Cerita Lari Pocari Sweat Run Bandung 2019: Terlambat Lima Menit


Di Stasiun Gambir.

Saya berangkat ke Bandung Sabtu pagi itu dengan menggunakan kereta Argo Parahyangan. Di Stasiun Gambir, Jakarta, saya sempat bertemu dengan Mas Aris pegiat lari Indorunners yang juga sama-sama akan ikut Pocari Sweat Run Bandung (PSRB) 2019, Ahad besok (28/7).

Saya baru pertama kali mengikuti PSRB. Saya akan mengikuti Full Marathon (FM) di ajang itu. Rencananya ini akan menjadi FM ketiga setelah Mandiri Jogja Marathon 2018 dan Borobudur Marathon 2018. PSRB ini merupakan palagan FM pertama saya pada 2019.

Saya hanya membawa tas ransel kecil ke Bandung. Semua yang saya butuhkan buat lari sudah saya bawa. Ringkas dan praktis karena Ahad malam saya sudah harus kembali ke Jakarta.

Tiba di Stasiun Bandung pada pukul 13.30. Saya tidak langsung menuju tempat pengambilan Race Pack di Harris Hotel & Conventions Festival Citylink. Saya menuju tempat penginapan yang tidak jauh letaknya dari Stasiun Bandung. Jaraknya hanya 200 meter saja, cukup ditempuh dengan jalan kaki. Setelah lapor masuk ke pihak penginapan barulah saya pergi ke Hotel Harris.

Di sana antrean sudah mengular panjang, bahkan sampai keluar dari pintu utama aula besar. Kurang lebih 30 menit mengantre saya sudah mendapatkan Race Pack itu. Isinya antara lain nomor BIB, chip waktu, dan kaos lari warna biru.

Di sana, saya tidak bertemu dengan sesama anggota DJP (Direktorat Jenderal Pajak) Runners sehingga tidak perlu berlama-lama. Setelah itu saya balik kembali ke penginapan untuk menghemat tenaga. Makanya hari ini pun saya tidak latihan Freeletics dulu yang sudah memasuki masa Hell Week.

Saya fokus menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam masa tapering ini.  Kamis adalah hari terakhir saya untuk berlari 5 km. Sepekan ini saya benar-benar mencoba menabung glikogen dengan makan nasi, meminum air putih, air kelapa, dan isotonik, serta tidur cepat.

Habis Magrib saya keluar penginapan untuk carboloading. Saya mampir di rumah makan Ampera. Di sana saya juga tidak lama-lama walaupun ada live music-nya. Sebelum ke tempat bermalam, saya mampir ke warung kecil untuk membeli obat demam. Ini untuk antisipasi ketika selesai maraton besok agar tidak menggigil kedinginan dan meriang. Kebiasaan yang sering saya alami seusai lari jauh.

Alarm sudah saya atur untuk meraung di pukul 03.00 dan 03.30. Nomor BIB sudah saya pasang di kaos DJP Runners warna merah muda. Sekarang tinggal tidur saja. Oh ya, sebelumnya saya juga membaca  denah lokasi start, gerbang masuk, tempat penitipan tas, dan masjid. Membaca ini ternyata berguna sekali nantinya.

Tas kecil sebagai teman perjalanan.
Tempat berisitirahat.
Acara bincang-bincang (talk show) di tempat pengambilan race pack.
Ini area pengambilan race pack di aula besar.
Mengecek nomor BIB.
Isi race pack.
Surat cinta untuk para pelari. Bukan untukmu.
Ini yang akan aku ajak lari. Kuajak lari. Kuajak lari.

 

Di Garis Start

Saya berkali-kali terbangun dan pada pukul 02.57 saya sudah benar-benar bangun. Saya mengikuti anjuran yang diberikan bintang tamu pada talk show di area pengamblan race pack Sabtu itu. Ia meminta para pelari untuk mandi air hangat dulu sebelum lari agar otot-otot kita mengembang. Ia tidak menyarankan untuk berendam di air hangat karena malah akan membuat otot menjadi lemah.

Saya sudah memasang enam lembar plester di jari-jari kaki yang berpotensi kena blister (gelembung berisi air di kulit akibat gesekan atau panas). Saya juga membalurkan semacam krim di jari-jari kaki. Ditambah dengan memakai kaos kaki antiblister Injinji saya pikir cukup untuk menghindari blister. Tak lupa, dada dan lipatan paha saya amankan dengan plester dan krim juga.

Rencananya nanti pada pukul 04.00 pagi saya akan pergi ke Gedung Sate dengan ojek online.  Saya pemanasan Freeletics dulu di kamar. Ini hal yang penting banget agar terhindar dari cedera.

Setelah itu mengecek kembali apa yang harus saya bawa. Tas kecil, kunci kamar, jaket, kaos pengganti, jam tangan lari, Gu Gel, Gu Roctane, Sport ID, topi, telepon genggam, manset, uang secukupnya, dan  tas pinggang. Ok lengkap. Sudah saatnya buat cus.

Jam 4 pagi itu kompleks Gedung Sate sudah ramai saja. Banyak yang sedang melakukan pemanasan. Saya langsung menuju tempat penitipan tas. Setelah itu mendatangi Masjid Almuttaqin di kompleks Gedung Sate. Masjidnya cukup besar untuk menampung para pelari yang hendak salat Subuh.

Masih 30 menit lagi menjelang waktu Subuh. Jarak waktu salat Subuh dengan waktu start hanya 19 menit saja. Pertanyaannya apakah saya memiliki cukup masa untuk tiba di garis start sebelum pukul 05.00? Pertanyaan ini berkecamuk di kepala.

Ia masih bersujud salat sunah menjelang Subuh, memohon kekuatan kepada Allah swt agar diberikan kekuatan dan kesehatan pada saat lari di Masjid Almuttaqin, Gedung Sate, Bandung.

Pukul 04.41 azan Subuh berkumandang. Setelah itu jamaah masjid melaksanakan salat sunah Sunah Rawatib, baru kemudian ikamah, dan salat Subuh. Imamnya membaca surat Asysyam di rakaat pertama dan Adhdhuha di rakaat kedua. Selesai semuanya pukul 04.57.

Setelah salam saya ke toilet lagi untuk berkemih yang ketiga kalinya di pagi itu. Buat saya ini masalah penting dan perlu strategi khusus menanganinya. Sudah cukup kejadian di Borobudur Marathon 2018 yang bikin saya anyang-anyangan di kilometer-kilometer terakhir dan bikin tepar di garis finis.

Tanda lomba FM dimulai sudah terdengar dan saya masih di depan masjid, memasang kaus kaki dan sepatu. Ternyata tidak mudah memasang kaus kaki berjari dengan benar dan mengikat tali sepatu. Semuanya tetap membutuhkan waktu.

Setelah itu saya segera berlari menuju garis start mengikuti arus gelombang para pelari Half Marathon (HM) yang mulai memasuki garis start. Saya berusaha menerobos kerumunan secepat mungkin. Saya sudah tidak tahu arah lagi. Enggak tahu apakah arah yang saya tuju saya sudah benar atau belum. Saya mulai deg-degan, takut salah masuk ke belakang antrean ratusan pelari HM, dan membayangkan susahnya melewati kerumunan mereka.

Saya memasuki bawah tenda dan menyusuri pagar besi. Di sana ada pintu terbuka yang dijaga panitia. Letaknya di depan garis start para pelari HM. Dan memang betul, para pelari FM yang terlambat boleh memasuki pintu itu. Akhirnya saya mulai berlari. Tanpa saya sadari saya sudah memencet tombol jam lari sebelum titik garis start. Melihat jam digital warna merah yang ada di gerbang start saya sudah terlambat 5 menit 23 detik. Alamakjang…

Sedikit orang yang membersamai saya di garis start. Para pelari FM itu sudah jauh meninggalkan saya. Saya enggak tahu berapa orang lagi yang berada di belakang saya.

Ini kejadian kali kedua. Sebelumnya saya terlambat sewaktu mengikuti HM Jakarta Marathon pada 2017. Dan itu bikin konsentrasi saya buyar. Ya sudah, tiada mengapa. Perjuangan ini barulah dimulai. Sampai kapan?

Sampai garis finis itu terinjak dengan gagah berani. Atau sebaliknya?

Kisah ini bersambung. Akan kuceritakan kepadamu segalanya. Segalanya. Karena…

Hamari adhuri kahani, kisah kita belumlah lengkap.

 

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
Kuta, 29 Juli 2019

Baca juga:

    1. Cerita Lari Pocari Sweat Run Bandung 2019 (2): Kuntilanak Kesiangan
    2. Cerita Lari Pocari Sweat Run Bandung 2019 (Terakhir): Dibanjur Air dan Endorfin
    3. Freeletics Buat Pemula: Freeletics Routine for Beginner
    4. Cerita-cerita lari
    5. Transformasi Before After

12 thoughts on “Cerita Lari Pocari Sweat Run Bandung 2019: Terlambat Lima Menit

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.