RIHLAH RIZA #65: Mau Dibikin Apa?


image
Seplastik penuh jagung manis Meulaboh

Sehabis salat Jumat saya menuju pajak (pasar). Hari-hari “meugang” sudah lewat. Pasti sudah banyak yang berjualan. Niatnya mau beli bumbu-bumbu. Karena kemarin ada yang kasihan sama saya nyetatus masak seadanya begitu buat buka puasa.Iya memang betul, seadanya bukan karena diet atau apa melainkan karena tak ada yang bisa dibeli.

Nah siang ini niatnya mau beli telur, cabe merah, bawang putih, dan bawang merah. Yang penting beli dulu, buat apanya itu nanti. Paling buat menambah-nambah rasa gitu. Menu buka kemarin yang hanya kentang, bakso beku, dan ikan tongkol dijadikan satu tanpa diberi bumbu apa pun itu ternyata tetap asin. Barangkali sari pati dari ikan atau bumbu yang melekat di bakso sapi tadi sudah membaur dalam air sewaktu direbus. Begono.

Eh, ternyata di depan pajak ada mobil pick up parkir. Mobil itu biasa berjualan jagung. Kalau sudah siang begini dagangannya hampir habis. Memang betul, saat saya menghampirinya jagungnya sudah tinggal sedikit. Jagung dari Meulaboh satu pick up itu hampir terjual semua sedari pagi.

Bapak tua sedang melayani seorang ibu yang sedang membeli. Saya tanya kepadanya, “Berapa Pak?”

“Delapan, 10 ribu,” katanya.

Saya pilih jagung yang masih bagus-bagus. Walau saya pesimis, karena yang besar dan bagus pastinya sudah diambil oleh pedagang pasar atau pembeli lainnya di pagi hari.

Setelah ibu-ibu itu pergi saya tanya, “Pak, bisa tidak 10 ribu dapat 10 biji?”

“Sudah gak usah pilih-pilih lagi. Semuanya saya kasih. Bayar semuanya 30 ribu.”

“Hah, beneran Pak?” tanya saya karena dari pandangan sekilat saya kalau beli semuanya pasti lebih 50 ribu rupiah.

“Iya. Ngabisin.”

Langsung saya setuju. Dan minta dikupaskan semuanya.

Eh, setelah terjadinya persyarikatan itu datang dua rombongan ibu-ibu. Langsung pak penjualnya bilang, “Habis-habis.” Dalam bahasa Aceh tentunya. Kalau tak salah dengar dia bilangnya, “Labi…labi.” (Cari translator yah bener apa gak tuh. Ternyata teman yang sudah tinggal lama di Tapaktuan mengoreksi. Dia bilang “Lah habi, lah habi” Maksudnya sudah habis).

“Wah diborong nih,” kata ibu itu kepada saya.

“Iya Bu. Ini ganti nasi.”

“Wah takut makan nasi yah. Nasi memang bikin gemuk.” Ini bukan saya yang ngomong yah pembaca. Ibu itu yang bilang.

Setelah dikupas dan bersih dari kulit dan serabutnya, saya hitung jumlah pasnya. Ternyata jumlah jagungnya 41 biji. Cukup buat beberapa hari. 🙂

Setelah itu saya membeli yang lainnya. Sekarang jadi tahu rasanya kalau ibu-ibu belanja. Tapi tak nawar-nawar afgan gitu. Di sini cabe merah sekilo 45 ribu rupiah. Saya belinya goceng bae. Buat apa beli sekilo? Mau bikin sambel goreng? Tak bisalah aku masak itu. Cem mana pulak. Telur 7 butir 10 ribu. Bawang merah sekilo 20 ribu. Saya beli lima ribu rupiah saja.

Lalu bawang putih dua butir dua ribu. Sebenarnya ngitung gampang, tapi kenapa ya para penjualnya itu kebanyakan mikir lama? Tak ada kalkukator begitu. Beli bawang putih itu saja, ketika saya tanya berapa harganya, bapaknya jawabnya lama. Entah apa yang dipikirkannya. Mungkin mikir kolaknya ada tidak yah nanti di rumah. Beeuuu…

Sudah itu saja yang mau saya ceritakan. Cuma sekarang pertanyaannya mau dibikin apa jagung, cabe merah, bawang putih, bawang merah, dan telur itu? Wallahua’lam bishshowab.

Tapi teman-teman Facebook yang baik hati itu menyarankan masak seperti ini:

image

Ada juga yang lain seperti ini:

image

image

image

Terima kasih atas masukannya yang begitu berharga. Sangat membantu saya menempuhi Ramadhan di negeri pala ini. Jazaakumullaahu khairan katsira.

*lebih baik ngaji daripada baca status hwaradalah seperti ini. Sumangga….

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
21 Juni 2015

7 thoughts on “RIHLAH RIZA #65: Mau Dibikin Apa?

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.