
Saya sedih melihat video pembantaian itu terjadi. Sekolah diledakkan oleh tank dan puluhan nyawa murid sekolah melayang. Tubuh-tubuh kecil itu hancur berserakan dan lantai penuh darah (18 November 2023).
Platform Telegram menyajikan video itu seketika dalam kesempatan pertama dan mempertontonkan kebiadaban israel kepada dunia. Platform ini menjadi sarana pejuang Hamas untuk menyiarkan segala kejahatan terhadap kemanusiaan itu.
Berulang kali israel melakukannya dengan terang-terangan. Memvideokan juga pengeboman tersebut dan memublikasikannya ke dunia. Seolah-olah itu hal yang biasa terjadi dan harus mereka lakukan karena menganggap bahwa tempat itu menjadi markas pejuang Hamas.
Baca: Puluhan Testimoni dari Pembaca Buku Baru Sindrom Kursi Belakang
Dunia melihat israel membunuh anak-anak dan perempuan, mengebom rumah sakit, masjid, gereja, sekolah, mengusir penduduk, menghancurkan bangunan, membunuh staf PBB dan jurnalis, dan masih banyak lagi kejahatan lainnya yang di sungguh di luar batas perikemanusiaan.
Israel tidak berhenti melakukannya. Israel tidak merasa bersalah. Israel berusaha seolah-olah menjadi korban dalam penjajahan itu. Dari itu semua muncul pertanyaan-pertanyaan berikut: Mengapa Israel dengan entengnya melakukan itu semua? Dan mengapa dunia Arab seolah-olah diam?
Kita sudah tahu jawabannya semua. Israel bisa tanpa takut hukuman dunia internasional karena ada Amerika Serikat dan Eropa yang mendukung mereka. Puluhan resolusi PBB untuk menghentikan kekejaman Israel selama ini saja tidak digubris apalagi suara-suara pendemo itu.
Di sinilah kemudian kita tahu bahwa apa yang disebut oleh hak asasi manusia (HAM) itu cuma omong kosong. Hanya barang jualan saja. Kita berpikir kemajuan perekonomian dunia selepas perang dunia kedua akan meningkatkan keberadaban kita sebagai manusia. Ternyata tidak. Jutaan nyawa manusia tetap saja hilang karena perang dan pembantaian.
Baca juga: Daftar Isi Buku Bagus Sindrom Kursi Belakang
PBB tidak bisa berbuat apa-apa bahkan hanya jadi organisasi boneka saja dari negara pemenang perang dunia kedua. Tidak ada yang namanya kesetaraan martabat di antara negara-negara anggotanya. Mestinya PBB merevolusi organisasinya saja kalau tidak bisa berbuat apa-apa dan membiarkan kebidaban di depan mata selalu berulang dan dilindungi oleh negara adikuasa. Atau kalau tidak, mestinya PBB bubar. Saatnya negara-negara itu harus membuat organisasi tandingan untuk menghancurkan hegemoni negara-negara yang tidak memiliki rasa kemanusiaan.
Dunia Arab harusnya pun menjadi yang pertama menyetop genosida itu. Nyatanya, sampai detik ini mereka masih berunding di atas meja, menyelenggarakan konferensi-konferensi yang tidak ada gunanya, sedangkan setiap detik yang mereka lewati itu anak-anak Palestina kehilangan nyawanya. Nuranimu mana?
Pantas, Netanyahu tenang-tenang saja membantai bangsa Arab. Ini karena Netanyahu tahu persis dan belajar dari sejarah. Netanyahu belajar dari mahagurunya Golda Meir, perdana Menteri israel zaman dulu. Tahu kan peristiwa pada 21 Agustus 1969? Ada turis asal Australia membakar Masjid Al-Aqsha. Sebelumnya ia memutus aliran air ke masjid dan menyatakan bahwa masjid harus dikosongkan. Masjid terbakar dan israel menangkap warga itu. Mahkamah israel menyatakan bahwa orang itu sinting jadi tidak dihukum.
Respons pemerintahan Arab cuma mengecam dan tidak ada yang dilakukan. Golda Meir saja sampai bilang begini: “Sesungguhnya hari kebakaran Masjid Al-Aqsha merupakan hari yang paling buruk dalam kehidupan saya, tetapi pada waktu yang sama merupakan hari yang paling bahagia dalam kehidupan saya.”
Mengapa ia bilang demikian? Karena ia mengira bahwa Arab akan menumpas israel. Ternyata tidak. Hari itu sama dengan hari-hari sebelumnya. Dunia tidak peduli dan umat Islam hanya buih. Oleh karena itu, melunjaknya israel dipertontonkan sampai sekarang. Bahkan lebih sadis dan keji lagi.
Sungguh, kebiadaban ini harus dihentikan. Entah dengan cara apa pun. Namun, pelajaran yang paling berharga dari semua itu buat saya, memang tidaklah layak kita sebagai manusia lemah berharap kepada manusia dan menyandarkan hidup ini kepada manusia yang sama lemah-lemahnya.
Baca juga: Sinopsis Buku Baru Sindrom Kursi Belakang
Rakyat Palestina tahu dan mereka cuma meneriakkan kalimat ini: “Hasbunallah wa ni’mal wakïil, ni’mal maula wa ni’man nashiir.”
Cukuplah bagi kami: Allah. Dan sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami.
Iya hanya Allah saja. Cukup. Tidak ada yang lain.
**
Riza Almanfaluthi
19 November 2023
Sumber foto dari cherryblossompinky.blogspot.com
Pemesanan Buku Sindrom Kursi Belakang https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi