Kemenkeu Mengajar: Sehari Menjadi Guru



“Kapan Abi bisa ke sini? tanya anak saya, Ayyasy, yang ada di pesantren di kawasan perbatasan Bogor-Sukabumi.

“Kayaknya enggak bisa hari ini Nak. Soalnya Abi harus persiapan buat ngajar besok,” jawab saya dari seberang telepon.

“Yaaaaaaah,” suara Ayyasy mengisyaratkan kekecewaan.

Ïya insya Allah besok, setelah ngajar Abi datang ke sana yah,” jawab saya sambil menahan perih karena ada lubang yang menganga tiba-tiba muncul di hati. Bagi saya yang jarang bertemu dengannya ini nada kecewa darinya tentu menyesakkan dada. Penugasan di Tapaktuan, Aceh Selatan, membuat saya hanya bisa pulang sekali dalam sebulan.

Ya, hari itu saya harus mempersiapkan diri buat mengajar di sebuah acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan dalam memperingati Hari Oeang yang ke-70 yang jatuh pada tanggal 30 Oktober 2016. Pegawai Kementerian Keuangan dari Sabang sampai Merauke yang jumlahnya lebih dari 60 ribuan memperingatinya dengan menyelenggarakan banyak kegiatan. Seperti kegiatan olahraga bersama, upacara bendera, lomba lari, dan untuk tahun ini ada kegiatan baru berupa Kemenkeu Mengajar.

Kemenkeu Mengajar dengan tagline Dari Kami Untuk Negeri ini merupakan kegiatan mengajar selama satu hari di Sekolah Dasar (SD) yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan.

Apa yang diajarkan? Tentu peran Kementerian Keuangan dalam upaya menjaga ekonomi negeri dan memperkenalkan profesi yang ada di Kementerian Keuangan. Juga tidak lupa mengajarkan tentang nilai-nilai dan semangat yang ada dibawa oleh Kementerian Keuangan.

Kegiatan ini bersifat sukarela. Segala pembiayaan transportasi, akomodasi, dan lain-lain ditanggung sendiri oleh relawan. Bahkan untuk biaya rapat dan briefing penyelenggaraan kegiatan ini.Tidak ada sedikit pun biaya keluar dari APBN. Artinya gerakan ini benar-benar gerakan kesukarelaan dari pegawai Kementerian Keuangan.

Sebelumnya Panitia Kemenkeu Mengajar ini membuka pendaftaran relawan. Sampai dengan tanggal 28 September 2016 ada 925 aplikasi relawan yang masuk ke panitia. Lalu pada tanggal 3 Oktober diumumkan hanya 592 relawan yang diterima. Alhamdulillah saya menjadi salah satu bagiannya.

Relawan ini nanti akan mengajar di enam kota pilihan relawan pada tanggal 24 Oktober 2016. Mulai dari Banda Aceh dengan tiga SD, Jakarta dengan 12 SD, Balikpapan sebanyak lima SD, Denpasar dengan empat SD, Makassar sebanyak delapan SD, dan paling timur adalah Sorong dengan dua SD. Sudah tersedia sebanyak 34 SD yang dijadikan tempat berbagi. Saya memilih Jakarta sebagai kota pilihan mengajar.

Dari hasil briefing Relawan Kemenkeu Mengajar Chapter Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2016 di Gedung Frans Seda, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPRR), Kementerian Keuangan, saya dimasukkan ke kelompok 8, yang kebetulan juga nama kelompoknya adalah Frans Seda. Oleh panitia, Kelompok 8 ini ditugaskan mengampu SD Negeri Gunung 05 Pagi yang biasa disebut SD Negeri Mexico Pagi. Alamatnya di Jalan Hang Lekir 5, Kelurahan Gunung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Saya belum pernah sama sekali ke SD itu.

SD Negeri ini merupakan lambang persahabatan erat antara dua negara Indonesia dan Meksiko.

Diresmikan di bulan Oktober 1962 oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno dan Presiden Republik Meksiko Lopez Mateos.


Setiap hari kemerdekaan Meksiko, ada utusan dari Kedutaan Besar Meksiko yang datang berkunjung ke SD itu. Dulu SD Negeri ini ada SD Pagi dan SD Petangnya. Tapi sekitar empat atau lima tahunan yang lalu SD Petangnya sudah tidak ada lagi.

Upacara Bendera

Maka, Senen dinihari itu, pada jam tiga pagi saya sudah terbangun. Saya menyiapkan semua perlengkapan yang harus dibawa. Dari petunjuk Google Maps butuh waktu 55 menit dari rumah di Citayam, Bogor menuju SD Negeri Mexico ini. Karena ini hari Senin dan Jakarta bukanlah Tapaktuan, tepat pada pukul lima pagi kurang 15 menit saya berangkat dengan menaiki sepeda motor. Saya memilih moda transportasi ini karena fleksibilitasnya.

Kurang lebih sudah enam tahunan saya tidak mengarungi jalanan Jakarta dengan mengendarai motor. Jam segitu jalanan di Jakarta sudah penuh. Manusia-manusia penuh kompetisi memacu kendaraannya masing-masing. Sesekali saya harus berhenti untuk mengecek ketepatan jalur saya di Google Maps. Beberapa kali tersesat tapi aplikasi itu mengatur ulang rute saya kembali. Dan dengan sekali bertanya kepada orang akhirnya saya sampai di sana jam enam pagi lebih lima menit. Tepat di depan pintu masuk dengan papan besar bertuliskan Welcome to Elementary School of Mexico.

Ternyata di sana sudah banyak teman  relawan yang sudah datang. Kami memang harus datang lebih pagi karena pada pukul 6.30 upacara bendera akan diselenggarakan. Beberapa saat kemudian upacara bendera itu dimulai. Melihat anak-anak SD ini upacara saya jadi teringat waktu SD dulu saya jadi pembaca Ikrar atau Janji Murid.

Pada upacara hari ini saya tidak melihat dua bendera dikibarkan dan dua lagu kebangsaan dinyanyikan. Tetap satu bendera: bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya. Tidak ada bendera Meksiko dikibarkan atau Himno Nacional Mexicano dinyanyikan. Menurut alumninya dulu sempat ada.

Oh iya, ketika upacara itu dilaksanakan terutama pada bagian menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengheningkan cipta ada live music yang mengiringi yaitu piano yang dimainkan oleh salah satu guru, namanya Pak Boanerges Rismanto Aris W.

Dalam amanat Pembina upacara Kepala Sekolah Bapak Supia memperkenalkan kami kepada para murid. Tentunya mereka bertanya-tanya mengapa pada pagi itu ada 26 orang asing tiba-tiba berbaris di depan mereka dan mengikuti upacara bendera. Ketika diberitahu bahwa kami akan mengajari mereka selama beberapa jam, terlihat mereka berbisik dan kemudian bersorak-sorai begitu.

Setelah upacara selesai, sebelum memasuki kelas para siswa bersalam-salaman terlebih dahulu dengan para relawan dan para guru. Lalu para relawan menyiapkan timnya masing-masing untuk masuk ke kelas yang menjadi tanggung jawabnya.

Relawan hanya diberikan kesempatan mengajar sampai jam 10 pagi. Ini dikarenakan SD Negeri ini tetap memiliki target ajar harian yang harus dikejar dan diberikan kepada siswa. Dengan jadwal yang singkat itu Relawan membaginya ke dalam tiga sesi.

Sesi pertama untuk mengenalkan Kementerian Keuangan dan nilai-nilainya. Sesi kedua untuk mengenalkan profesi yang ada di Kementerian Keuangan. Dan sesi ketiga adalah closing. Untuk dua sesi pertama itu relawan menyerahkan mekanisme pengajarannya kepada kreatifitas masing-masing tim. Yang terpenting tidak melenceng dari tema besar di setiap sesi.

Partner in Crime

Di SD Negeri ini ada 12 kelas. Setiap kelas akan diajar oleh dua relawan. Partner in crime saya adalah Mas Johan Zulkarnain Kasim dari Badan Kebijakan Fiskal.  Kami kebagian mengajar di kelas 3B untuk sesi pertama dan kemudian di kelas 4A untuk sesi kedua.

Kami langsung masuk ke kelas 3B. Anak-anak sudah heboh saja dengan kedatangan kami. Bu Guru-nya menanyakan kepada saya apakah dia tetap di kelas atau di luar kelas. Saya mempersilakan Ibu Guru untuk di luar saja. Biar beliau tenang-tenang dan istirahat. Keriuhan anak-anak ini biar kami urus sejenak untuk setengah hari ini. Saya berharap pengalaman mengajar mengaji anak-anak kompleks dan kegiatan ekstra kurikuler siswa-siswi SMP Islam Al-Iman Bojonggede menjadi modal berharga.

Anak-anak ini seusia anak saya yang bungsu: Kinan. Jadi perasaan saya ya benar-benar seperti menghadapi anak sendiri. Saya memperkenalkan tim kami kepada anak-anak. Sesi pertama ini tentang apa itu Kementerian Keuangan dan nilai-nilainya. Tentu kami mengusahakannya dengan bahasa yang paling sederhana agar bisa dimengerti mereka. Mas Johan sudah menyiapkan audio visualnya. Banyak video yang akan diputarnya.

Jadi di sekolah ini ada komputer, proyektor, dan layarnya yang sudah terpasang di masing-masing kelas.  Ada juga pengeras suara. Tapi entah kenapa pengeras suaranya pada saat itu mati.

Sebelum masuk ke tema utama, kami memberikan stiker label kepada para siswa untuk ditulis dengan nama mereka masing-masing kemudian stiker label itu ditempel di dada.

Tidak lupa kami ajarkan kepada mereka satu macam tepukan. Kalau kami teriak Meksiko maka anak-anak akan bertepuk tangan sekali. Kalau kami menyebut Sombrero (topi khas Meksiko) maka anak-anak diminta untuk bertepuk tangan lima kali. Dan terakhir kalau kami menyebut Taco (makanan khas Meksiko) maka anak-anak bertepuk sepuluh kali.

Ternyata 45 menit itu bukan waktu yang lama. Waktu berlarian dengan cepat. Sudah saatnya kami pindah. Sebelum pindah kami salam-salaman dulu. Bahkan selfi. Momen yang paling indah menurut saya adalah saat bisa mengelus-elus kepala mereka.

Eh ternyata saya didekati salah satu murid. Anak perempuan itu bertanya, “Apakah Bapak tahu BNI?” tanyanya.

Saya jongkok untuk menyejajarkan mata saya dengan matanya.

“Ya, tahulah. Memang kenapa Nak?”

“Bapak tahu Dewi?”

“Dewi siapa Nak? Istri bapak juga namanya Dewi.”

“Dewi itu nenek saya.” jawabnya.

“Lalu?”

“Iya, nenek saya dulu kerja di BNI. Sekarang sudah pensiun.”

“Oooo” Kemudian kami berbincang-bincang sebentar. Polos banget nih anak. Saya jadi ingat Kinan.

Terbangkan Cita-citamu

Di ruangan kelas 4B ada banyak alat musik seperti gitar, bahkan ada piano juga. Maklum wali kelasnya adalah Pak B.R. Aris W, guru kesenian yang memainkan live music pada saat upacara tadi pagi. Suasana di kelas ini lebih ramai lagi. Semua siswa antusias banget menajwab setiap pertanyaan kami. Mereka berebut untuk menjawab. Urat leher Mas Johan bahkan harus terus menerus tegang karena berusaha menandingi keriuhan mereka. Tak terbayangkan kalau kami mengajar mereka seharian. Jempol banyak teracung buat bapak dan ibu guru yang senantiasa mengajari dan mendidik mereka di setiap harinya.

Di akhir sesi itu kami membagikan bros Kementerian Keuangan Mengajar untuk disematkan di dada. Lalu kami pun membagikan kertas origami dan meminta mereka menuliskan cita-cita mereka. Setelahnya mereka membuat pesawat terbang dari kertas itu. Rencananya mereka akan dikumpulkan dengan seluruh murid di lapangan pada sesi terakhir.

Pada pukul 09.30 kami semua—para guru, relawan, dan murid—berkumpul di lapangan. Ternyata ada yang menjadi favorit anak-anak di sana: Maskot Owly. Maskot burung hantu ini merupakan maskot kebanggaan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan. Dan Mas Shabahul Arafi dari LPDP yang berela-rela berpanas ria berada di balik maskot itu. Anak-anak senang sekali mengelilingi, menyentuh, dan merangkul Owly.

Ada penyerahan kenang-kenangan dari kami para relawan yang diserahkan oleh Mbak Kartika Sari kepada Kepala Sekolah Bapak Supia berupa tiga bola futsal, dua bola basket, dan satu bola voli. Semoga ini menjadi penyemangat kegiatan anak-anak di sekolah yang penuh prestasi ini. Lalu kami meminta kepada anak-anak untuk menerbangkan pesawat itu. Menerbangkan cita-cita mereka ke langit. Setinggi-tingginya. Kelak mereka mampu menggapainya. Jangan takut untuk bermimpi. Karena.

Karena mimpi adalah kunci

Untuk kita menaklukkan dunia

Berlarilah tanpa lelah

Sampai engkau meraihnya

Lirik lagu soundtrack Laskar Pelangi dari Nidji ini kami nyanyikan bersama dengan petikan ukulele dari Mas Wachid Cahyono. Beneran merinding dan senang melihat mereka di lapangan menerbangkan pesawat sambil menyanyikan lagu itu. Indonesia itu ada di tangan-tangan mereka kelak.

Dan pada puncaknya, kami semua bersama-sama menarikan Pinguin Dance versi MDI. Untuk gerakannya sudah barang tentu kami melihat fasilitator kami Mas Wachid Cahyono yang sudah hafal betul tarian ini.

Ah, heboh juga keseruan kegiatan hari ini. Tidaklah seberapa apa yang dapat kami berikan. Hanya sebuah empati kepada guru yang telah mencurahkan semua energi terbaiknya untuk para muridnya. Maka betullah adagium yang mengatakan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Pula, semoga yang sedikit dan kecil yang bisa kami berikan ini adalah sesuatu kebaikan dan kami yakin kebaikan itu akan berbuah kebaikan dengan efek penggandaan yang berlipat-lipat, minimal adalah kebahagiaan. Karena sesungguhnya berbagi itu adalah salah satu sumber kebahagiaan.

Kami hanya berharap bahwa bila ada waktu dan kesempatan berikutnya maka kami tetap menjadi bagian dari relawan-relawan Kemenkeu Mengajar di tahun-tahun mendatang. Tidak peduli dengan umur yang sudah bertambah dan rambut yang telah memutih. Semoga.

Selesai sudah semuanya. Saya pun pamit kepada tim relawan yang masih berkumpul. Ada agenda yang harus segera saya penuhi setelah mengajar ini. Berbagi lagi. Berbagi pengalaman. Kali ini kepada Ayyasy yang ada di pesantren yang sedang ragu memilih jurusan apa kelak ketika di SMA. Apakah IPA atau IPS? Salam.


Monumen persahabatan antardua negara.


Rapih sekali mereka berbaris. Tuh lihat


Ini ibu-ibu relawannya: Mbak Mega, Mbak Sari, Mbak Tiwi, Mbak Devi, dan Mbak Sasi


Nama saya Riza Almanfaluthi.sedang dikenalkan oleh Mas Koko Lee. 😀


Mas Johan, partner mengajar saya. Cool mas


Ooooo.


Kami berdua di kelas 4B.


Begini caranya Nak, bikin pesawat terbang tuh, kata Ibu Eva.


Mas Yacob serius amat yak


Bros Kementerian Keuangan mengajar.


Terbangkan cita-citamu Nak, setinggi langit.


Seingat saya, yang dilingkari merah itu, adalah anak cantik yang bertanya kepada saya, “Bapak kenal Dewi enggak?”


Halo Owly.Gemes banget anak-anak pengen nyubit.


Iya, ini saya

Pinguin Dance. Mbak Sasi ngeliat ke mana tuh?


Ini Pak Boanerges Rismanto Aris W, wali kelas 4B yang jago musik itu.


Mereka pahlawan tanpa tanda jasa itu. Pak Supia, Kepala Sekolah, keempat dari kiri.


Untuk bisa melihat foto-foto cantik dari kegiatan ini secara keseluruhan silakan melihat-lihatnya di sini.

Terima kasih saya ucapkan kepada rekan-rekan relawan dari Kelompok 8 Kelompok Frans Seda yang telah bersama-sama mengusahakan yang terbaik dalam kesuksesan acara Kemenkeu Mengajar Chapter SD Negeri Mexico ini yaitu mas Agung Dinarjito, mas Anwarudin Abdul Majid, mas Arie Prasetyo, mas Darmawan, mbak Eva Margaretha, dan mas Ikbal Gibran.

Juga kepada mas Iman Widhiyanto, mbak Isyana Deviprameswari dengan wajah orientalnya, teammate terkeren saya yaitu mas Johan Zulkarnain Kasim, rekapitulator hebat yakni Mbak Juditha Madyasasi , mbak Kartika Sari relawan senior dan relawan kelas inspirasi, ketua kelompok kami yang super sibuk mas Kokoh Getsamani Liberty, dan mas Marwan Riyandi.

Pun, saya mengucapkan terima kasih kepada Mbak Megawati Wahyuningsih dengan seragam Bea Cukainya yang keren dan sudah jauh-jauh datang dari kota saya Cirebon, mas Muhammad Hafizullah Lubis, mas Nanang Prasetyo Ernawan, mbak Nastiti Harini, mas Ngatiman—akhirnya kita bisa berjumpa mas dalam satu acara yang sama.

Juga kepada mascot Owly mas Shabahul Arafi, mas Samsul Arifin, mas Sudramono Manihuruk, mas Supriyadi, mas Yacob Yahya yang pagi-pagi sudah nenteng-nenteng bola-bola itu, mbak Yasinta Wahyu Pratiwi yang jauh-jauh datang dari Pontianak, mas Yonathan Stephanus (Mas Tepi), mas Indarto Premandaru sang dokumentator dengan foto-foto indahnya, mas dokumentator yang lain mas Aditya Bayu Pradana—thanks berat mas atas semua foto itu, dan mas Nanda Putra Yunanto.

Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada dua fasilitator kita yaitu Mas Wachid Cahyono dan Mas Taufik Ismail yang hebat banget memfasilitasi kami dan acara ini. Luar biasa. Tabik. Semoga kita semua bisa bertemu kembali di acara Kemenkeu Mengajar tahun depan.

***

Riza Almanfaluthi

Dedaunan di ranting cemara

Tapaktuan, 29 Oktober 2016

Foto-foto diatas milik relawan Mas Indarto Premandaru dan mas Aditya Bayu Pradana.

Terima kasih kepada Uda Marzaini, teman baik saya yang turut memberikan informasi berharga tentang SD Negeri Mexico buat artikel ini karena anaknya yang bernama Rafaira juga sekolah di sana.


4 thoughts on “Kemenkeu Mengajar: Sehari Menjadi Guru

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.