Seragam Rabu


Ada ibu-ibu terburu-buru mengejar KRL di Stasiun Pondok Ranji. KRL belum beranjak. Pintunya masih terbuka. Namun, suara masinis dari pelantang suara yang memperingatkan pintu akan segera ditutup terdengar. Karena melihat enggak ada yang lowong di setiap pintu KRL, ia ragu untuk masuk atau tidak.

Aku yang persis berada di barisan depan di pintu KRL itu langsung memberi isyarat kepadanya yang berarti: “Ke sini, Bu.” Aku menggeser tubuh ke belakang untuk memberi tempat buat kakinya berpijak. Ia memahami isyarat itu dan masuk.

Salah satu hal yang menggerakkanku melakukan itu semua: “outfit”. Aku yakin ia adalah pegawai Kemenkeu. Walaupun bagian atasnya tertutup jaket coklat, tetapi baju biru yang tak bisa tertutupi, serta bawahan beige tetap mencirikan ia sebagai orang Kemenkeu. Apalagi ini Rabu.

Barangkali, ini salah satu kegunaan seragam Kemenkeu. Supaya tidak bersilo-silo di dalamnya dan saling bantu di luar kantor.

Aku tak kemudian iseng bertanya di mana kantornya, turun di stasiun apa, dan lain sebagainya. Aku melanjutkan aktivitasku memandang layar ponsel di tengah impitan para penumpang lain.

Di Stasiun Kebayoran itu, ketika pintu KRL juga belum sempurna membuka, ia sudah keluar, dan menuju tangga. Di ibu kota ini, sang ibu dan kita semua seperti “dilecut” untuk bergegas. Tak membiarkan kita menurunkan segaris tipis hasrat kompetitif sedikit pun. Supaya tidak jadi orang-orang tertinggal.

Harusnya demikian pula ketika memandang kehidupan setelah dunia ini, yang lebih abadi tentunya.

Selamat pagi.

***
Riza Almanfaluthi
Stasiun Tanah Abang
Pemesanan Buku Sindrom Kursi Belakang https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.