LANGIT BIRU DI SIANG MAKKAH


LANGIT BIRU DI SIANG MAKKAH

Senin (5/12) dini hari, bus rombongan dari Bandara Soekarno Hatta menuju asrama haji Bekasi itu melewati jalan tol yang sudah sepi. Lampu papan iklan yang besar-besar di pinggir jalan itu dengan beraneka produk yang ditawarkan telah memastikan saya bahwa saya sudah benar-benar kembali ke negeri tercinta. Saya seperti kembali dari sebuah keterasingan menuju peradaban.

    Bagaimana tidak, 40 hari lamanya saya tak pernah tahu sama sekali tentang kondisi tanah air. Tak pernah buka internet, buka email, baca koran, atau nonton televisi. Kalau yang terakhir bisa saya lakukan selama 9 hari terakhir di Madinah tetapi pada kanal televisi kabel berbahasa arab dan Inggris yang memberitakan seputar tanah Arab dan Eropa.

    Dalam hari-hari itu saya merasa benar-benar hanya terkoneksi dengan langit. Berusaha menghapus sisi-sisi kelam apa yang ada pada diri dan untuk semata-mata mencari ridha Sang Penguasa Langit dan Bumi. Bahasa sederhananya adalah di sana itu untuk ibadah, ibadah, dan ibadah. Lalu sampai pada suatu titik semua yang saya lakukan itu—dengan segala kekurangan yang ada—bisa diterima oleh-Nya tanpa riya dan sum’ah.

    Lebih dari 40 hari pula saya tidak menulis. Menulis tentang apapun. Tak ada buku diari yang penuh dengan coretan seperti catatan harian para pengelana Barat itu. Tak ada. Semuanya hanya saya rekam dengan mata lalu disimpan di otak. Dan yang saya rasakan sekarang adalah betapa kapasitas otak ini sudah tak bisa lagi untuk menahan beban mati ini. Harus segera dikeluarkan. Maka malam ini kembalilah saya menulis.

    Menulis begitu banyak pengalaman yang ada. Saking banyaknya yang menarik, baru, dan ingin saya ceritakan itu membuat saya bingung untuk memulai dari mana. Tetapi yang pasti akan ada yang tertulis—insya Allah—walau tidak sistematis seperti cerita haji di blog-blog yang lain. Saya hanya menulis yang saya sedang suka, hampir lupa, dan harus segera dituliskan. Ada sebuah harap cerita yang tertulis ini bisa bermanfaat buat yang lain. Jika tidak? Anda tahu apa yang harus Anda lakukan.

    Sebuah permohonan maaf dari saya jika ada email yang belum sempat saya balas, pertanyaan konsultasi yang belum terjawab, blog yang tak ada tanda-tanda kehidupan selama hari-hari itu, notifikasi facebook yang terabaikan, permintaan pertemanan yang tiada respon, dan segalanya. Semoga maaf ini bisa diterima. Seperti langit biru di atas Makkah yang menerima semua yang tertuju padanya. Banyak doa, harap, dan menara.

*Babul Malik Abdul Aziz—16 November 2011

    Lalu kapan mulai berceritanya? Nantilah. Ini sudah jam 2 pagi. Waktunya untuk tidur. Tidurlah…

***

Riza Almanfaluthi

bukan di bangunan hitam itu kita dipertemukan

dedaunan di ranting cemara

02.00 10 Desember 2011

3 thoughts on “LANGIT BIRU DI SIANG MAKKAH

  1. perjalanan haji adalah perjalan terindah sepanjang hidup dan kerinduan untuk kembali seringkali membuat dada ini sesak…..
    Duhai Maha Segala, Penguasa Jagat Raya……..ijinkan suatu saat kami kembali mengunjungi rumah-Mu yang agung

    Like

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.