MENCIUM BIBIRNYA


MENCIUM BIBIRNYA

 

Terbangun di tengah malam itu sesuatu. Dua jam berikutnya hanya terpaku pada mainan baru bernama WhatsApp di android 2011 saya. Mengecek satu-persatu siapa saja yang pada pukul 00.00 masih saja terlihat jejaknya. Last seen today at 00:00.

Memergoki keponakan di tanah seberang yang masih melek. “Durung turu tah, Nok?” tanya saya. Basa Cerbon menjadi sarana komunikasi semut kami. “Tangi tas nyusui, Ang. Priben, priben?” Pernyataan dan pertanyaan adalah responnya. Ohya maaf bagi yang tidak mengerti dialog kami, santai saja Bray, di bawah akan ada terjemahannya.

Gerak selanjutnya adalah membuka benda hitam—netbook—yang teronggok di atas meja. Terdiam sejenak dan berpikir mau menulis apa. Tiba-tiba sudut mata saya jatuh pada sebuah album foto yang hampir rusak. Saya membukanya. Dan satu persatu saya melihat rekaman hidup yang tergambar di setiap lembar kertasnya.

Kemudian menemukan foto setengah badan saya. Foto di tahun 1997. Latar belakang hijau. Pakai baju putih. Pakai dasi dan jas pemberian waktu saya jadi panitia wisuda di tahun 1996. Saya pun waktu itu masih kurus. Sedikit ada senyum di wajah. Dan jenggot tipis di dagu. Apa lagi pentingnya saya deskripsikan di sini buat Bray yah?

Dan seperti adegan di film-film biasanya. Saya mengambil foto itu dari plastiknya lalu membalik foto itu. Ah…sebuah tulisan tangan ada di sana. Sebuah tulisan tangan yang saya tentunya tahu betul siapa pemilik dari goresan tinta hitam itu. Ada dua alinea. Beberapa kalimat. Dengan dua kata pertama yang dicoret biru agar tak bisa dibaca.

“…… …… saat mendengar antum menerima ane. Meski keraguan itu masih ada, ane menerima untuk menjalani apa yang ada.”

“Ya akhi rahimakillah, hanya ketsiqohan ane kepada Umi dan Pak Hasan, yang membuat ane berani menyatakan “iya”. Bukan keraguan tentang keimanan antum yang m’buat ane bimbang.”

Ini jejaknya. Saya teringat kalau foto ini adalah foto yang saya berikan padanya saat ta’aruf. Dan itu masa lalu. Belasan tahun terlampaui. Sekarang kita tahu diri kita masing-masing. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Karena kesempurnaan hanya milik Allah. Kita saling menutupi kelemahan diri kita. Kita terus berusaha dan belajar memahami.

Saya menghentikan sejenak tulisan ini. Segera bergegas masuk ke dalam kamar. Melihat sosok perempuan itu terlelap. Dan mencium keningnya. Ada Kinan di sebelahnya. Khusus untuk perempuan kecil lucu ini, tidak lain tidak bukan, bibirnya saya cium. Sambil berkata, “Zawwadakillaahuttaqwa.” Ucapan doa yang saya kutip dari Ustadz Fathur—semoga Allah senantiasa menyehatkan beliau—yang artinya kurang lebih: “semoga Allah membekalimu taqwa.”

Saat melanjutkan tulisan ini jarum pendek jam sudah menusuk di angka 3. Bergegas untuk segera menyelesaikannya. Saya butuh tidur lagi. Sebentar saja. Sebagai penutupnya saya teringat sebuah dialog dengan perempuan ini, siang tadi.

“Bersyukurlah punya istri yang tidak minta macam-macam,” katanya.

Sambil berpikir, meresapi kalimat yang ia ucapkan, saya pun menyetujuinya. Polos saya berkata, “Betul, karena barangsiapa yang bersyukur atas nikmat Allah, maka Allah akan menambah nikmatnya.”

“Wuih…enggak sopan,” tegurnya sambil melirik tajam.

“What &(%($*#&*??”

*

Semoga ini bukan pencitraan. Saya ini pembelajar saja. Setiap pembelajaran tentu ada salahnya. Kalau orang memanggil saya dengan sebutan terhormat, aduh saya sungguh tidak pantas. Masih banyak dosanya. Masih saja terus berbuat salah. Masih saja enggak mau “nyadar”. Nyadar nikmat, nyadar umur, nyadar Allah masih terus menutupi aib-aib saya, dan nyadar-nyadar yang lainnya.

Kalau kamu, Bray, nemuin saya salah, terjerembab, sadari Bray, saya juga manusia. Mohon dimaafkan. Saya cuma pembelajar. Semoga Allah mengampuni saya selalu. Kita.

**

Terjemahan:

  1. Durung turu tah, Nok?     : Belum tidur, Nok?
  2. Nok         : Panggilan kepada adik perempuan, anak perempuan, perempuan yang dimudakan.
  3. Tangi tas nyusui, Ang. Priben, priben?    : Bangun habis menyusui, Ang. Bagaimana, bagaimana?
  4. Ang        : Panggilan kepada kakak laki-laki.

***

 

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

Tak saya edit lagi. Apa adanya. Selesai di 03.14

12 November 2012

 

tags: whatsapp, android, ustadz Fathurrahman, ustadz fathur, curahan hati, kinan, perempuan, ria dewi ambarwati, cerbon, mamuroh, ma’muroh, maam, ma’am,

8 thoughts on “MENCIUM BIBIRNYA

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.