Cerita di Balik Pembuatan Buku Reformasi Perpajakan: Untuk Menjadi Monumen Mnemonik


Naskah buku yang belum ditentukan judulnya itu sedang dalam proses layout. Proses menyuntingnya memberikan pemahaman lebih buat saya. Ini luar biasa.

Namun, sebelum bercerita pengalaman tersebut, kiranya saya perlu mengetengahkan pembuatan buku ini dari awal. Sebuah buku yang berjudul: Reformasi Perpajakan adalah Keniscayaan, Perubahan adalah Kebutuhan: Cerita di Balik Reformasi Perpajakan.

Belum lagi usai penyelenggaraan retreat para pimpinan DJP di Sentul pada Jumat di awal November 2020, telepon masuk dari Kak Ani. Ia meminta saya mendiskusikan pembuatan buku reformasi perpajakan Senin nanti.

Di hari yang dijanjikan, saya menghadap Kak Ani yang langsung menginstruksikan pembuatan buku itu. Ia memaparkan isi dari setiap buku secara garis besarnya. Bab per bab. Paparan garis besar itu perlu dirinci yang saya sebut sebagai outline. Saya buat outline-nya. Kemudian menyerahkannya kepada Kak Ani.

Kak Ani menyetujuinya dan kemudian menghubungi beberapa direktorat lain di Kantor Pusat DJP untuk membahas outline tersebut. Setelah beberapa kali pengoreksian dan melapor kepada Direktur P2Humas waktu itu, Pak Hestu Yoga Saksama, kami membawanya ke Pak Suryo Utomo sebagai Direktur Jenderal Pajak. Ia ingin sekali bertemu dengan para calon penulis yang akan menggarap buku ini agar bisa memberikan pemahaman yang menyeluruh terhadap jalannya reformasi perpajakan.

Untuk urusan penulis ini Kak Ani memercayakan sepenuhnya kepada saya. Mengumpulkan tim penulis rada-rada tidak mudah. Karena rencananya buku ini terdiri dari 9 bab, maka saya harus mengumpulkan minimal 18 penulis. Dua orang penulis menggawangi satu bab. Mereka harus mewawancarai para pelaku sejarah reformasi perpajakan dari kurun waktu 2016—2020.

Buku ini direncanakan bukan dalam format laporan tahunan yang begitu-begitu saja. Buku ini diplot sebagai buku yang bercerita. Berarti saya harus mengumpulkan para penulis yang memiliki kemampuan bercerita yang hebat. Saya kenal beberapa di antaranya. Tidak semua berasal dari saya, beberapa calon penulis berasal dari diskusi dengan para penulis lainnya.

Singkat cerita terkumpul 18 penulis itu. Kemudian kami mengumpulkan mereka secara daring dalam grup WhatsApp. Agar tugas dapat berjalan dengan lancar kami mengadakan kegiatan semacam lokakarya atau pembekalan kemampuan menulis dan mewawancarai narasumber. Acara diselenggarakan secara daring pada awal Desember 2020 dengan menghadirkan wartawan yang jago menulis feature dan mewawancarai narasumber. Kami mengundang Mas Gadik dan Kak Hermien Kleiden. Mereka mantan juru warta media Tempo.

Tahun berganti. Sinyal dari lantai 5 Gedung Mar’ie Muhammad Kantor Pusat DJP untuk mendapatkan arahan lebih lanjut sepertinya belum ada. Kak Ani langsung memerintahkan “Go!” pada 3 Januari 2021.

Akhirnya saya meminta para penulis untuk memulai mewawancarai narasumber dan segera menulis. Wawancara mayoritas dilakukan dengan menggunakan Zoom atau ada juga yang bertemu langsung. Siang ataupun malam. Hari kerja maupun libur.  

Tiga bulan berlalu. Sudah banyak artikel dari masing-masing tim terkumpul. Dalam kurun itu setiap tim mengumpulkan satu per satu hasil karya mereka. Dari sana saya memberi masukan kepada teman-teman penulis untuk selalu ingat kepada Esacita yaitu senantiasa setia dan berpegang teguh kepada outline agar tidak tersesat arah.

Kendala dalam penyelesaian tulisan dari masing-masing tim tentu ada. Mulai penyusunan jadwal wawancara dengan narasumber yang sering berubah, tugas belajar, sampai kesibukan anggota tim dalam menyelesaikan pekerjaan utama di kantornya mereka. Syukurnya semua bisa teratasi dengan  baik. Insya Allah kami tidak salah memilih anggota tim penulis.

Kemudian kami mengadakan lokakarya untuk penyelarasan dengan mengumpulkan penulis secara luring di Bogor. Di tengah kesibukannya yang luar biasa Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Pak Neilmaldrin Noor datang ke Bogor untuk membuka acara dan menyemangati para penulis. Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan Kak Ani Natalia turut datang.

Lokakarya ini berjalan efektif selama dua hari. “Dengan lokakarya ini para penulis jadi lebih fokus untuk menyelesaikan tulisan yang tersisa,” kata Mbak Ratih mengomentari penyelenggaraan acara ini. Dari sana tinggal beberapa subbab saja yang belum selesai. Kami masih menunggu sekitar lima tulisan lagi.

Sambil menunggu itu, kegiatan menyunting dimulai. Butuh waktu 9 hari buat saya dan Mas Rozaq menyunting buku yang ketebalannya sampai mencapai 307 halaman dokumen Word ini.

Kami membagi dua buku itu untuk disunting. Bab 1 sampai dengan bab 4 yang mencapai 150 halaman lebih itu bagian saya. Sisanya Mas Rozaq. Kemudian setelah kami sunting, kami membaca hasil suntingan secara silang. Saya membaca suntingan Mas Rozaq dan sebaliknya. Ini berguna untuk mengecek narasi yang tumpang tindih.

Di sinilah kerumitan itu terjadi.

Seusai mewawancarai Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat membuka lokakarya sepekan sebelum Ramadan 1442 H.
Siap-siap kembali ke daerahnya masing-masing setelah lokakarya ini usai.

Tak Sekadar Mengecek Salah Tulis

Penyunting atau editor itu tidak sekadar mengecek kesalahan tulis atau kata demi kata sudah sesuai dengan KBBI atau belum. Tidak sekadar itu. Namun, perlu mengecek kelogisan kalimatnya. Kalau tidak logis kami mengubahnya supaya logis.

Menyebut KBBI, akhirnya mengingat saya kepada perangkat-perangkat menyunting lainnya seperti tesaurus, Senarai Padanan Asing Indonesia, terjemahan Google, atau Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Kami mengeceknya secara daring dengan membuka tab-tab berulang kali di peramban Google Chrome. Saking keseringan membuka banyak tab dan malas menutupnya, jumlah tab yang ada sampai puluhan dan berderet-deret di peramban itu.

Kami juga mengecek keefektifan kalimatnya. Kalau kalimatnya rumit kami sederhanakan. Kami punya rumusnya, yaitu sesuaikan dengan struktur kalimat Subjek, Predikat, Objek, dan Keterangan (SPOK). Sesuatu yang sudah kita pelajari di sekolah dasar.

Kami juga memastikan kebenaran kutipan langsung dari narasumbernya itu kepada para penulisnya. Kalimat langsung adalah kalimat yang berada dalam tanda petik dan dinyatakan oleh narasumber. Penyunting tidak berani mengubahnya, setidaknya hanya memberikan kata pelengkap dalam kurung agar kalimat itu mudah dimengerti.

Kami juga mengecek kebenaran fakta yang tersebar di hampir setiap subbab. Karena kami semua orang yang berasal dari internal DJP, sedikit banyak kami tahu teknis perpajakannya. Jadi ketika ada sesuatu yang meragukan, kami bertanya kepada penulisnya, meminta konfirmasi kepada narasumbernya, atau meminta penegasan kepada kawan-kawan yang berada di direktorat teknis.

Buat teman-teman penulis mohon saya dimaafkan karena saya sepertinya tidak mengenal waktu, siang dan malam, untuk menghubungi via chat ataupun telepon. Semata kami memang butuh kebenarannya segera.

Selain itu, kami juga mengubah judul subbab atau judul bab apabila judul tersebut terlalu kaku dan klise. Kami ambil judul yang bagus dan menarik pembaca sesuai dengan narasi tulisannya itu.

Yang paling sulit buat kami adalah menghapus tulisan atau narasi yang tidak berkesesuaian dengan outline. Itu kami harus tega. Mau tidak mau. Sayang sih sebenarnya karena saya tahu menghasilkan beberapa paragraf itu butuh usaha keras. Menulis itu mudah, tetapi itu dihasilkan dari jutaan letupan neutron di otak penulis yang membutuhkan energi banyak. Namun apa mau dikata, kami harus melakukannya agar buku ini memang berisi.

Kami juga memastikan tidak ada pengulangan tema di setiap subbab. Kami membuat jembatan (bridging) antarbab atau antarsubbab, kemudian juga kami membongkar tulisan. Artikel yang cocoknya ada di bagian terakhir, bukan di bab tengah, maka kami segera memindahkannya.

Hal-hal yang sangat sensitif juga kami hindari. Ada beberapa kami hapus, beberapanya kami buat ulang narasinya, dengan bantuan para penulis juga tentunya. Kami tidak ingin hal sensitif itu—walaupun itu akan membuat buku ini jadi lebih bagus—akan membuat masyarakat pembaca tidak menuju pada substansinya yaitu mengetahui kisah di balik reformasi perpajakan di DJP, tetapi malah membahas hal-hal yang kecil dan cuma kulit saja.

Akhirnya dari sana, saya mengetahui dengan betul gaya khas yang ditampilkan masing-masing penulis. Masing-masing dari mereka punya keunikannya. Saya bisa mengingat gaya menulis mereka dengan baik di kepala.

 

Kerumitan Masih Terjadi

Selesai menyunting, masih ada proses rumit lainnya sampai buku ini selesai dicetak dan diluncurkan tepat di Hari Pajak 2021 pada 14 Juli 2021.

Setidaknya ada enam tahap lagi. Mulai dari proofreading oleh tim lain, layout, permintaan prakata kepada Direktur Jenderal Pajak, permintaan kata pengantar Menteri Keuangan, permintaan nomor ISBN, hingga mencetaknya di percetakan terkemuka di Indonesia.

Di saat pengujian baca-halaman oleh Tim Proofreader, naskah tetap terbuka untuk diperbaiki jika masih ada yang kurang sesuai. Tim Editor dan Tim Proofreader selalu berdikusi. Menentukan kata mana yang baku dan tidak baku, kata mana yang tetap tegak atau dimiringkan. Butuh waktu seminggu juga untuk menyelesaikan itu.

Setelah selesai diuji baca-halaman, kami menyerahkan naskah dan foto kepada Tim Layout. Foto-foto pendukung disuplai oleh tim foto yang diketuai oleh Pak Slamet Rianto.

Tim Layout yang diketuai oleh Pak Muchammad Multhazam mengerahkan banyak pegawai DJP yang direkrut dari seluruh Indonesia. Satu orang memegang satu bab. Di proses inilah kerumitan itu terjadi. Fail berbentuk Word tidak bisa langsung serta merta utuh ketika dipindah dalam perangkat lunak desain buku InDesign. Ternyata itu mengubah format Word.

Program InDesign membuat format huruf miring diubah dalam format tegak semua. Kata-kata yang sudah dimiringkan oleh editor dan proofreader harus dicek dan diteliti kembali oleh Layouter. Layouter harus mengubahnya dalam format seperti di Word. Di sinilah peluang terjadinya kesalahan kembali muncul. Ya sudah, kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kami menyerahkan sepenuhnya kepada Tim Layout.

Sambil menunggu penyelesaian itu, Pak Neil meminta kami membuat nota dinas pengantar pengusulan judul dan konsep prakata kepada Direktur Jenderal Pajak. Ada dua belas usulan judul yang kami sodorkan.

Direktur Jenderal Pajak Pak Suryo Utomo memanggil tim penyusun untuk mendiskusikan judul dan prakata. Ia mengusulkan dua kalimat tambahan untuk judul yaitu Reformasi adalah Keniscayaan, Perubahan adalah Kebutuhan.  Done! Judul buku sudah ada. Prakata sudah ok. Tinggal Kata Pengantar Menteri Keuangan saja.

Keluar dari ruangan Direktur Jenderal Pajak itu, saya dan Pak Tedy Iswahyudi tersenyum lebar. Alhamdulillah ada kemajuan. Tinggal beberapa tahap lagi: kata pengantar Ibu Menteri, ISBN, dan percetakan.

Oh ya. Bedanya apa sih prakata dan kata pengantar? Kalau prakata itu kata-kata yang ditulis oleh penulis atau penyusun. Sedangkan kata pengantar adalah kata-kata yang berasal dari tokoh eksternal. Sederhananya begitu.

Alhamdulillah, berkat kerja sama berbagai pihak di Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) yang mengontak secara langsung tim sekretaris Ibu Menteri Keuangan, kami mendapatkan kata pengantar Ibu Menteri Keuangan dalam waktu yang tidak terlalu lama walaupun pada saat itu lagi gonjang-ganjing isu PPN Sembako di awal Juni 2021. Terima kasih saya ucapkan kepada Pak Endang Unandar dan Pak Rachman Sampurno yang sudah mengusahakan hal itu.

ISBN juga segera kami dapatkan setelah tim Subdit Penyuluhan Perpajakan, Direktorat P2Humas mengontak dan menghubungi pihak Perpustakaan Nasional. Butuh waktu 2,5 bulan dari proses penyuntingan sampai proses siap cetak. Setengah bulan tersisa digunakan untuk mencetak buku dan siap diluncurkan di Hari Pajak 2021.

Ini pengalaman pertama mengelola tim penulis untuk membuat buku secara utuh dari awal sampai akhir: 10 Bab, 67 Subbab, 450-an halaman. Banyak pelajaran yang berharga dari sana dan bisa menjadi bekal untuk proyek-proyek selanjutnya. Terutama kerja sama tim yang solid dari teman-teman Seksi Pengelolaan Situs dan teman-teman di Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan.

Buku ini adalah buku DJP, bukan milik Direktorat P2Humas. Tidak ada menyebut nama direktorat itu di sana. Kami di Direktorat P2Humas sekadar diamanahkan untuk menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya. Dan tentu, karena buku ini bukan kitab suci, buku ini tidak luput dari kekurangan. Mohon dimaklumi dan dilapangkan saja. Mohon maaf lahir dan batin.

Semoga buku ini menjadi monumen mnemonik atau sebagai perpanjangan ingatan dan imajinasi, sebagaimana Jorge Luis Borges katakan. Minimal buat Indonesia, mengutip kalimat Hermien Y Kleden, adalah: “Bagaimana Bahasa Indonesia diperlakukan dengan hormat dan patut di buku ini.”

Tak tepermanai.

 

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
3 Agustus 2021

Tidak banyak nama yang disebut di atas, bukan berarti ketiadaan apresiasi. Ini semata keterbatasan tempat. Semoga Allah balas dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Buku itu bisa diunduh di sini: https://pajak.go.id/id/buku-reformasi-perpajakan

2 thoughts on “Cerita di Balik Pembuatan Buku Reformasi Perpajakan: Untuk Menjadi Monumen Mnemonik

  1. Terima kasih pak Riza telah melibatkan saya dalam proyek penulisan buku ini. Sungguh ini menjadi pengalaman berharga dan tak terlupakan. Saya merasa mendapatkan banyak pelajaran baru, terutama dalam hal menulis buku dan bekerja sebagai tim. Mohon maaf jika selama ini saya banyak kekurangan. Semoga buku ini membawa banyak manfaat dan keberkahan. Amin.

    Liked by 1 person

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.