Rezza Kurniawan, Bekerja sebagai Pegawai Pajak


Rezza Kurniawan di hari pertamanya sebagai “pegawai pajak”.

Rezza Kurniawan sedang membasuh gelas, piring, dan sendok pada saat saya memasuki ruang dapur kantor. Pemuda beranak satu dan berkaca mata minus tebal ini adalah office boy (OB) di kantor kami.

Baru beberapa bulan ini ia ditempatkan di lantai gedung tempat saya bekerja. Sebelumya Rezza ditempatkan di lantai lain gedung ini. Rezza sudah bekerja sebagai OB sejak tahun 2016.

“Bapak saya juga kerja di sini, Pak,” kata Rezza memulai ceritanya. “Bapak kerja di kantor pajak,” ujar Rezza menirukan pernyataan sang bapak kalau ditanya tempat kerjanya di mana.

Baca: Memesan Buku Sindrom Kursi Belakang di Sini

Dari kecil sampai lulus SMA, semua keinginan Rezza dituruti oleh sang bapak. Mulai dari membeli motor sampai berganti motor dengan jenama Kawasaki keluaran terbaru pada waktu itu: Ninja tipe ZX. “Sabtu dan Minggu saya selalu dikasih uang jajan seratus ribu,” katanya lagi. Tidak ada keinginan Rezza yang tidak dipenuhi sang bapak.

Sampai kemudian sang bapak mendapatkan serangan strok. “Karena strok, bapak berhenti bekerja. Saya diminta menggantikannya,” kata Rezza. Awalnya Rezza menolak menjadi pegawai pajak yang kantornya berjarak jauh sekali dari rumahnya di Cibinong, Bogor. Namun, sang bapak meminta Rezza untuk melihat dan mencobanya dulu.

Setelah sang bapak mulai membaik, sang bapak mengantar Rezza untuk memulai bekerja di kantor pajak. Mereka berdua tiba di aula besar Cakti Buddhi Bhakti Gedung Mar’ie Muhammad Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan. Kebetulan pada saat itu sedang persiapan sebuah acara. Beberapa OB sedang mengangkat dan mengatur meja dan kursi.

“Rezza, ayo cepetan. Bantu mereka,” suruh sang Bapak.

“Maksudnya gimana, Pak?” tanya Rezza.“Iya itu. Coba angkat dan atur meja dan kursi itu,” kata sang Bapak, “bapak kerjanya dulu juga begitu. Jadi OB.”

Rezza terpana. Di saat itulah ia tersadar. Ia tak menyana kalau sang Bapak bekerja sebagai OB. “Saat itu, saya langsung bersimpuh di hadapan Bapak sambil meminta maaf,” cerita Rezza kepada saya. “Maafkan saya ya, Pak. Rezza selalu banyak menuntut,” ujar Rezza kepada sang bapak.

Jadi selama ini sang bapak bekerja sebagai OB. Orang tua Rezza tak pernah memberitahukan profesi sang bapak kepada Rezza. Yang Rezza tahu, bapaknya selalu berangkat dari rumah pada saat azan Subuh berkumandang dan sampai di rumah kala malam telah larut.

“Sekarang Bapak sudah kena serangan stroke ketiga kalinya,” tutur Rezza. “Setiap bulan saya membawa Bapak untuk terapi,” tambah Rezza sambil membilas belasan sendok dengan air yang mengucur deras.

Rezza mengatakan, sudah saatnya ia membalas semua kebaikan ayahnya. Nanti, kalau adik semata wayangnya mau kuliah, ia bersedia untuk membiayai kuliah sang adik. Sebuah niat mulia dari seorang OB yang telah menjadi tulang punggung keluarga dan bagian dari generasi sandwich.

Baca: Buku Sindrom Kursi Belakang Ini Tentang Apa?

Baca juga: Review Buku Sindrom Kursi Belakang, Tak Setetes Pun Air Mata

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
17 September 2023
Pemesanan buku Sindrom Kursi Belakang bisa dengan mengeklik: https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.