Prakata Buku Di Depan Ka’bah Kutemukan Jawaban


Pada suatu dini hari saya terbangun dan menuliskan prakata ini. Hari sebelumnya saya menuntaskan buku ini persis dalam waktu tiga bulan sejak saya mulai menulis. Termasuk di dalamnya adalah 10 hari terakhir buat menyunting mandiri.

Alhamdulillah, Allah Swt. masih memberikan saya kekuatan untuk menulis dan menyelesaikan buku yang berisi kisah perjalanan umrah saya pada Februari 2025 lalu. Di dalamnya terselip pula kisah perjalanan haji di tahun 2011. Dengan demikian, pembaca pun akan diajak kembali ke masa lalu ketika saya menceritakan rihlah umrah ini.

Sepuluh hari sejak kedatangan saya di tanah air, saya langsung menulis. Mengapa demikian? Karena saya masih bisa mengingat detail rincian dan masih merasakan roh perjalanan itu. Kalau tidak, saya khawatir ingatan perjalanan itu pupus dimakan waktu. Biasanya kisah perjalanan ini saya tuliskan dalam blog dan bagikan di media sosial. Namun, kali ini saya memutuskan langsung menjadikannya sebuah buku. Beberapa di antaranya sudah saya sebarkan ke jagat maya. Tidaklah mengapa.

Buku ini saya tulis bukan hanya sebagai catatan pribadi, melainkan juga sebagai panduan rohani, inspirasi, dan pengingat bahwa setiap perjalanan ibadah selalu meninggalkan jejak yang tak terhapus, memberi jawaban bagi keraguan atas takdir kehidupan. Saya berharap pembaca menemukan hakikat spiritual dan kehangatan persaudaraan dalam setiap kisah yang saya bagi.

Dalam buku ini, pembaca dapat mengetahui latar belakang saya melaksanakan ibadah umrah, segala persiapan yang dilakukan, dan kisah-kisah ajaib di bab satu. Sedangkan bab dua berisi tentang keutamaan amalan-amalan yang dilakukan di Makkah dan Madinah. Mengapa penting mengetahui keutamaan-keutamaan itu? Supaya para jemaah umrah dan haji mendapatkan makna yang mendalam, tidak melewatkan amalan itu di sana, dan mendapatkan keberkahan usai melaksanakannya.

Di bab tiga, pembaca akan mendapatkan cerita perjalanan ketika kami sampai di Madinah Al-Munawwarah, berturut-turut di bab empat adalah pengalaman kami setibanya di Makkah Al-Mukarramah. Terakhir, bab lima, tentang semestinya yang dilakukan oleh para jemaah haji maupun umrah sepulangnya di tanah air. Mereka para tamu Allah itu selayaknya menjadi penyebar keberkahan dan agen perubahan yang terus menggalang solidaritas global terkait Palestina dan solidaritas lokal pada tetangga-tetangga terdekat mereka, bermanfaat kepada sesama. Ditulis dengan gaya naratif, saya mendambakan pembaca dapat merasakan sendiri denyut kehidupan religiositas di Haramain sebagaimana yang saya rasakan.

Karena saya meyakini bahwa setiap karya adalah mahakarya untuk pembaca, saya berusaha menuangkan yang terbaik dalam buku ini, tentunya dengan izin Allah. Oleh karena itu, banyak buku dan artikel yang mesti saya baca dan rujuk sebagai referensi. Syukurnya ini terbantu dengan keberadaan internet, mesin pencarian, kecerdasan artifisial, perpustakaan daring dalam penulisan dan penyelesaian buku ini. Sampai di sini saya tak bisa membayangkan bagaimana para ulama abad pertengahan dulu menulis. Tanpa internet dan semuanya. Imam Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar—lebih dikenal sebagai Ibnu Hajar al-Asqalani, ahli hadis Mazhab Syafi’i yang hidup dari 1372—1449 M—mampu menulis 270 kitab sejak berumur 23 tahun. Masyaallah.

Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Allah Swt. Atas kuasa-Nya buku ini dapat saya selesaikan. Terima kasih pula saya sampaikan kepada istri, anak-anak saya, sahabat-sahabat di Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing, biro perjalanan Fandiego Tour & Travel, serta seluruh anggota rombongan di bus dua, yang telah mendukung saya selama ini. Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan yang berlimpah. Tentunya juga kepada Perpustakaan Nasional yang telah menyediakan aplikasi iPusnas sehingga saya mendapatkan referensi berlimpah.

Melalui buku ini saya berharap, siapa pun yang tengah merindukan Baitullah, yang sedang menyiapkan diri lahir dan batin, maupun yang ingin memaknai ulang ibadah yang pernah dijalani, dapat menemukan pencerahan untuk melakukan rihlah spiritual ke tanah suci. Betapa banyak keberkahan yang bisa didapat, baik selama pelaksanaan maupun setelahnya. Tentu semua karena Allah yang memampukan.

Semoga Allah Swt. segera mengundang kita kembali ke dua kota suci itu, bersama orang-orang yang kita cintai. Amin.

***
Riza Almanfaluthi
Juni 2025
Kalau teman-teman berkenan memiliki bukunya atau ingin menghadiahkannya ke orang tercinta, bisa pesan lewat link ini:
👉 https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.