Overthinking ini bisa menimpa siapa saja: orang tua, gen-Z, pejabat, pensiunan, rakyat jelata, pemuka agama, bahkan mereka yang pura-pura baik-baik saja.
*
Beberapa hari ini saya sedang membaca ulang buku Dale Carnegie yang berjudul Bagaimana Menghilangkan Cemas dan Memulai Hidup baru. Ini buku lama.
Saya tidak tahu buku yang diterbitkan oleh Usaha Nasional ini dicetak di tahun berapa. Saya berusaha mencari-cari di setiap halamannya, tetapi nihil. Namun, yang pasti halaman kertasnya sudah cokelat, lembaran kertasnya sudah mulai rapuh dan terlepas dari lem pengikatnya. Jadi saya harus berhati-hati saat membacanya dengan membuka pelan-pelan setiap lembaran buku itu.
Saya sudah membaca dua bab pertamanya dan sudah tak sabar mau membaginya kepada pembaca blog saya. Jadi, secara garis besar dua bab itu tentu tidak bisa menyimpulkan obat terbaik apa untuk menyembuhkan kecemasan, tetapi sudah cukup memberikan satu langkah awal penyembuhan kecemasan atau overthinking. Istilah yang lebih dikenal oleh anak-anak Gen Z saat ini.
Kecemasan itu timbul karena kita terlalu menyesali masa lalu serta mengkhawatirkan masa depan dan sesuatu yang belum terjadi. Bahasa sederhananya demikian. Menyesali masa lalu itu karena kita selalu berharap bisa memutar waktu dan mengubah apa yang telah terjadi. Padahal dengan menyesali masa lalu malah memicu rasa bersalah dan malu yang berlebihan.
Sedangkan mengkhawatirkan masa depan itu menyeolahkan ancaman sudah ada di depan mata. Efeknya membuat pikiran selalu waspada dan tubuh ikut tegang. Bidang psikoneuroimunologi memberikan informasi, pikiran yang selalu waspada mengaktifkan tubuh pada mode fight atau flight (lawan atau lari). Lalu kelenjar memproduksi kortisol dan adrenalin, hormon-hormon yang membuat jantung berdetak cepat, otot tegang, dan napas pendek. Kalau mode stres ini berlangsung lama, malah menekan produksi sel imun. Efeknya tubuh jadi rentan dengan penyakit.
Carnegie di bab pertama, memberikan contoh para penyintas yang berhasil meredam overthinking-nya. Caranya dengan mengubah pikiran untuk selalu berada dalam mode: Hiduplah pada hari ini. Maknanya adalah hari inilah yang bisa kita kendalikan. Kemarin dan esok bukanlah hari yang bisa kita kendalikan. Bangun di pagi hari merupakan mula suatu kehidupan baru. Ya, hari ini adalah hidup baru. Ini berarti kita mulai lagi dari titik nol, kita akan lebih menghargai waktu, dan lembar baru selalu mendorong manusia untuk mengisinya dengan hal yang bermanfaat, buat kita sendiri ataupun orang lain.
Setelah memberikan landasan di bab pertama, Carnegie menawarkan formula istimewa untuk mengatasi overthinking di bab selanjutnya. Carnegie mengambil metode itu dari Willis H. Carrier, seorang insinyur dan presiden perusahaan pendingin ruangan. Lakukan tiga hal ini.
Pertama, ketika cemas itu datang, tanyakan kepada diri Anda sendiri akibat paling buruk yang mungkin terjadi. Berlakulah jujur dalam menggambarkan kemungkinan terburuk itu. Soalnya, seringkali yang muncul adalah akibat yang dibuat-buat oleh pikiran kita sendiri.
Setelah itu, lakukan langkah kedua: meneguhkan hati untuk berani menerimanya apabila memang harus terjadi. Jangan “denial”, lagi-lagi istilah yang lebih keren di masa sekarang untuk menyebutnya sebagai penyangkalan. Formula ketiga berupa: bertindaklah dengan tenang untuk memperbaiki sesuatu yang buruk itu.
Carrier merasakan ketenangan dan kedamaian setelah menyelesaikan langkah kedua. Ya, ketenangan dan kedamaian itu membuat dirinya berpikir jernih untuk menuntaskan langkah ketiga, perbaikan.
Di pekan ini, pembacaan saya sekadar sampai di situ. Di dunia nyata, kecemasan, overthinking, atau apalah nama yang bisa kau sebut, menjadi sesuatu yang mesti dihilangkan karena daya rusaknya yang luar biasa. Namun, di dunia fiksi, para penyair merayakannya. Wawan Setiawan punya cara lain mengobati kecemasan yang ia jadikan judul untuk puisinya.
Mengobati Kecemasan
telah dibangun sebuah menara
menjulang menusuk langit hingga
hujan adalah darah lain dari bumi.
kautampung rintik luka di sebuah cawan
lalu seorang lelaki tua memintamu:
“tuanglah ke mulutmu yang lelah.”
bibirmu tak lagi kering akan ragu
kau berteriak memanggilnya, lagi dan lagi
hari itu kau berbaring berbahagia.
**
Di malam ini, apakah kecemasan masih duduk di sisimu? Jika iya, barangkali inilah saatnya meminum seteguk keberanian—entah dari buku tua, puisi, atau dari dirimu sendiri. Besok hari Senin. Hari yang baru.
Dimul Aida Rinolya.
***
Riza Almanfaluthi
Pondok Aren, 10 Agustus 2025
Kalau teman-teman berkenan memiliki buku Di Depan Ka’bah Kutemukan Jawaban atau ingin menghadiahkannya ke orang tercinta, bisa pesan lewat link ini:
👉 https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi


