Apalagi Kalau Sudah Berada di Waladdhooooollllliiiiiiiiin


Turutan (Gambar diambil dari situs web Kemenag)

Ada video yang menunjukkan seorang guru ngaji memegang tongkat kayu berukuran 50 cm. Tongkat itu akan dipukulkan ke paha atau lutut muridnya yang salah dalam membaca Al-Qur’an. Keras sekali pukulan itu sampai terdengar nyaring.

Walaupun di depan guru ngaji itu ada beberapa murid yang secara bersamaan mengaji dengan bacaan yang berbeda, telinga guru ngaji itu tajam menyimak setiap huruf yang keluar dari mulut-mulut muridnya.


Metode mengajar mengaji seperti ini pernah saya alami sewaktu saya kecil. Saya mengaji “turutan” pada sore hari ke beberapa guru ngaji. Bahkan berlanjut sampai ketika saya SMA. Saya mengaji Al-Qur-an Juz 30 kepada saudara sepupu saya yang hafal Al-Qur’an 30 juz. Sampai di sini paham kan?

Sepupu saya yang jauh lebih tua ini juga memegang tongkat yang akan ia “jepretkan” dengan keras di kaki saya kalau saya salah huruf atau lupa ayat.

Jadi ketika saya mengaji kepadanya, saya harus lulus bacaan Al-Fatihah dulu. Saya dianggap belum bisa baca Al-Fatihah walaupun sudah besar dan sudah mengaji ke mana-mana.

Menyetorkan hafalan Al-Fatihah ini bisa berminggu-minggu sampai ia puas dan merasa bacaan saya telah benar. Mengapa demikian? Karena Al-Fatihah itu bacaan utama dalam salat. Kalau membaca Al-Fatihahnya tidak benar, maka salatnya dianggap tidak sah.
Kalau sudah lolos, baru saya bisa membaca turutan Juz 30 dari An-Naas sampai ‘Amma Yatasaaluun dan kembali lagi sampai ke An-Naas. Setelah itu, saya baru diperbolehkan membaca Al-Qur’an mulai surat Al-Baqarah atau Juz 1.

Saya sampai hampir frustasi karena masih dalam posisi menyetorkan Al-Fatihah, sedangkan anak-anak SD, SMP, atau yang jauh lebih muda daripada saya sudah jauh membaca turutan bahkan banyak yang sudah membaca kitab tebal Al-Qur’an. Berkali-kali kayu itu melayang ke paha saya dan tidak terhitung. Sampai kemudian saya dianggap mampu dan lolos membaca Al-Fatihah dengan baik.

Saya senang. Alhamdulillaah. Sampai sekarang bacaan Al-Fatihah ini adalah hasil didikannya. Lekak-lekuk, panjang pendek, dan sentakan huruf yang ada dalam surat tersebut saya ingat betul. Apalagi kalau sudah berada di “waladdhooooollllliiiiiiiiin”.

Selepas SMA, saya hijrah dari Cirebon ke Jakarta. Bertahun-tahun kemudian saya menjadi guru ngaji bocil-bocil kompleks. Tidak lagi mulai dari “turutan”, tetapi bacaan Iqra, dan tidak lagi pakai kayu buat memukul paha si bocil anak tetangga kalau salah baca.

Melihat video ini saya jadi terkenang para guru ngaji. Semoga bacaan Al-Qur’an ini, apalagi yang dibaca pada saat Ramadan, menjadi amal jariah yang tak ternilai. Masya Allah. Banyak sekali pahalanya.

Teman-teman pernah “dikeplak” dengan kayu pada saat mengaji?

***

Turutan adalah metode baca Al-Qur’an Baghdadi yang disusun oleh Abu Mansur Abdul Qadir Baghdadi. Di Jawa metode tersebut disebut sebagai Turutan.

Riza Almanfaluthi
26 Maret 2024
Video saya ambil dari akun Instagram @rosebirumedia yang diambil dari sumber awalnya: Akun Tiktok Syamema.

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.