang Spanyol itu sedang menghidupkan tradisi masa lalu sambil berseru kalimat talbiyah: “Labbaik allahumma labbaik, labbaika, la syarika laka, labbaik, innal hamda wanni’mata laka wal mulk, la syarika laka.”

Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, kemuliaan, dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.

Konten media sosial tiga peziarah haji itu yang diiringi kalimat talbiyah di atas mengingatkan perjalanan umrah kami. Selama dua jam lebih lantunan kalimat talbiyah diserukan oleh orang-orang Asia Tengah. Bukan di atas punggung kuda, melainkan di atas gerbong kereta cepat, dari Madinah menuju Makkah.

***

Kami sudah berada empat hari tiga malam di Madinah. Saatnya kami melaksanakan tujuan utama safar ini: umrah pada Kamis, 13 Februari 2024. Kami sudah mengumpulkan kopor yang hendak dibawa ke Makkah itu di depan kamar hotel semalam.

Kami sudah mandi ihram dan memakai kain ihram sebelum keluar kamar hotel dan melangkahkan kaki ke Masjid Nabawi. Ini kami lakukan karena waktunya yang sangat terbatas di antara jeda salat Subuh dan jam pemberangkatan bus pada pukul 08.00 pagi.

Dini hari itu, saya dan Mas Haqi menuju tempat salat jemaah pria, sedangkan Ummu Kinan bersama Kinan menuju tempat salat jemaah perempuan. Nanti, habis salat Subuh, kami langsung menuju toilet nomor 206. Dari sana, rencananya rombongan kami hendak pamitan kepada baginda Nabi Muhammad saw.

Di hari terakhir di Madinah, kami berusaha memanjatkan banyak doa di Masjid Nabawi. Saf-saf salat Subuh sudah penuh, syukurnya kami bisa memberikan ruang sedikit untuk seorang bapak jemaah umrah lainnya yang tidak kebagian saf. Jemaah umrah asal Indonesia sangat mudah dikenali dengan wajah melayu dan tubuhnya yang kecil, plus kopiah, sarung, dan aksesoris tanda pengenal yang harus dibawa ke mana-mana.

Habis salat jenazah, segera kami keluar dan menuju tempat yang dijanjikan. Di sana rombongan sudah berkumpul dan ada Ustaz Een yang hendak memberikan tausiyah. Nasihatnya sangat menyentuh. Di tengah gerimis yang turun satu per satu. Gerimis yang belum kami temui sebelumnya selama kami berada di kota nan damai ini.

Di saat-saat itu, saya cuma berharap bisa menjelma menjadi Bilal untuk mendefinisikan apa makna “jauh”. Ya, Bilal didatangi oleh Baginda Nabi Muhammad saw dalam mimpinya setelah bertahun-tahun lamanya meninggalkan Madinah dan menetap di Syam selepas wafatnya Rasulullah saw. Dalam mimpi itu, Rasulullah saw bertanya kepada Bilal: “Hai, Bilal apakah arti jauhmu ini? Tidakkah sudah tiba saatnya bagimu untuk menziarahiku?”

Jadikan aku seperti Bilal, ya Allah. Gerimis semakin kerap.

Usai itu, kami segera menuju hotel. Setelah berkemas sedikit dan tidak sarapan kami langsung menaiki bus yang sudah menunggu sedari tadi. Rencananya kami hendak menuju tempat mikat di Bir Ali. Bir Ali adalah tempat mikat makani atau batas tempat memulai ibadah umrah atau haji bagi para jemaah yang berangkat dari arah Madinah. Kami tidak membawa kopor-kopor besar karena semua barang itu akan dikirim dengan truk menuju Makkah.

Bus menuju Masjid Bir Ali di Dzulhulaifah. Jaraknya 9,5 km dari hotel kami menginap di Jawharat Rasheed Hotel. Hanya butuh waktu 15 menit kami sudah sampai di sana. Buat jemaah umrah atau haji yang belum memiliki kain ihram, ada banyak pedagang asongan yang menyediakannya. Mereka biasanya akan menghampiri bus-bus yang baru datang ke tempat parkirannya yang luas itu.

Di Masjid Bir Ali, para jemaah mandi ihram, lalu salat sunah ihram sebanyak dua rakaat. Karena kami sudah mandi di hotel, kami hanya menegakkan salat sunah. Masjid Bir Ali ini tenang dan sepi pengunjung dibandingkan masjid-masjid yang biasa menjadi objek city tour jemaah umrah.  Selain rombongan kami ada beberapa rombongan dari negara lain untuk bermikat di masjid itu.

Kebanyakan para jemaah melaksanakan salat sunah di dekat pintu keluar masjid. Saya masuk lebih dalam lagi ke saf terdepannya yang tidak ada satu orang pun sama sekali. Hanya ada satu petugas sedang berjaga di dekat mimbar. Saya salat sunah di sana. Ada perasaan yang berbeda di masjid ini. Perasaan yang tidak bisa digambarkan melalui kata-kata. Ringkasnya seperti perasaan enggak tahu kapan bisa kembali lagi ke sini. Selama itu, saya mengamati setiap sudutnya dan berdoa semoga Allah mengembalikan kami ke tempat ini.

Mas Haqi usai menunaikan salat sunah ihram.
Pelataran Masjid Bir Ali di Dzulhulaifah.

Di pelataran masjid, di dalam bus yang berjalan pelan-pelan meninggalkan tempat parkir, kami melafalkan niat umrah. Sejak itu berlaku semua larangan umrah. Seperti dilarang memotong kuku, memotong rambut kemaluan, bercumbu, memakai minyak wangi, bertengkar dengan orang lain, dan berburu. Khusus untuk pria, dilarang untuk memakai pakaian berjahit, penutup kepala, dan bersepatu.  Kami hanya memakai kain ihram, bersandal, dan tidak bercelana dalam.

Apakah kami langsung menuju Makkah dari sana? Tidak. Kami menuju Stasiun Kereta Cepat Madinah untuk menaiki Kereta Cepat Haramain. Sewaktu saya dan istri naik haji pada 2011, proyek pembuatan jalur kereta cepat sedang dalam proses pengerjaan. Pembangunan pekerjaan sipil proyek itu dimulai sejak tahun 2009 dan beroperasi penuh menghubungkan Makkah dan Madinah pada 31 Maret 2021. Sejak itu saya cuma mendengar berita bahwa banyak jemaah haji berlalu-lalang menggunakan moda transportasi tersebut. Saya cuma bertanya-tanya kapan ya saya bisa menaiki kereta cepat itu? Allah mengabulkannya sebentar lagi. Tidak terbayangkan saya bisa menaiki kereta cepat itu pada hari ini.

Menuju Makkah yang dimuliakan.

**
Riza Almanfaluthi
Februari 2025
Bersambung ke Part 2
Pemesanan buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang: https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi.

Baca satu bab gratis buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.

Baca Kata Pengantar buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.

Lihat Daftar isi buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.

Baca Sinopsis buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.