Jika Sempat, Singgah Dulu ke Rotterdam, Yas


Waktu mengantar Ayyasy ke Bandara Soekarno Hatta pada 27 April 2024.

Waktu itu Pasar Minggu sedang hujan deras. Apalagi pas jam pulang kantor. Terowongan Pasar Minggu menuju Tanjung Barat hanya bisa dilalui satu jalur karena banyak pemotor yang berteduh di sana.

Saya menelepon Ayyasy. Dering itu tidak lama. Ayyasy langsung mengangkatnya. Ia sedang tidak bekerja. Ayyasy memang sedang libur kuliah, libur semesteran. Ia sudah hampir empat tahun di Jerman. Hampir tiga tahun ia berada di Berlin saat ini. Menuntut ilmu di Technische Universität Berlin.

Untuk mengisi liburannya itu, Ayyasy bekerja di sebuah restoran Indonesia yang dimiliki warga Indonesia asal Tegal. Ayyasy bekerja selama enam jam sehari, empat hari dalam seminggu. Dalam sehari ia bisa mengumpulkan upah dan tip sebesar 70 Euro. Sudah bisa dihitung, ia memperoleh lebih dari 1.100 Euro sebulan. Perlu diketahui, biaya hidup cukup di Berlin bisa mencapai 800 Euro dalam sebulan buat Ayyasy.

Lihat Daftar isi buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.

Baca Sinopsis buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.

“Jadi pelajaran penting apa yang bisa diambil dari mencari uang selama sebulan ini?” tanya saya.

“Mencari duit itu ‘susah’,” jawabnya. Artinya, ia memahami pelajaran tentang dunia nyata ini bekerja. Mencari uang itu tidak mudah, perlu perjuangan, dan tidak bisa digapai dengan rebahan saja. Buat saya, pelajaran itu penting karena dengan itu ia bisa mengerti satu hal berikut.

“Kenapa liburan ini enggak keliling Eropa saja? Mumpung di sana,” tanya saya lagi.

“Memang punya rencana seperti itu, tapi karena tahu nyari uang itu begini amat, jadi sayang juga untuk menghabiskannya,” kata Ayyasy lagi. Katanya, dengan 200 Euro ia bisa keliling Eropa. Beberapa jam perjalanan saja sudah keluar dari Jerman.

Ayyasy jadi tahu bagaimana menghargai uang hasil jerih payahnya. Apalagi ketika hari pertamanya saja, ia sudah mendapat review bintang satu dari tamu yang datang. “Orang Jerman memang begitu kalau ada pelayanan yang tidak sesuai ekspektasinya,” kata pemilik restoran. “Pokoknya kalau ada orang Jerman Asli, gak boleh lengah.”

Menurut Ayyasy, review orang Jerman itu terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan faktanya. Namun, di luar itu semua, pemilik restoran cukup memaklumi Ayyasy dan mengetahui karakter pelanggan Jermannya yang seperti itu.

“Capek kerja, Yas?”

“Pastilah.”

Ya, begitulah mencari nafkah. Saya mengingatkannya untuk tidak meninggalkan salat dan tetap fokus pada niat semula keberadaannya di sana: menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya.

Muhammad Hatta juga dulu belajar sambil mencari tambahan uang. Bedanya, Hatta mencari uangnya dengan menulis. Pernah ia mendapatkan honor menulis tiga tulisan sebesar 50 Gulden dari harian Neratja. Itu tak mencukupi buat biaya hidupnya di Belanda. Bahkan Hatta sampai berutang kepada Ir. Van Leuween untuk melanjutkan pendidikan doktoralnya.

Hatta menyelesaikan pendidikannya di tahun 1932 dengan masih memiliki utang sebesar 6000 Gulden. Hatta baru bisa melunasi utang saat ia menjadi wakil presiden di tahun 1950. Demikian Historia.id menulis.

Tetap semangat, Yas. Di sini kami hanya bisa mendoakan dengan doa yang terbaik dan tak putus-putus. Kalau sempat, mampirlah ke Rotterdam, tempat Hatta berkuliah dulu atau ke Haarlem, kota yang mengabadikan nama Hatta sebagai nama jalan.

Baca satu bab gratis buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.

Baca Kata Pengantar buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang.

***
Riza Almanfaluthi
22 September 2024
Pemesanan buku Matanya Bukan Mata Medusa, 41 Life Hacks Menyintas di Negeri Orang: https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi

 

 

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.